34. Egois

3.6K 235 0
                                    

"gila parah, tadi lo keren banget,  mereka sampe gemeteran loh waktu liat elo kaya tadi" dera tertawa sambil terengah engah

"lagian sih mereka duluan yang ngajak ribut" dera menepuk bahu vivi sambil tersenyum bangga

Vivi yang melihat dera tersenyum, entah mengapa merasa sangat bahagia.  Akhirnya ia bisa menghapus jejak kepedihan sahabatnya itu. Paling tidak,  ia tidak akan dihantui rasa bersalah dan tak berguna jika hanya melihat tanpa berniat membantu

"kantin yuk, haus banget gue" ajak dera dan segera diangguki oleh vivi

Mereka berjalan beriringan, tiba tiba dera merasakan ponselnya bergetar ia pun menunduk dan melihat notifikasi apa itu,  secara kebetulan saat ia menunduk seorang siswa melewatinya dengan pandangan bingung, saat vivi dan dera sudah melewatinya siswa itu berhenti mendadak lalu meboleh kearah mereka berdua

"kok gue kaya ngak asing yah sama tuh cewek" gumamnya, ia memperhatikan dera hingga gadis itu hilang dibalik tikungan

"hmm mungkin perasaan gue aja kali" dan siswa itu pun kembali berlalu pergi

Disisi lain dera tengah meminum jus lemonnya dengan cepat,  selain lelah ia juga haus,  entah bagaimana jadinya jika hukuman tambahan itu benar benar terjadi, mungkin saat ini dia tengah terkapar kelelahan di ruang UKS

"kamu lagi ngapain disini  ?"

"uhuk uhuk" dera tersedak jus lemonnya kala sebuah tangan menepuk punggungnya

"woy lo ngak liat apa kalau dera lagi minum  ?! " sewot vivi namun bukannya menjawab, vano malah mengacuhkan vivi dan lebih memilih mendekati dera

"dera kamu gapapa ? Sorry tadi aku ngak liat" vano berjongkok dibawah dera, ia mengelapi sudut bibir dera yang basah akibat jus lemon

"hm,  aku gapapa kok,  cuma kaget dikit aja tadi" ujarnya mencoba terlihat biasa saja,  walaupun sebenarnya hidungnya terasa sangat perih akibat beberapa air jus lemon masuk kedalam hidungnya

"beneran  ?" tanya vano memastikan

"iya"

"lagian kamu mau ngapain disini,  anak anak kelas X kan lagi main games di lapangan, kenapa kamu malah disini  ?"

Dera yang mendengar pertanyaan itu
Seketika merasa gugup,  ia tidak mungkin bilang bahwa ia terlambat lalu dhukum dan malah bolos ke kantin,  ia tidak takut dipandang jelek oleh vano,  ia hanya takut vano marah dan menjauhi serta meninggalkannya. Melihat dera yang bergerak gelisah dan matanya yang selalu menghindari vano membuat vivi mengerti

"kita telat " sahut vivi santai membuat mata dera  terbelalak, hancur sudah harapannya, ujar dera dalam  hatinya,  namun ternyata vivi belum selesai bicara

"tapi itu bukan salah dera" lanjutnya lagi membuat vano mengernyit tidak paham

"tadi gue kebelet pipis terus gue maksa dia nganter gue,  tapi karna rasa pipis gue berubah haluan jadi pengen boker,  akhirnya kita telat,  abis itu si cabe alay ngehukum kita nyapuin taman belakang luasnya beribu ribu hektare itu" nada bicara vivi memang landai,  tapi ucapannya itu dramatis sekali

"cabe alay  ?" vano kembali mengeryitnya keningnya

"gue ngak tau namanya siapa,  tapi karna tadi dia centil,  norak plus alay jadi gue julukin cabe alay" lanjutnya

"kalian disuruh nyapu taman belakang? " tanya vano memastikan

"lu punya kuping yuh dipake dong jangan cuma ditempel doang" sungut vivi

"bisa kasih tau ciri cirinya" kini vano memandang dera dari bawah, karna ia masih berjongkok dibawahnya

"dia bertiga,  rambutnya sebahu warna coklat,  tingginya sama aku beda Tipis " vano memangguk,  ia tau siapa perempuan yang dera maksud,  pasti violeva

"bentar lagi bel,  kalau kalian ditanya sama citra abis dari mana, jawab aja kalian bantuin aku nyusun berkas di ruang osis,  oke  ?" dera mengangguk,  lalu vano berdiri dan mengacak puncuk kepala dera penuh sayang

"lo romantis banget sih sama si vano" cibir vivi

"kenapa  ? Lo cemburu  ?"

"najis tralala, mendingan gue pacaran sama pundak onta dari pada suka sama dia" dera terkekeh mendengar hal itu, dera kemudian menatap vivi dengan seksama,  sahabatnya itu ternyata akan berbanding terbalik dengan penampilannua jika sudah dekat,  ia akan menjadi gadis manis, perhatian, serta humoris pada sahabatnya,  berbeda jika pada orang orang yang tak ia kenal,  mereka akan menilainya sebagai gadis dingin yang selalu spontan dan sarkastik

Dera jadi merasa bersalah karena tidak menceritakan hal yang membuatnya menangis padahal vivi lah yang membuatnya kembali tertawa, dera menatap vivi dengan ragu,  ia kemudian mulai bercerita tentang felly yang akan meninggalaknya.  Vivi mendengarkan dengan seksama, tidak memotong,  ataupun Menyela,  ia benar benar pendengar yang baik

"lo harusnya relain kak felly pergi,  Karen tugasnya sama lo udah selesai, dan dia punya banyak tugas lain yang belum selesai,  dia ngak mungkin stuck di lo,  sedangkan banyak anak anak yang butuh dia "

"tapi dia itu berharga banget buat gue"

"begitu juga buat anak anak yang udah dia asuh dan yang bakalan dia asuh"

"dia itu udah kayak kakak gue sendiri"

"tapi bukan berarti lo bisa menjerat dia cuma buat lo der"

"tapi-"

"gini" vivi mencondongkan tubuhnya lalu memegang pundak dera " kalau lo ngak ngelepasin kak felly itu artinya lo udah egois kesemua orang,  ke kak felly,  ke anak anak yang bakalan dia asuh dan ke diri lo sendiri" dera terdiam mendengar penjelasan vivi, mereka bahkan tak menyadari seseorang yang tengah tersenyum ibkis dibalik sebuah meja dengan sebuah buku ditangannya

Bel pulang sudah berdering,  ia segera berjalan ke parkiran,  ia melihat vano tengah menunggunya sambil tersenyum diatas motor

"udah selesai?  Yuk pulang" kata vano, dera menggeleng

"kak felly ngak ngejemput aku  ?"

"bukannya dari beberapa hari yang lalu kita udah sepakat kalau aku yang bakalan antar jemput kamu  ?" dera menggigit pipi bagian dalamnya, akhirnya ia mengangguk dan naik ke atas motor. 

Setelah sampai di depan gerbang,  dera melihat ada koper didepan rumahnya,  matanya kembali berkaca kaca, ia menatap dengan nanar koper itu,  air matanya mulai menetes,  vano yang melihat itu hendak menyentuh bahu dera namun belum sempat menggapainya gadis itu sudah terlebih dahulu berlari sambil menangis terisak

"KAK FELLY" dera berteriak parau

"iya kakak disini " teriak suara felly didalam kamarnya, dera segera naik dan membanting pintu tersebut membuat felly yang tengah merapihkan letak perhiasan terlonjak kaget, felly baru saja akan memarahinya tapi melihat dera berurai air mata membuat hatinya kembali terasa pedih
"kamu kenapa  ?" bukannya menjawab, dera malah berlari dan berjongkok dibawah felly yang duduk di tepi ranjang, dera menempelkan pipinya pada paha felly sambil terus menangis

"kak fe-felly,  dera mohon ja-jangan pergi" dera terus terisak

"dera" felly mengangkat dagu dera dan menatapnya dengan mata sayu dan senyum tipis

"kamu sudah memiliki teman dan orang orang yang sayang sama kamu, vano contohnya,  kamu ngak lagi sama kakak -"

"kalau itu yang bikin kakak pergi,  aku rela menjauh dan bahkan berenti dari diamon high school" felly menggeleng pelan,  perlahan ia mengusap jejak air mata dipipi dera dengan ibu jarinya

"kamu ngak perlu melakukan itu dera"

"kalau gitu kakak jangan pergi"

"kakak ngak bisa,  banyak anak anak lain yang butuh kakak sama seperti kamu-"

"KAKAK JAHAT  !!! KALAU TAU KAYA GINI,  DARI AWAL MENDINGAN KAKAK NGAK USAH DATANG KE DALAM KEHIDUPAN DERA  !!! KALAU PSDA AKHIRNYA KAKAK JUGA IKUT NYAKITIN AKU !!" dera berdiri lalu berlari keluar dari kamarnya sambil sesekali mengusap kasar air mata diwajahnya

Dera terus berlari, dan keluar daru rumah,  vano yang masih ada di depan gerbang,  melibat dera menangis sesegukan sambil berlari membuatnya khawatir,  ia turun dari motor dan mengejar dera yang terua saja berlari,  walaupun sebenarnya dera juga tidak tau mau kemana, ia hanya ingin berlari, seoleh itu adalah salah satu cara agar semua yang ia alami terlalui begitu saja

Sad girlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang