2. The glutton

328 155 31
                                        

Happy reading:-D

Dia segalanya...
Dia terpenting...
Dia berarti...

___DavinA.

Suasana kantin hari ini masih sama seperti biasanya, ramai, berisik, dan penuh dengan suara dentingan sendok dan garpu yang beradu diatas piring.

Terdengar suara yang keras membahana "Yuhuuuuuu spada Yuna datang nihhh," berlari sembari menebarkan senyuman yang lebar, para penghuni kantin tidak heran dengan kelakuan Yuna, mereka sudah sering mendengarkan suara teriakan nan keras itu setiap harinya.

Yuna menghempaskan tubuhnya di kursi lantas menyengir lebar dihadapan dua sejoli didepannya yang malah menatap Yuna dengan tajam, setajam pisaunya emak pedagang kantin.

"Yuna gimana sihh ini pentol terakhir hinggap di wajah pacar tercantik gue." vino kesal, ia selalu beranggapan bahwa makanan suapan terakhir yang teristimewa, entah apa yang dipikiran seorang Vino Baskara anak lelaki yang lebay menurut seorang Anjas Lusiana mantan sahabatnya yang kini jadi pacar Vino.

Anjas memasang wajah Marah, mata melotot, gigi menggertak, napas memburu, siapapun yang melihat akan merasa melihat monster secara live, melihat mata Anjas melotot seperti itu membuat ia ingin berlari dari situasi ini. Vino mengambi tisu disebelah mangkok baksonya langsung mengelap wajah Anjas, wajah sang kekasih tercintahhhnya.

"Duhh Yayang maafin aku, aku ga sengaja, kalo aja enggak kaget denger suara teriakan tarzan," mengelap wajah Anjas dengan ekspresi ketakutannya, ia terlalu takut diterkam singa betina, "Apa sihh Yayang-yayang, itu tisu sadar gak sihh bekas ingus lo!" Anjas menepis tangan Vino dengan kasar, sungguh ia sangat kesal dengan pacarnya.

Davin datang dengan tangan sebelah kanan dan kiri memegang dua mangkuk bakso, pesanan Yuna dan milik dirinya.
"Nih pesenan kamu Yun nanti minumnya nyusul," minuman yang dipesan tiba diantar oleh Bu kantin, Davin meletakan satu mangkuk bakso didepan Yuna dengan senyum tipis dibibirnya tentu dibalas Yuna dengan senyuman lebar nan manis andalan Yuna.

"Makasi Davin." Yuna tersenyum kepada davin.

"Hmm," dibalas Davin dengan gumaman, saat tangan Yuna ingin menyentuh wadah sambal diatas meja langsung ditepis oleh tangan Davin "Yun aku kan udah bilangin jangan nambahin sambal, itu gak baik buat kesehatan kamu!" Davin dengan sabar menasehati Yuna, ia tidak mau Yuna sakit perut, ia tak suka melihat sahabat kecilnya sakit.

"Dikit aja deh," dengan tangan yang disatukan didepan dada, Yuna ingin membuat Davin luluh dan berakhir mengizinkannya.
"Sekali enggak ya tetap enggak!" Intonasi suara Davin meninggi, Davin sudah marah ia tipe manusia yang tak tahan dengan emosi.
Lantaran takut melihat wajah menyeramkan Davin, Yuna memakan bakso tanpa sambal, padahal ia kan suka yang pedas.

"Yun ganti nih pentol bakso gue, pokoknya gue minta pentol bakso lo sekarang juga!" Vino merasa tidak adil jika belum balas dendam atas kejadian tadi.

"Gak, kamu gak boleh ambil pentol bakso Yuna, ini milik Yuna, mereka sudah ditakdirkan untuk masuk keperut Yuna hari ini!"
Dengan kedua tangan diletakan didepan mangkok baksonya ia berusaha melindungi makanan yang ia miliki.

"Vino lo apaan sih, tadi aja udah makan banyak, sekarang lo mau ambil jatahnya Yuna?" Nahh kann Anjas angkat suara, bagaimanapun Yuna adalah sahabat Anjas dari kecil jadi ia membelanya, suruh siapa Vino terkejut lebay seperti tadi, memang dasarnya Vino lebay, kalau saja Vino tak selebay itu terkejut, pentol bakso itu juga tidak akan loncat dari mulut Vino.

"Yayangku itukan gara - gara Yuna, suapan terakhir yang paling nikmat itu hilang seketika," ekspresi Vino dibuat menyedihkan dengan bibir dilengkungkan ke bawah.

"Bukannya gue kasihan liat ekspresi lo, tapi bikin pengen muntah." Anjas mengatakan dengan membuat ekspresi seolah ingin muntah, sedangkan orang yang dibela malah ketawa keras, "Hahahaha," tawa Yuna menggelegar di penjuru kantin seketika membuat siswa/i diam kemudian melanjutkan acara makan yang tertunda, mekeka sudah tau pasti itu bukan hal yang penting jika menyangkut seorang Yuna yang memiliki suara sekeras toa dan tawa seperti Nenek lampir, Yuna ketawa kalau Davin mahh cuek saja ia makan dengan anteng, seolah tak mendengarkan perdebatan para teman - temannya yang bar-bar bin aneh.

Anjas menarik telinga Vino untuk keluar kantin namun masih sempat mengambil pentol terakhir bagian Yuna, dengan tertawa keras Vino menjauh dari kantin namun masih di Seret Anjas pacar yang galak mungkin pikir orang yang melihat kelakuan Anjas.

"Vinoooo ini gimana....Arhhhh pentol aku hilang nihhh." Yuna mencak - mencak dikantin dan mulutnya yang tak pernah berhenti untuk mengeluarkan sumpah serapah.

Tiba - tiba mangkok bakso Yuna digeser dan Davin memberikan mangkok bakso miliknya.

Yuna tersenyum lebar dengan cekatan memakan bakso yang diberikan Davin.
"Makasii Davin kamu emang paling ngertiin aku deh." Yuna mengancungkan kedua jempol.

"Hmm."

Davin tahu Yuna tak akan pernah kenyang dengan satu mangkok bakso saja, ia memberi mangkok jatahnya, hampir setiap hari Davin rela memberinya untuk Yuna walaupun Davin merasa belum cukup kenyang, ini hanya demi Yuna.

Davin melirik Yuna yang terburu-buru menghabiskan makanan didalam mangkok dengan ganas.

"Pelan aja makannya aku juga gak bakal ngambil balik," tangan Davin mengusap kepala Yuna dengan sayang.
"Swiapa tahuw kwan," mulut Yuna penuh mengunyah bakso.

"Dasar rakus," cibir Davin.

"Apa kamu bilang?" Yuna berhenti mengunyah dan melirik Davin dengan tajam.

"Enggak ada, habisin terus ke kelas,"Davin mengalihkan tatapannya dari mata Yuna.

"Iyaa ini udah." Yuna bangun lalu menarik tangan Davin ke kelas.

❤❤❤❤

Jangan lupa tinggalkan jejak ya
Di vote kalau suka;-)

FriendzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang