Sekumpulan laki-laki bertubuh besar dan memakai pakaian berlengan pendek mengelilingi Dan, Celena, Mira, dan Cho seakan menghalangi mereka untuk melarikan diri. "Oi ... oi ... sepertinya ada mangsa enak di sini," kata seorang pria bertubuh tinggi besar yang berdiri di depan rekan-rekannya.
"Mereka terlihat seperti berasal dari keluarga kaya, Bang. Bisa jadi mereka dari keluarga bangsawan," sahut seorang pria bertubuh kurus yang berada di samping pria tadi.
Dan menahan decakan kesal keluar dari mulutnya. Ia sebenarnya tidak ingin terlibat pertempuran melawan sekelompok perampok karena itu hanya akan membuang waktu mereka yang berharga. Namun, gara-gara Cho bangun kesiangan, mereka terpaksa terjebak dalam situasi ini.
"Bang, lihat! Ada tiga perempuan di sana," kata anggota kelompok perampok yang lain sembari menunjuk ke arah Cho, Mira, dan Celena. "Dua orang gadis dan satu anak kecil. Mereka semua cantik. Kita bisa manfaatkan atau jual mereka dengan harga tinggi."
"Anak kecil katamu?" gumam Mira yang terdengar seperti sebuah gerutu.
Celena yang berdiri tepat di samping Mira hanya bisa bergidik ngeri melihat ekspresi gadis berambut pirang pucat itu sekarang.
"Oh ... benarkah?" tanya si pria bertubuh tinggi besar sembari berjalan ke arah mereka. Ia lalu melongok ke arah tiga kesatria wanita Walta itu dan mengabaikan Dan yang berdiri di depannya. "Halo gadis-gadis, sepertinya kalian kurang beruntung hari ini, ya. Tenang saja jika kalian menurut, kami tidak akan melukai kalian."
"Kenapa kami harus menuruti kalian?" tanya Dan dengan nada datar.
"Hah?" Pria bertubuh besar itu mundur beberapa langkah lalu menatap lurus ke arah Dan. "Apa katamu?"
"Kenapa kami harus menuruti kalian?" tanya Dan lagi. "Memangnya siapa kalian?"
Semua anggota kelompok perampok ini tertawa terbahak-bahak.
"Dia belum tahu kita, Bang!"
"Mungkin dia tinggal di gua, Bang. Makanya dia tidak tahu siapa kita."
"Kalau dia tahu siapa kita dan siapa yang berada di belakang kelompok kita, dia pasti akan langsung pergi mencari ibunya dan menangis tersedu-sedu."
Beberapa orang lalu membuat suara tangis yang dibuat-buat untuk mengejek Dan. Tak lama pria bertubuh besar itu mengisyaratkan bawahannya untuk diam.
"Wajahmu tak asing, apakah kau dari ibukota?"
"Ya."
Pria bertubuh besar itu lalu tertawa senang. "Benar-benar suatu keberuntungan. Aku tidak menyangka hari ini kita bisa mendapatkan dua tangkapan dalam sekali lempar."
Dan mengernyit. "Apa maksudmu?"
"Kalian pasti membawa bantuan untuk Lamian dan Wade, kan?" tanya pria besar itu sembari melongok ke barang bawaan mereka. "Yah, meskipun sepertinya bawaan kalian tidak banyak, setidaknya dengan merampas barang kalian, aku sudah melakukan perintah dari bangsawan itu."
"Perintah? Siapa bangsawan yang memerintahkanmu?" tanya Dan.
"Mangsa sepertimu tidak perlu tahu apa-apa. Tugasmu hanya cukup mati dan biarkan kami mendapatkan semua barangmu, termasuk gadis-gadis ini."
Helaan napas yang berasal dari Dan membuat pria bertubuh besar itu mengernyit. Laki-laki berambut hitam pendek itu lalu menatap lurus ke pria yang memiliki tubuh dua kali lebih kekar darinya. "Sepertinya tidak ada cara lain."
Kedua bola mata Dan yang berwarna biru laut bergerak cepat. Dia mencoba menganalisa situasi dan kekuatan musuh sebanyak yang ia bisa.
Jumlah anggota kelompok mereka sekitar empat puluh orang. Meskipun mereka bersenjata, mereka terlihat tidak ahli menggunakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jilid I. Celena and The Born of New Sword [END]
Fantasy#Wattys2020 Winner - Fantasy Kehilangan bukan sesuatu yang dapat dijadikan alasan untuk menyerah. Menyerah untuk tertawa, menyerah untuk bertarung, atau menyerah untuk hidup. Meski kehilangan identitas dan jati dirinya, gadis itu tak menyerah. Denga...