3. Dusk

280 142 32
                                    

Happy reading;-)

Bolehkah aku menanam harapan?, walau tidak tau pada akhirnya tumbuh menjadi kebahagian atau kesedihan.

___Yuna M.

Langit yang berwarna biru kini berubah menjadi jingga kemerah - merahan, sungguh indah ciptaanmu Tuhan, hal yang  yang mampu menyegarkan mata dikala sang surya akan pergi.

Senja memang sesaat, tetapi ia selalu datang kembali saat sore menjelang malam, ia pergi tapi untuk kembali lagi tanpa harus berjanji.

"Yun apa mereka mau seperti senja, yang datang walau sesaat tapi selalu kembali lagi." Davin menghela nafas, melihat kedepan dimana adanya senja.

Kini Yuna dengan Davin berada di balkon Apartemen milik Davin tepatnya di lantai 11 setelah menghabiskan waktu yang melelahkan disekolah, menikmati sang senja yang berlahan mulai mengilang adalah pilihat yang tepat untuk menenangkan pikiran.

Yuna melirik Davin yang berdiri disebelahnya,
"Dav percaya orangtua kamu ingat untuk pulang, mereka sangat menyayangi kamu," Menenggam tangan Davin diatas pembatas balkon, Yuna berusaha memberi kekuatan pada Davin, dibalik sifat dingin ia punya sisi rapuh.

"Gimana mau percaya datang ga pernah, mereka lupa punya anak yang nunggu di rumah, aku mau mereka seperti senja setidaknya datang sesaat," Kembali yang dimaksud Davin adalah pulang ke rumah, Davin merasa kesepian jika diam dirumah sendiri, sepi lantaran ia sendiri, percuma rumah besar yang huni cuma ia seorang, ini alasan kenapa Davin memilih tinggal di Arpatemen.

Yuna melihat mata Davin dimana ia merasa Davin akan menumpahkan air mata, dengan sigap Yuna memeluk Davin, benar saja setelah dipeluk air mata yang ditahan Davin keluar secara berlahan, dengan sangat erat ia membalas pelukan Yuna.

"Yun jangan pernah perfikir untuk ninggalin aku, mungkin suatu saat nanti akan ada saatnya lelaki lain akan menjaga kamu lebih dari aku," Davin semakin mengeratkan pelukan yang terasa menghangatkannya, pelukan sang gadis yang ia sayangi sedari dulu bagaimanapun ia harus melindungi sahabat polosnya.

"Dav aku ga bakal ninggalin kamu." Yuna tersenyum, berjinjit untuk menggapai wajah Davin lalu mengusap air mata yang jatuh dari pelupuk mata Davin.

"Dan aku harap itu kamu Dav," batin Yuna.

"Dav ada yang aneh dari kamu dehhh." Yuna melirik Davin dengan mengerutkan kedua alis.

"Apa?"

"Anehnya itu tadi kamu ngomong tumben panjang, jadi harus sedih dulu baru bisa ngomong kayak tadi?" Yuna menyolek pundak Davin.

Davin mencubit hidung Yuna, lengkungan bulat sabit tercipta dibibirnya, senyum yang hanya bisa dilihat Yuna,"Gak lah."

"Sakitt Dav, kamu mau buat hidungku merah, itu buat hidungku merah...terus kelitan jelek." Yuna melengkungkan bibirnya kebawah, padahal Davin pikir itu malahh menambah kesan imut Yuna.

"Biarin," Davin menarik tangan Yuna kedalam bagaimanapun senja sudah hilang, udara dingin terasa menusuk kulit, ini tidak bagus untuk Yuna nanti, bisa membuat Yuna sakit.

"Tunggu dulu...." Yuna menghadap ke langit," terimakasih senja sudah mau menemani." Yuna berbalik menarik tangan Davin kedalam Apartemen, Davin hanya mampu terkekeh melihat Yuna seperti itu.

"Ayoo Dav kita ke Apartemenku, Ibu masak banyak hari ini,"
Davin hanya mengangguk menandakan ia setuju.

❤❤❤

Yuna membuka pintu Apartemen yang tepat bersebelahan dari Apartemen milik Davin, tangan Davin digenggam erat Yuna, ditariknya Davin kedalam.

"IBU YUNA UDAH PULANG NIHH,"kebiasaan Yuna selalu teriak apa ia tidak sadar suaranya sangat keras seperti toa ,membuat Ibu Yuna heran perasaan dulu ia maupun sang suami yang sudah meniggal merasa tidak pernah memiliki sifat seperti anaknya apa mungkin salah ngidam?.

Nisa Maharani nama Ibu Yuna ia sudah ditinggal suami sejak Yuna berumur 7 tahun, ia tinggal berdua bersama Yuna, suaminya meninggal karena sebuah kecelakaan.

"Yun kamu tau kan ini Apartemen bukan hutan, jadi ilangin kebiasaan teriak." Nisa merasa akan tuli jika setiap hari mendengar teriakan yuna yang memekikan telinga.

"Iya Bu nggak lagi deh." Yuna berlari dan memeluk Ibunya dari belakang, wanita yang sangat ia sayangi karena bagaimanapun ia hanya punya Ibu.

"Dihhh.... manja,"Nisa melirik ke be arah pintu Apartemen begitu terkejutnya melihat Davin yang hanya berdiri didepan pintu, ia tak sadar kedatangan Davin saat bersama Yuna.

"Ehhh Davin kok kamu diem aja disitu ayo sini masuk."
Nisa menghampiri Davin lalu memegang bahu Davin, Nisa tersenyum,"Dav Ibu mau nitip Yuna ya...soalnya Ibu mau kebutik ada hal yang mendadak harus Ibu selesaikan." Davin mengangguk sembari tersenyum tipis.

"Yun jangan lupa makan sama Davin, Ibu sudah masak makanan kesukaan kalian, Ibu berangkat," walau Yuna dan Davin akan berdua saja di Apartemen, Nisa percaya Davin tak akan pernah melakukan hal - hal yang tak seharusnya dilakukan, bukankah ia sudah mengenal Davin dari kecil.

"Ibu mungkin akan pulang besok malam."

"Iya Bu." Yuna melambaikan tangan.

"Hati - hati Bu," lanjut Davin.

Pintu menutup, Nisa sudah berangkat ke butik.

"Dav ayo kita makan."

"Iya Yun."

❤❤❤

Jam menunjukan pukul 10 malam, Davin baru saja datang dari supermaket untuk membelikan Yuna ice crem, bagaimanapun gadis itu merengek pada Davin serta mengeluarkan bujukan yang mampu membuat Davin luluh, namum sekarang Yuna sudah tertidur pulas disofa.

Davin memendekati sofa,
ia membelai rambut Yuna yang hitam legam dengan sayang kemudian mencium puncak kepala yuna.

Davin memutuskan menggendong Yuna kedalam kamar ala bridal style, Davin membaringkan tubuh yuna dengan hati - hati diatas kasur takut membuat Yuna terbangun.

Davin memandangi Yuna yang tertidur, Yun andai aku bisa membuat hubungan kita lebih dari sahabat, namun aku terlalu takut tuk melakukannya, Davin membatin.

Davin keluar, ia akan tidur disofa dan menyimpan ice crem milik gadis tersayangnya ke lemari pendingin, bagaimapun pasti Yuna ingat untuk meminta makanan favoritnya.

❤❤❤❤

Jangan lupa tinggalkan jejak ya + vote biar aku tambah semangat nulisnya;)

FriendzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang