Azzam menepikan mobilnya di tepi jalan lalu melepaskan seat beltnya dan memutar badanya menghadap ke Sasha.
"Tatap mata Kakak dan jawab sejujur-jujurnya. Selama kau menjawabnya dengan jujur tidak akan pernah terjadi perceraian diantara kita, Kakak yang akan mempertahankan kamu."
Sasha membalas tatapan Azzam merasa ada sesuatu yang didiketahui oleh Azzam.
"Apa maksud ucapan Kakak, apa hubungannya dengan jawaban jujurku dengan perceraian kita," bingung Sasha.
Azzam terdiam sebentar menatap kedalam mata Sasha.
"Kakak akan membebaskan kamu dari status kita yang sekarang, jika menurutmu pernikahan ini hanya menjadi beban buat kamu, kakak hanya ingin memastikan saja dengan jawaban kamu.
Sasha semakin tidak mengerti dengan ucapan Azzam "Apa lagi ini yaa Allah," batin Sasha. dia hanya diam menolehkan pandangannya keluar jendela.
"Uin! lihat Kakak."
Dengan malas Sasha menolehkan wajahnya menatap Azzam.
"Sebelum kamu ke Amerika, selama kedekatan kita apa pernah kamu mencintai Kakak?"
Sasha auto speechless, tidak tau harus jawab apa, rasanya terlalu malu untuk berkata jujur kepada Azzam. dia semakin bingung mungkinkah maksud Azzam jika dirinya mengaku pernah mencintai maka Azzam akan mempertahankan pernikahannya?
Air mata sudah menetes dipipinya, hal yang dia ingin lupakan terungkit kembali, Azzam yang melihat itu mengulurkan tangannya menyeka air matanya.
"Uin, tolong jawab dengan jujur, sayang."
Dengan mengumpulkan kekuatan dan keberaniannya Sasha pun hanya bisa mengangguk mengembangkan seyuman dibibir Azzam.
"Sejak kapan kamu mencintai Kakak?" tanya Azzam lembut seperti bisikan.
"Sudah lama," lirih Sasha yang menundukkan kepalanya.
"Tepatnya kapan kamu menjatuhkan hatimu?"
"kelas 11" cicit Sasha merasa sangat malu, wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus.
Azzam membelai kedua pipi Sasha membuatnya semakin memerah karena malu, menyadari itu Azzam menarik Sasha kedalam pelukannya. "Maafkan Kakak yang tidak pernah menyadarinya sayang, Maaf."
"Jangan pernah sebut lagi kata perceraian, karna itu tidak akan pernah terjadi kecuali maut memisahkan kita." ujar Azzam melerai pelukannya.
"Tapi, Kak. Itu dulu, sekarang sudah tidak ada lagi perasaan itu, semua sudah terkikis dan terhapus oleh waktu, tidak ada lagi yang tersisa. Saat ini aku membangun dinding pembatas dihatiku untuk kakak." ungkap Sasha menyentil hati Azzam.
"Maaf sayang."
"Aku sudah sangat lelah, Kak. Aku pernah berjanji pada diriku sendiri, akan mencintai sampai aku lelah, dan puncak kelelahanku disaat kakak mencintai wanita lain," isaknya, tangis Sasha kini sudah pecah, dia tidak bisa lagi membendungnya.
Azzam kembali menarik tubuh Sasha kedalam pelukannya dan memeluknya erat.
"Tetaplah di tempatmu, Kakak yang akan mendatangimu," bisik Azzam ditelinga sasha.
"Jangan lagi, Kak. Aku takut terjatuh lagi, rasanya sangat sakit, butuh waktu empat tahun mengobatinya. Aku mohon jangan lagi memberikan aku harapan dan jangan memperlakukan aku yang bisa membuatku kembali terluka, stop sampai disini, Kak." isak Sasha lagi.
Waktu empat tahun bukanlah waktu yang singkat untuk belajar membuang kesakitan itu, menahan rasa rindu yang sangat mendalam kepada keempat orang tuanya bukanlah hal yang mudah, menangis sendiri dikeremangan malam disaat semua orang sudah terlelap. Semua itu tidak mudah dilalui olehnya, tapi hanya dalam waktu yang sangat singkat luka itu seolah tergores kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE in SILENCE **End**
RomanceDiusia yang masih belia, seorang gadis diam-diam memendam perasaannya sendiri kepada seorang laki-laki yang usianya terpaut jauh darinya, yang tak lain adalah kakak sepupunya sendiri anak dari kakak ayahnya. Ketika sang cinta melabuhkan hatinya kepa...