20.

2.3K 80 9
                                    

Terkadang kisah lain lebih manis daripada kisahnya

***

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam" Tante Shifa menyalami Umi "Repot-repot dateng kesini, lagian aku udah baikan kok" Umi memberukan bungkusannya.

"Tante" Aku mencium punggung tangannya.

"Duduk, duduk, aku buatin minum dulu ya"

Aku dan Umi duduk, dipersilahkan.
Tante Shifa kembali dengan tiga cangkir dan menaruhnya didepan kami.

"Alia udah gede ya, udah siap buat nikah nih"

Aku tersenyum kikuk mendengarkan ucapan tante Shifa.

"Kamu ini, anak aku masih kecil masih sekolah dulu, ngomong-ngomong mana Hamdan?"

"Lagi ngak ada di rumah, belum pulang, biasa anak cowok"

Aku merasa lega tentang fakta kalau Hamdan tidak dirumah.

"Ngak papa lagian masih sore"

"Aisya salam dulu sama tante dan kakaknya" Tante Shifa menginterupsi pada seorang anak perempuan yang aku kira-kira berumur 13 tahun datang "Ini anak ke tiga tante Al, adiknya Hamdan" dan anak perempuan yang ku ketahui bernama Aisya itu menyalami kami ramah.

"Alia" aku memperkenalkan diri.

"Oh jadi ini kak Alia yang sering diceritain sama ayah, ternyata cantik juga, pantesan"

'Pantesan? Apanya? apa aja yang udah diceritain pak Darwis'

"Yang rival-nya bang Hamdan itu kan" Aisyah melanjutkan kalimatnya.

'What? Rival? Sejak kapan aku jadi rivalnya, siapa yang bilang kayak gini'

Aku hanya nyengir kuda mendengarkannya.

Adzan magrib berkumandang. Menyudahi bincang-bincang kami, lebih tepatnya Umi dan tante Shifa, dan mendengarkan ocehan Aisya tentang abangnya atau pertanyaan anehnya.
Kami melaksankan sholat berjama'ah dengan tante Shifa sebagai imamnya. Karena Hamdan dan pak darwis sedang tak ada dirumah.
Setelah sholat tante Shifa mengajak kami untuk makan malam. Aku berada di kamar Aisya, ia meminta bantuan untuk pr matematikanya. Dengan senang hati aku membantunya.
Tidak jadi aku membstu di dapur. Kadang ia bercerita dan masih melontarkan pertanyaan aneh menurutku. Aku yakin dia anak yang ceria dengan sikapnya.

"Ais, Alia ayo turun kita makan dulu" teriak tante Shifa dari lantai bawah, lebih tepatnya meja makan.

Kami turun melewati tangga. Ais- panggilanku yang mulai akrab dengannya- ia berjalan didepanku dengan rambut kucir kuda yang menari-nari. Ada empat orang yang tengah duduk di meja makan, dengan pak Darwis yang duduk di kursi utama makin berwibawa dengan kemeja putihnya dan seorang laki-laki berbaju biru tua duduk memunggungi kami yang baru turun.

"Bunda masak apa nih, banyak kali" takjub Aisya dengan logat yang dimiripkan salah satu iklan.

"Iya lah, ini spesial buat tante Nira" melempar senyum pada objek yang dimaksud " Udah ayo ais duduk sini, Alia duduk sebelah Hamdan"

Wait!

Bentar, siapa? Hamdan? Sejak kapan dia di sini?

Aku menghentikan tanganku yang menarik kursi setelah mendengar kalimat terakhir tante Shifa. Aku menoleh pada orang yang duduk disamping kursi, dia menoleh ke arahku, tersenyum. Aku ikut tersenyum.  Melihat senyuman yang setahun sudah tidak terlihat. Rindu, mungkin tidak serindu dulu. Hanya saja senang melihat senyuman itu. Melihat wajah yang sudah tertumpuk dengan wajah baru diantara kenangan lama.

(menuju) Jodoh Halalku [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang