Bab Empat Belas

1.8K 350 65
                                    

"Kita akan beristirahat di sini," kata Dan sambil mengikat tali kekang kuda ke batang pohon.

"Di hutan?" tanya Cho.

"Ya."

"Hee ... padahal aku ingin tidur di kasur. Badanku pegal-pegal semua setelah berkuda seharian," rengek Cho.

"Tidak usah mengeluh. Setidaknya tubuhmu tidak secapek tubuhku," balas Dan ketus.

Karena kondisi Cho yang buta dan ketidakmampuan Mira dalam berkuda membuat mereka berempat naik kuda secara berpasangan. Cho bersama Dan, lalu Mira bersama Celena.

"Cih ... padahal dulu aku selalu mengajakmu pergi ke kota dan tidur di penginapan," sindir Cho. "Lagipula kenapa kita harus lewat jalan hutan begini? Ada banyak jalan yang lebih enak dan mudah dilewati. "

"Jalan perkotaan memang lebih mudah dilewati, tapi pemimpin wilayah akan menyadari pergerakan kita dan membuat misi ini gagal," jelas Dan. "Meskipun menggunakan sihir Obscure sekali pun, tidak akan bisa menurunkan aura kita selama satu minggu."

Cho mengerucutkan bibirnya. Ia tidak bisa membantah perkataan Dan yang sepenuhnya benar.

"Lagipula, banyak keuntungan yang kita dapatkan kalau pergi ke selatan melalui hutan. Kita bisa sampai di sana lebih cepat, bisa menyamarkan keberadaan kita, dan yang paling penting menghindarkan kita, terutama kau dari hal-hal tidak penting," lanjut Dan sembari menunjuk ke arah Cho.

Gadis buta bertubuh tinggi itu hanya senyum cengengesan ketika mendengar sindiran tajam dari Dan.

"Kalau begitu sekarang kita bagi tugas," kata Dan setelah menghela napas sejenak. "Aku akan mencari ikan di sungai. Cho dan Celena cari kayu bakar. Lalu Mira buat tenda."

"Baik!" jawab ketiga kesatria wanita Walta ini bersamaan.

***

Angin musim gugur menghempaskan daun-daun dari ranting pohon. Cho mengeratkan pelukannya, mencoba menghangatkan diri dari hawa dingin malam ini.

Gadis buta berambut hitam itu menengadahkan kepalanya dan menatap bulan purnama yang bersinar terang di sepertiga malam. Ia lalu mengangkat tangan kanannya, mencoba memeriksa kecepatan angin yang berembus. Angin yang menerpa punggung tangannya menandakan bahwa sebentar lagi giliran jaganya selesai dan akan digantikan yang lain.

"Cho."

Suara pelan milik Celena berhasil mengejutkannya dan membuat Cho sedikit terperanjat. "Oh ... Celena, kau rupanya."

"Ini sudah giliranku. Kau bisa tidur sekarang," kata Celena sembari berjalan ke arah Cho.

"Benarkah? Sepertinya masih ada beberapa menit sebelum giliranmu jaga."

"Tidak apa-apa. Lagipula aku sudah terlanjur bangun," balas gadis itu.

"Hm ... sebenarnya dengan senang hati aku membiarkanmu berjaga lebih awal, tapi sayangnya aku belum mengantuk," kata Cho. Gadis itu lalu mengarahkan tatapannya pada tenda berwarna putih tulang. "Sepertinya Mira memberiku sihir khusus agar tidak tidur sebelum giliran jagaku selesai."

"Memangnya ada sihir seperti itu?"

"Yah ... kurasa ada satu sihir seperti itu di elemen ilusi," jawab Cho sembari memegang dagunya. "Asal kau tahu, aku tidak pernah mengantuk sebelum giliran jagaku selesai. Padahal aku ini termasuk orang yang sangat suka tidur. Kalau bukan sihir, lalu karena apa lagi?"

"Kalau begitu aku akan menemanimu sampai giliranmu selesai," kata Celena seraya duduk di dekat Cho.

"Terima kasih."

Jilid I. Celena and The Born of New Sword [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang