1 // The Mysterious Boy

431 86 42
                                    

Begitu banyak hidup orang yang berubah lantaran sebuah pertemuan dan perpisahan. Tapi nyatanya, pertemuan dan perpisahan itu tak dapat dipisahkan. Kita tidak bisa menghindar dari apa yang sudah ditadirkan untuk kita temui, dan kita juga tidak bisa menghindar dari rasa sakit akibat perpisahan, karena perpisahan adalah konsekuensi dari perjumpaan.

•••

Tujuh tahun kemudian...

Seorang guru berusia sekitar tiga puluh tahun, berjalan bersama Anneta menuju kelas 11 IPA 2. Guru itu mengajak muridnya sedikit berbincang ringan agar dia tidak terlalu gugup. Tapi jika dilihat-lihat, gadis itu memiliki banyak sekali penggemar dalam waktu singkat. Apalagi para cowok yang sudah sangat gatal ingin berkenalan dengannya.

Guru itu tersenyum manis ketika melihat respon Anneta kepada cowok-cowok itu. Sangat sopan untuk menyapa kembali tanpa ada rasa gengsi ataupun bersikap dingin.

"Tenang, temen baru kamu, orangnya baik semua kok." Bu Risa berucap ramah.

Anneta mengangguk sopan seraya tersenyum. Gadis itu menghembuskan napasnya.

Sekolah baru, kelas baru, temen baru, batin Anneta dalam hati.

"Dia murid baru ya, Bu?" tanya seorang siswa girang.

Bu Risa tersenyum, "Iya."

"Woahh.."

"Asik!"

"Kelas mana, Bu?" tanya seorang cowok.

"IPS kan?"

"Sok tau lo, pasti IPA lah!"

"Aduh, calon bini gue!"

Bu Risa terkekeh mendengar ucapan murid-muridnya. Belum saja sampai di kelas, Anneta sudah diserbu oleh para cowok yang benar-benar terpukau akan dirinya.

Mungkin ini tidak seburuk yang Anneta pikir. Pertamanya ia berpikir bahwa tak ada seorang pun yang akan mau berteman dengannya. Tapi ternyata tidak. Semua orang sangat ramah dan seperti tak ada rasa sungkan untuk menyapanya.

Anneta tetap memasang senyuman manis di wajah. Gadis itu merasa sangat senang. Setidaknya rasa gugupnya bisa sedikit tertutupi. Tak lupa ia melemparkan pandangannya ke segala arah, melihat kondisi sekolah yang tak jauh dari kata sempurna. Begitu megah, bersih dan besar.

Hingga pandangannya terhenti pada satu titik.

Anneta melihat lurus ke arah seorang siswa yang sedang berjalan menuju ruang kelas seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celana. Parasnya yang tampan, apalagi dengan tubuh idealnya, mampu membuat Anneta mau tak mau harus menyukai cowok itu diam-diam. Bagaimana tidak? Kaum perempuan manakah di dunia ini yang tak akan kagum ketika melihat lelaki tampan secara langsung?

Tapi ada satu hal yang mengganjal pikiran Anneta sekarang. Mengapa siswa ataupun siswi lain menghindar ketika merasa cowok itu berada dekat dengan mereka? Apa ada sesuatu yang salah darinya? Anneta menghentikan langkah sejenak.

"Kenapa berhenti, Ann?" tanya Bu Risa yang kini sedang melihat Anneta.

Anneta tersenyum kecil, kemudian menggelengkan kepalanya. Merasa penasaran, Bu Risa juga ikut melihat ke arah yang menjadi titik fokus anak muridnya, hanya sekedar untuk mencari tahu hal yang Anneta sedang lihat saat ini.

"Oohh.. Bara?" tanya Bu Risa.

"Bara?" Anneta bertanya memastikan.

Bu Risa mengangguk, "Iya. Cowok yang sedang jalan itu kan yang kamu liat?"

Lintang Waktu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang