32. Keduluan

264 31 6
                                    

Vote, comment, and Share
~Happy Reading~

****

Sesuai permintaan Renata, akhirnya Rio pun mengantarkan Revan pulang. Rio tak masalah juga, toh ia juga searah dengan apartemen tempat Revan dan saudaranya itu tinggal.

Selama perjalanan mereka saling diam. Rio yang fokus ke jalanan didepan, dan Revan yang tampaknya nyaman berada disana. Revan mengangguk-anggukkan kepalanya sembari memejamkan kedua matanya, menikmati alunan musik yang berputar. Revan terlihat sangat tenang.

"Deket sama Renata udah lama?" tanya Revan tiba-tiba. Tetapi posisinya masih tetap sama, tak berubah.

Rio memperbaiki posisi duduknya dan menoleh sebentar menatap Revan yang masih memejamkan kedua matanya. Entahlah, mengapa Rio menjadi segugup ini.

"Saat dia jadi maba dulu" jawab Rio kembali fokus ke depan.

Tiba-tiba Revan tersenyum lebar, seolah-olah ia tertarik dengan jawaban Rio barusan. Ia memposisikan duduknya menghadap Rio.

"Udah lama juga ya. Terus gimana pendapat lo tentang Renata selama ini?"

Rio melirik Revan curiga. Ia berusaha berpikir keras. Apakah ini pertanyaan basa-basi saja ataukah ini sebuah jebakan. Entah benar atau tidak, firasat Rio mengatakan bahwa bisa saja Revan adalah mata-mata Devan. Secara Revan dan Devan adalah saudara kandung, mungkin saja mereka berdua sedang merencanakan sesuatu. Tidak salah juga bukan?.

"Ya gitu. Awal kenal Renata sih biasa aja, tapi semakin ke sini kelihatan banget kalo dia anaknya asyik, humble, baik. Dia gitu juga kan ke semua orang?" balas Rio yang tengah mengendalikan dirinya sendiri untuk tenang.

"Wah berarti lo cukup deket dong sama dia ya.."

"Terus lo suka nggak sama Renata? Nggak mungkin banget dong, kalo lo nggak ada rasa suka ke dia sepersen pun" jawab Revan sembari terkekeh pelan.

Sedangkan Rio tersenyum tipis kala mendengar ucapan Revan barusan. Benar saja dugaannya, bahwa ini semua adalah jebakan yang sudah disiapkan oleh Devan. Rio curiga, apakah di tas Revan terselip kamera atau penyadap suara.

"Apa perlu gue jawab?" tanya Rio menoleh sebentar.

Revan langsung terkekeh geli mendengarnya. Sedangkan Rio nengernyitkan dahinya heran, apakah perkataannya barusan ada unsur humornya?. Rio sedikit takut saat bersama Revan, ia hanya berdua saja dengan lelaki ini. Menurutnya Revan sangat aneh, ia memang terlihat kalem dan tenang, tetapi perkataan yang sering keluar dari mulutnya sangat susah ditebak. Apalagi Revan sangat sering tersenyum dan tertawa, ia malah seperti psikopat.

"I see. Oke, udah kelihatan kok. Gausah dijawab ya!" ucap Revan santai sembari menepuk pelan lengan kiri Rio.

Rio tersenyum miring dan bergumam pelan. "Kembaran sama-sama nyebelinnya"

Namun setelah melewati padatnya kota Jogja, akhirnya mereka sampai juga didepan Apartemen tempat Revan tinggal.

"Cepet banget ya udah sampek. Lain kali lo jangan ngebut-ngebut ya!" ujar Revan yang saat ini tengah melepaskan safety beltnya.

Rio menoleh menatap Revan melepas safety beltnya dan berdoa agar lelaki itu cepat-cepat keluar dari mobilnya. "Iya iya, buruan keluar"

EUNOIA [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang