"Apa-apaan sikap Paman Carolus?" tanya Alicia kesal. Gadis berambut lurus panjang berwarna cokelat kastanye itu merentangkan kedua tangannya dan membiarkan seorang pelayan wanita membantunya memakai pakaian untuk latihan memanahnya hari ini.
Celena yang berdiri di dekat pintu kamar Alicia hanya terdiam. Kabar tentang pernyataan Carolus yang akan menggulingkan Will dari posisi raja semalam sudah tersebar ke seluruh penjuru istana.
Will yang mengetahui hal itu langsung meminta seluruh prajurit, kesatria, pelayan, dan pekerja di istana untuk tetap tenang. Dia tidak ingin membuat kepanikan di masyarakat.
"Terima kasih," kata Alicia setelah menerima busur dan panah dari pelayan wanita itu.
Pelayan wanita berambut hitam yang digelung rapi ke atas itu menundukkan kepala lalu mundur beberapa langkah untuk memberi jalan pada Alicia.
Alicia langsung berjalan keluar yang diikuti Celena dan beberapa pelayan wanita di belakang. Mereka menuju halaman belakang istana, tempat di mana Alicia sering menghabiskan waktu untuk mengasah kemampuan memanahnya.
Gadis yang akan berumur enam belas tahun beberapa bulan lagi ini langsung memasang posisi kuda-kuda. Ia merentangkan busur dan membidikkan panahnya ke bagian tengah papan target. Panah itu memelesat dan mengenai hampir di bagian tengah papan target.
Alicia kembali mengambil panah dan membidiknya ke bagian tengah papan target. Lagi-lagi, panahnya meleset.
"Ah!" teriak Alicia kesal. "Aku tidak bisa berkonsentrasi."
Celena buru-buru menghampiri Alicia dan memberikan botol berisi air kepadanya. Alicia langsung mengambil alih botol itu dari tangan Celena dan meminumnya.
"Kenapa Paman Carolus menginginkan Kakak turun dari takhta?" tanyanya setelah meminum air.
"Aku mendengar dari orang-orang kalau Tuan Carolus tidak puas dengan kepemimpinan Will," jawab Celena.
"Tidak puas bagaimana? Apa yang membuat Paman tidak puas dengan kepemimpinan Kakak?" tanya Alicia penuh emosi.
"Mungkin karena Will tidak pernah mau ikut berperang?" tanya Celena ragu.
Alicia langsung menatap tajam Celena.
"Aku dengar kalau Tuan Carolus menghabiskan masa mudanya di medan perang. Mungkin beliau kecewa karena tidak bisa berkontribusi dalam perluasan wilayah kekuasan Walta di umurnya sekarang," tambah Celena cepat.
Kedua matanya yang berwarna cokelat gelap menatap Celena sejenak. Ia lalu menyerahkan busur dan panahnya pada Celena.
"Aku tahu kalau Paman Carolus selalu memikirkan Walta. Aku juga yakin kalau semua tindakan yang ia lakukan adalah untuk kebaikan Walta," kata Alicia sembari berjalan menuju bangku taman. Ia lalu duduk di ujung sebelah kanan bangku itu. "Namun, apakah logis meminta kakakku turun dari posisi raja hanya karena dia tidak mengizinkan Walta ikut berperang?"
Celena terdiam di samping Alicia.
Alicia menyilangkan kedua kakinya. "Lagipula, apa pentingnya sebuah perang?" tanyanya berapi-api. "Kita akan melihat kesedihan dan merasakan kehilangan. Bukankah lebih baik kita menjauh dari perang dan hidup dengan damai?"
"Beberapa orang mencari sesuatu yang penting bagi mereka di sana," sahut Celena.
"Apakah itu hanya bisa ditemukan melalui perang?"
"Mungkin."
"Yah ... aku tidak tahu sepenting apa hal itu, tapi aku lebih baik melupakannya dan mencari hal lain," ucap Alicia setelah terdiam beberapa saat. Ia lalu memandang langit yang berwarna biru cerah. "Lebih baik aku hidup bahagia meskipun itu palsu daripada merasakan sakit yang tidak akan terlupakan seumur hidupku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jilid I. Celena and The Born of New Sword [END]
Fantasy#Wattys2020 Winner - Fantasy Kehilangan bukan sesuatu yang dapat dijadikan alasan untuk menyerah. Menyerah untuk tertawa, menyerah untuk bertarung, atau menyerah untuk hidup. Meski kehilangan identitas dan jati dirinya, gadis itu tak menyerah. Denga...