Albert membawa Dan dan Celena ke rumah pribadinya yang terletak tak jauh dari alun-alun kota.
"Maaf, jika jamuan kami tidak memuaskan," kata Albert saat seorang wanita paruh baya datang dan meletakkan tiga cangkir teh di meja tamu.
"Anda tidak perlu meminta maaf. Lagipula kami datang ke sini bukan untuk bertamu melainkan untuk mendapatkan informasi."
"Informasi apa yang ingin Tuan Dan ketahui?"
"Tentang kejadian hari ini. Aku ingin tahu kenapa masyarakat takut bertemu kesatria atau orang yang membawa pedang," jawab Dan. Ia lalu menyipitkan kedua matanya. "Aku yakin tingkah laku mereka ini ada kaitannya dengan kasus orang hilang secara mendadak di sini. Iya, kan?"
Albert memejamkan matanya sejenak sebelum menatap Dan kembali. "Sebelum saya menjawab pertanyaan Anda, ada yang ingin saya pastikan terlebih dahulu." Pria paruh baya itu menggunakan kedua tangannya untuk menopang dagu. "Tuan Dan, apakah Yang Mulia Will adalah pemimpin yang haus akan kekuasaan?"
Dan menaikkan alisnya sebelah. "Kenapa Anda bertanya seperti itu?"
"Apa Tuan Dan ingat satu tahun yang lalu Lamian dan Wade terkena bencana angin topan?"
"Hm ... tentu saja karena saat itu akulah yang diutus Will untuk memeriksa kondisi sekaligus membawa bantuan," jawab Dan seraya menganggukkan kepala.
"Bencana itu berhasil menghancurkan sebagian besar pemukiman warga dan membuat perekonomian kota ini terpuruk. Kami sangat bersyukur atas bantuan yang diberikan istana. Tanpa bantuan itu, saya yakin kota ini akan menjadi kota mati. Namun, dua bulan setelah Tuan Dan beserta rekan-rekan kesatria lain pergi, kami sudah tidak mendapat bantuan lagi," jelas Albert.
"Bagaimana bisa?" tanya Dan berpura-pura terkejut. "Setiap bulan Will selalu mengirimkan bantuan untuk Lamian dan Wade. Dia bahkan sudah menganggarkan bantuan ini sampai tahun depan."
"Saya dan warga juga menganggap kejadian ini janggal karena tidak mungkin seseorang yang perhatian seperti Yang Mulia Will berhenti memberikan bantuan hanya dalam waktu dua bulan pascabencana itu terjadi.
"Saya dan beberapa warga bersama perwakilan Wade lalu datang ke kediaman Tuan Carolus untuk menanyakan hal itu.
"Saat itu Tuan Carolus bilang kalau beliau juga belum mendapatkan kabar tentang adanya penundaan pengiriman bantuan atau semacamnya. Beliau lalu berjanji akan menanyakan hal itu dan meminta kami untuk kembali minggu depan.
"Kami kembali ke kediaman Tuan Carolus seminggu kemudian dan mendapat kabar kalau istana memang sudah berhenti memberi bantuan kepada kota kami," jelas Albert.
"Apa saat itu Anda menanyakan alasan istana berhenti memberi bantuan?" tanya Dan.
Pria paruh baya itu mengangguk. "Tapi jawaban yang kami terima malah membuat kami sangat kecewa," jawab Albert. "Tuan Carolus bilang kalau saat ini pihak istana sedang menginvestasikan sebagian besar anggaran untuk divisi militer sehingga terjadi pengurangan anggaran untuk bantuan sosial.
"Tentu saja kami tidak menyerah dan memohon pada Tuan Carolus untuk membantu daerah kami dengan dana wilayah, tapi Tuan Carolus mengatakan kalau beliau tidak bisa membantu kami karena dana yang dimiliki wilayah terbatas dan sudah difokuskan untuk perbaikan benteng di daerah perbatasan.
"Kami bertanya pada Tuan Carolus, apakah pembangunan itu tidak bisa ditunda dan beliau menjawab tidak bisa karena itu adalah perintah dari Yang Mulia Will.
"Kami tidak habis pikir, kenapa Yang Mulia Will lebih mementingkan sesuatu yang mungkin sebenarnya bisa ditunda daripada membantu kami yang sedang sekarat. Kami bertanya-tanya, apa mungkin Yang Mulia Will sudah dibutakan oleh rasa haus akan kekuasaan sehingga membuat beliau mengabaikan kami?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jilid I. Celena and The Born of New Sword [END]
Fantasy#Wattys2020 Winner - Fantasy Kehilangan bukan sesuatu yang dapat dijadikan alasan untuk menyerah. Menyerah untuk tertawa, menyerah untuk bertarung, atau menyerah untuk hidup. Meski kehilangan identitas dan jati dirinya, gadis itu tak menyerah. Denga...