Bab Dua Puluh Tiga

1.4K 286 36
                                    

Celena memacu kudanya memasuki Istana Permata Hijau. Ia baru saja kembali dari Lamian setelah selama dua minggu berada di sana untuk memantau proses pembangunan kota itu.

Tak terasa sudah dua bulan berlalu sejak ia menerima tawaran Carolus untuk makan malam di rumahnya. Meski waktu terus bergulir, Celena belum memberikan jawaban. Gadis itu masih memikirkan matang-matang tawaran yang diberikan Carolus.

Celena mengembalikan kuda berwarna cokelat yang ditumpanginya ke kandang. Ia mengelus-elus kuda itu beberapa kali dengan lembut.

"Kau pasti lelah, kan?" kata Celena lembut. "Terima kasih sudah menemaniku. Sekarang, istirahatlah. Aku akan memberimu makan yang banyak nanti."

Kuda itu meringkik senang lalu menempelkan kepalanya ke wajah Celena. Celena membalas ungkapan bahagia kuda itu dengan membelai pipinya beberapa kali. Terlihat sebuah senyum lembut menghiasi wajahnya.

"Lihat, anak magang itu."

Ucapan dari seorang laki-laki bertubuh tinggi dan berambut cokelat gelap yang berdiri tak jauh darinya membuat Celena berhenti mengelus kuda itu sejenak. Senyuman lembut yang sempat terukir di paras cantiknya pun ikut menghilang.

"Mentang-mentang lulusan terbaik di akademi dan dipilih langsung Tuan Dan untuk menjadi partnernya, dia jadi bertingkah sok hebat, sok spesial," lanjut laki-laki itu.

"Iya benar. Padahal baru magang tiga bulan, tapi sudah belagu begitu. Tidak ada sopan santunnya sama sekali pada senior. Dia bahkan selalu melengos setiap berpapasan dengan kita," timpal seorang wanita muda berambut hitam pendek. Ia lalu melirik sekilas ke arah Celena. "Ya ... wajar sih, orang luar memang tidak tahu sopan santun. Mereka cuma tahu cara mencari perhatian orang."

"Ah, benar juga. Kemarin dia pasti sengaja memamerkan kekuatannya saat menolong Tuan Carolus agar dipuji berbakat padahal tekniknya biasa-biasa saja."

"Benar-benar menjijikan."

"Iya."

Dua orang kesatria senior itu mendecak kesal sebelum pergi meninggalkan Celena.

Kuda berwarna cokelat yang sedari tadi dielus Celena kembali menempelkan kepalanya ke wajah gadis itu seolah mencoba menghiburnya. Seulas senyum tipis terukir di wajah Celena.

"Terima kasih. Aku tidak apa-apa," kata Celena sambil kembali membelai pipi kuda itu. Ia lalu menjauhkan wajahnya dan menatap kedua mata kuda itu. "Aku akan mengambil rumput dan air untukmu. Tunggu sebentar, ya."

Gadis berambut pirang itu mengelus beberapa kali pipi si kuda sebelum pergi meninggalkan kandang.

***

Celena bersandar ke salah satu pilar yang ada di koridor istana. Kedua matanya yang berwarna hijau emerald menatap langit. Meskipun sudah memasuki musim dingin, malam ini langitnya terlihat cerah. Celena bahkan bisa melihat bulan purnama yang bersinar terang.

Gadis berambut pirang itu melepas kalung pemberian dari Carolus lalu mengamati detail liontin berwarna merah yang sepertinya terbuat dari permata ruby.

"Kalung yang indah."

Suara khas milik Will membuat Celena sedikit terperanjat dari tempatnya.

"Dari siapa? Dan?" tanyanya antusias. Ia lalu duduk di sebelah Celena.

Celena menggeleng pelan. "Bukan," jawabnya lalu tersenyum.

"Sudah kuduga. Dasar orang pelit," timpal Will, "lalu, siapa yang memberimu kalung itu?"

"Tuan Carolus."

"Oh ..." Ekspresi Will berubah. Ia lalu mengamati kalung berliontin permata ruby itu lagi. "Kenapa dia memberimu barang yang terlihat sangat mahal seperti ini?"

Jilid I. Celena and The Born of New Sword [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang