41.

1.2K 57 27
                                    

Part ini lumayan panjang. Ditulis dalam keadaan capek tapi aku ngebet up. Jadi, maaf kalau banyak typo.

Selamat menikmati!  😊

••••

"Ham sini!" perintah Darwis pada anak sulungnya.

Hamdan yang baru saja pulang dari mengantar Alia pulang menurut saja dan duduk di sofa ruang tamu, di samping Darwis, ayahnya.

Tidak biasanya Darwis mengajak anak sulungnya itu untuk berbicara seperti ini. Wajahnya terlihat serius saat Hamdan baru datang. Seperti sudah ada niatan dari Darwis untuk menunggu kedatangan Hamdan. Jarang sekali mereka duduk berdua untuk membicarakan suatu hal. Memang sudah karakter anak dan bapak yang sama-sama pendiam, jadi rada kurang komunikasi.

Dulu saja saat Hamdan masih smp, Darwis berbicara padanya hanya tentang Alia yang lebih pintar darinya dalam hal matematika. Meskipun dirinya yang selalu mendapatkan sebagai juara kelas setiap tahunnya. Maka tidak heran jika Aisyah saja tahu kalau Alia ada rival dari Hamdan waktu dulu.

"Sudah kamu antar Alia" tanyanya.

Hamdan mengiyakan "tadi ketemu sama tante Nira," tambahnya.

"Rusyo?"

"Nggak, Hamdan cuma anter sampai depan rumah terus balik" jelasnya, sambil memainkan kunci mobil.

"Kamu sudah sholat magrib?"

"Udah" jawab Hamdan singkat pula mengangguk, dia tadi mampir di masjid saat pulang dari antar Alia. Memang dasaran anaknya pendiam dan cuek. Sama bapak sendiri ya jawabnya singkat, padat, jelas. Udah.

"Ayah mau ngomong sama kamu."

Tuh kan, pasti ada sesuatu yang akan Darwis sampaikan pada Hamdan. Wajahnya sudah serius seperti itu, juga gelagat yang tidak biasa Hamdan jumpai dari Darwis. Tampak wajahnya serius bercampur cemas dan khawatir. Tak tahu hal apa yang akan disampaikan ayahnya itu padanya.

Shifa datang membawakan secangkir kopi untuk suaminya, pesanan suaminya.

"Nih pesanannya yah" diletakkan segelas kopi hitam diatas meja berbahan kaca di ruang tamu, antara sofa-sofa yang mereka bertiga duduki.

"Kamu antar Alia sampai rumah" Shifa mengulang pertanyaan Darwis.

"Iya bun" singkat banget elah.

Darwis menyeruput kopi hitamnya yang  sedikit panas karena masih fresh from the stove, baru dibuat.

"Makan dulu" tawar Shifa.

"Nanti aja bun"

"Hmm..." gumam Darwis menikmati kopi hitamnya "ayah mau bicara sama Hamdan dulu" cakapnya, meletakkan kembali cangkir kopi itu ke meja.

"Jadi yah?" Shifa bertanya, memastikan.

Darwis mengangguk mantap.

Ini mau bilang apa sih. Kok ya pakai persetujuan kedua belak pihak. Pihak ayah dan pihak bunda. Ini kayanya serius banget, sampai hanya mereka bertiga yang mengobrol di ruang tamu. Padahal, biasanya si Aisyah udah ngerengek ke ayahnya-Darwis untuk membatunya mengerjakan pr matematika.

"Ayah mau kamu menikah" kata Darwis langsung saja.

Hamdan tidak kaget, toh ayahnya-Darwis sudah memintanya sejak dulu. Hamdan juga akan menikah kok. Tidak usah diingatkan lagi oleh Darwis.

(menuju) Jodoh Halalku [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang