29. Percepatan Rencana ❄️

1.6K 127 11
                                    


***

BEGITU matanya terbuka, Afifah merasa ia bukan berada di kamarnya sekarang. Sebab, langit-langit kamarnya tidak seperti ini. Dan ... bau maskulin yang khas seperti ini ... Afifah seperti mengenalnya. Sangat mengenalnya.

Ia langsung melebarkan matanya kala ingat siapa pemilik aroma maskulin ini. Langsung beranjak bangun dan menyapu pandangannya ke seluruh ruangan.

Afifah menelan salivanya. Ini bukan kamarnya. Apakah ini ... benar-benar ... kamar ...--

Pintu kamar terbuka. Kepala Afifah langsung tertoleh dan mendapati dia.

"Udah bangun ternyata." Dia berjalan mendekati Afifah membuat Afifah menarik selimut tebal yang menutupi setengah tubuhnya tadi menjadi hanya kepalanya yang tidak tertutup selimut.

"Kamu kenapa lagi," dia berdiri di pinggir ranjang, menatap Afifah dengan kedua tangan di simpan di saku celananya. Seperti biasa.

"P-Pak Fathur ngapain kesini? Dan kenapa bisa ada disini??" Afifah panas dingin. Pikiran aneh berlintasan di kepalanya.

Fathur memiringkan kepalanya sedikit. "Ini kamar saya. Dan kamu tidur di kasur saya. Pakai selimut saya juga."

Afifah menatap selimut tebal abu-abu yang menutupi tubuhnya. Lagi, ia menelan salivanya dalam-dalam.

"Apa wajar kamu nanya itu tadi ke saya?"

Pertanyaan yang di lontarkan Fathur kini membuat Afifah malu. Seharusnya pertanyaan itu untuk dirinya kan?

Merasa sadar diri, Afifah segera turun dari ranjang Fathur dan merapikannya kembali secepat dan serapi mungkin.

Fathur hanya diam memerhatikan Afifah. Kini, gadis itu menunduk. Merasa bersalah mungkin. Entahlah Fathur tidak tau.

"M-maafin saya, Pak. Saya ... saya beneran nggak bermaksud. Lagian ... saya juga gak tau kenapa saya bisa ada disini."

"Orang saya yang bawak kamu kesini," ucap Fathur santai sambil merebahkan tubuhnya di ranjang. Tak lupa memejamkan matanya dan menjadikan tangannya sebagai bantal.

Afifah langsung mengangkat kepalanya kaget, "hah?? K-kok bisa??"


"Kamu pingsan tapi kayak orang mati." Lagi-lagi Fathur menjawab santai dan tanpa dosa.

Muka Afifah langsung memerah antara kesal dan marah dengan jawaban Fathur barusan juga dengan perasaan malu. Kenapa bisa dirinya pingsan?

Fathur bangkit dari rebahannya dan menahan senyumnya melihat wajah merah padam Afifah.

Lelaki itu berdiri dan mengulurkan tangannya pada Afifah. "Ayo ke bawah. Ada Abang kamu disana."

Bukannya mengambil uluran tangan Fathur, justru Afifah malah memukulnya dan berjalan mendahului Fathur.

Fathur menatap tangannya yang sudah bagus-bagus mau mengulurkannya ke gadis itu. Tapi, malah di tolak mentah-mentah.

Lelaki itu menatap punggung Afifah kesal. "Katain jangan?"

Menghela napas kasar, lalu berjalan mengikuti Afifah. Dalam hati, Fathur berlapang dada, sabar dengan tingkah Afifah.

My Ice Husband (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang