4.

5.2K 185 7
                                    


Matahari baru menampakkan wajahnya. Burung-burung masih terlihat beterbangan di langit nan biru berhias guratan awan nan putih membuai mata yang memandangnya. Aroma segar menyeruak ke indra penciuman. Bunga mekar menghias setiap lintasan pejalan kaki.

Hari ini Alia berangkat bersama Abinya. Karena keadaan kakinya yang terluka, Alia terpaksa mengikuti wejangan Uminya untuk berangkat barengan Abinya. Ini masih pukul 06.00 terlalu pagi untuk ukuran Alia, anak yang susah banget buat bangun. Rasanya kalau sudah tidur itu dia kayak orang mati, susah banget dibanguninya. Alia sengaja berangkat hari ini lebih pagi, ia ingat amanat Zahra untuk membantu kepala sekolah dalam sebuah event. Ia berangkat dengan mood yang cukup baik hari ini. Harus. Kalau mau berurusan dengan para pengurus sekolah.

Alia mengecup tangan Rusyo-Abinya.
"Asaalamu'alaikum warahmatulahi wabarakatu, Alia sekolah dulu ya bi" pamitnya.

"Wa'alaikumus salam warahmatulahi wabarakatu, yang rajin ya anak Abi" jawab Rusyo dengan sebuah wejangan, sambil mengeluas pucuk kepala Alia yang tertutupi kerudung.

Alia melambaikan tangannya saat Rusyo pergi meninggalkan sekolah Alia dengan mobilnya. Ia melenggang masuk melewati gerbang bercat hitam dengan tulisan emas nama sekolahnya. Gerbang yang sudah 2 tahun lebih ia lewati untuk menimba ilmu dan bertemu orang tua keduanya. Tempat yang dipercayai kedua orang tua Alia untuk mendidiknya menjadi wanita dan anak yang baik dalam agama, akademik dan non akademiknya.

Setelah beberapa langkah, matanya jatuh pada parkiran sekolah di samping ruangan olahraga di sebelah gerbang. Tempat parkir itu hanya untuk guru dan pegawai sekolah saja, bukan untuk siswa-siswi Smp itu. Ini karena sekolah melakukan tindakan untuk mengurangi penggunaan sepeda motor bagi para siswa-siswi sekolah yang masih di bawah umur dan belum bijak dalam mengendarai kendaraan bermotor.

Di parkiran Alia melihat pak Darwis -ayah Hamdan- guru matematika di sekolah ini, guru yang tanpa sengaja membuat konflik antara Alia dan Hamdan, hingga jadi konsumsi anak-anak lain.

Alia mempercepat jalannya menjauhi pak Darwis, sadar kalau ia tidak mau membuat suasana makin runyam.

"ALIA" suara pak Darwis sampai ke telinga Alia. Namun ia malah berjalan lebih cepat berpura-pura bahwa ia tidak dengar apapun. Nggak sopan sih, tapi ini demi kebaikan dirinya. Ia percepatan langkahnya meskipun dengn kakinya yang masih ngilu.

"Alia cepetan, pura-pura ngak tau Alia, jangan noleh!" perintah Alia pada dirinya sendiri.

"Alia berhenti! sini dong" teriak sekaligus perintah Pak Darwis tak mau kalah.

Alia menghela napasnya. Ia berhenti. Akhirnya dengan berat hati Alia yang mengalah, ia berbalik berjalan kembali menuju arah Pak Darwis. Alia menundukan wajahnya sambil menghembus napas yang panjang.

"Sini! kamu ini dipanggil kok gak nengok-nengok" protes Pak Darwis pada Alia, muridnya, yang di ajak bicara hanya menebar senyuman saja. Nyengir tak bersalah.

"Hamdan kamu masuk sana bareng sama calon menantu ayah" goda Pak Darwis pada anaknya sendiri "kalian satu kelas kan sekarang?" tanyanya menambahi.

"Emb" Alia mengangguk.

Hamdan yang sedari tadi hanya diam di samping ayahnya. Kini menatap Alia dengan tatapan yang mengatakan -siapa dia gak penting- dan beralih pada ayahnya dengan tatapan penuh kekesalan. Wajahnya yang datar berubah menjadi senyuman yang terpaksakan.

Karena parintah Pak Darwis tadi, mereka berdua berjalan menuju kelas. Alia hanya menundukkan wajahnya dari tadi. Hening diantara keduanya, hanya suara semilir angin dan langkah kaki keduanya yang mengisi. Karena suasana sekolah yang lumayan sepi, ini masih pagi untuk ukuran Sekolah menengah ini.

(menuju) Jodoh Halalku [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang