Angin musim gugur menerbangkan daun-daun berwarna kemerahan yang berserakan di tanah. Dan mengalihkan tatapannya dari tali sepatu boots yang baru saja ia ikat ke arah langit. Anak laki-laki berumur sebelas tahun itu menikmati langit pagi yang terlihat sangat cerah hari ini.
"Kau sudah mau berangkat?"
Suara milik seorang gadis berambut cokelat kastanye membuat Dan menoleh ke arahnya.
"Ya," jawab anak laki-laki itu sambil mengangguk.
"Yah ... hari ini pasti terasa membosankan karena kau tidak bisa bermain dengan kami," kata gadis kecil itu sembari berjalan menghampiri Dan. Terlihat seorang anak laki-laki berambut cokelat muda berjalan mengikutinya dari belakang.
"Sudah kuduga kalau pikiranmu itu cuma bermain saja. Kau juga harus mulai memikirkan masa depanmu, Emma," ucap Dan sambil menyentil dahi gadis itu.
Emma refleks mengaduh kesakitan dan menutupi jidatnya dengan tangan kanan. Ia lalu mengerucutkan bibir sambil menatap Dan kesal. Dan hanya tersenyum melihatnya.
"Dan, kurasa akhir-akhir ini rasanya kau bekerja terlalu keras. Bukankah lebih baik untuk istirahat sebentar? Aku khawatir kalau kau sakit nanti," kata anak laki-laki berambut cokelat muda itu.
"Terima kasih sudah mengkhawatirkanku, Cedric, tapi aku tidak bisa mengambil jatah liburku di saat-saat mendekati musim dingin seperti ini. Ini adalah kesempatan emas untuk mendapatkan bonus karena banyak orang yang datang dan berbelanja," bantah Dan. Ia lalu menyunggingkan seulas senyum. "Lagi pula hari ini adalah hari terakhir aku bekerja sebelum libur musim dingin. Jadi, jangan khawatir."
Cedric hanya terdiam.
"Baiklah, kami akan mengizinkanmu bekerja, tapi ada syaratnya," ucap Emma.
"Syarat?" tanya Dan mengernyit. "Tunggu dulu. Kenapa aku jadi harus mendapatkan izin dari kalian untuk bisa pergi bekerja?"
Emma meletakkan jari telunjuk di bibirnya, mengisyratkan Dan untuk berhenti protes. "Bawakan kami oleh-oleh," lanjut gadis itu.
"Oleh-oleh? Bukankah aku sudah sering membawakannya untuk kalian?"
"Oleh-oleh yang aku− maksudku, kami inginkan bukan yang sering kau bawa pulang melainkan oleh-oleh yang mampu membuat kami dengan rela melepasmu bekerja dan justru mengharapkanmu untuk pergi ke kota," jawab Emma.
"Hah?" tanya Dan bingung.
Emma langsung berjalan ke belakang punggung Dan. "Sudah sana berangkat, nanti kau bisa terlambat," katanya sambil mendorong anak laki-laki itu. "Jangan lupa untuk memikirkan ucapanku tadi, ya."
Dan menatap wajah Emma yang terlihat puas membuat dirinya tidak berkutik. "Baiklah. Aku berangkat dulu."
"Hm, hati-hati di jalan."
***
Dan meletakkan keranjang rotan yang berisi penuh apel ke depan toko buah tempatnya bekerja. Mungkin ini keranjang kelima yang dia angkut ke depan dari gudang penyimpanan. Sesuai dugaannya, banyak orang yang berbelanja hari ini.
"Terima kasih atas bantuannya beberapa hari terakhir ini, ya, Nak Dan," kata seorang wanita berambut cokelat gelap. Ia lalu menyunggingkan seulas senyum di wajahnya. "Jika kau tak ada, mungkin Bibi akan kerepotan melayani semua pembeli."
Dan membalas senyum itu. "Justru saya yang harus berterima kasih pada Bibi Martha karena sudah memberikan saya pekerjaan ini dan bahkan sering memberiku bonus makan siang atau oleh-oleh."
Wanita bernama Martha itu tersenyum lalu mengusap kepala Dan lembut. "Kau sudah boleh beristirahat."
Dan membalas senyum itu sembari mengangguk. "Terima kasih, Bibi Martha."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jilid I. Celena and The Born of New Sword [END]
Fantasy#Wattys2020 Winner - Fantasy Kehilangan bukan sesuatu yang dapat dijadikan alasan untuk menyerah. Menyerah untuk tertawa, menyerah untuk bertarung, atau menyerah untuk hidup. Meski kehilangan identitas dan jati dirinya, gadis itu tak menyerah. Denga...