AFFAIR - 19

4.6K 415 192
                                    



"Dia sempat datang kerumah, tapi pergi lagi dengan koper besar"

Jeon memijat pangkal hidungnya dengan mata terpejam, nafasnya terdengar memburu dengan gemuruh emosi yang siap ia luapkan. Semua berantakan, hancur sudah! Apa yang selama ini ia perjuangkan sia-sia belaka. Bukan ini yang ia harapkan, sungguh tak pernah terbayangkan jika ia akan berbuat sebejat ini. Namun, tak ada pilihan lain, ancaman Liana lebih menyakitkan jika benar-benar terjadi. Bukan hanya ia saja yang terkena imbasnya, bahkan sang kakek yang sudah renta, mama, bahkan kelangsungan perusahaan bisa saja akan ikut terkena imbas.

"Terus awasi, jangan biarkan dia hidup kesusahan"

"Kenapa bukan kau saja yang kesini tuan? Bukankah kau kekasihnya?" Cibir Hoseok dibalik sambungan telepon.

"Lagipula, sejak kapan pekerjaan sekretaris beralih menjadi mengawasi wanita? Hell! Kau meremehkan kemampuan dan nilai gemilangku?"

Jeon yang awalnya memejamkan mata, kini mengernyit dengan mata memicing kesal. Mengapa ia dipaksa harus mengingat lagi kenyataan yang kini ia alami? Bukankah ini akan membuatnya semakin hancur dan kian hancur saja?

Lalu, apa-apaan ucapan sekretaris gadungannya ini? Apakah dia dibayar untuk mengeluh? Untung mereka sudah sedekat ini, jika dia adalah orang lain. Akan Jeon depak jauh-jauh, lagipula siapa kaki tangannya yang berani melawan? Tak ada, hanya Hoseok yang tak tahu diri itu saja!

Saat harus memikirkan wanitanya yang telah pergi. Bayangan Rose yang mencoba tegar dengan senyuman itu, terus membuat Jeon merasa sesak. Semua karenanya, semua salahnya, dan ini adalah buah dari kebusukan yang sedari awal ia tanam tanpa rasa bersalah.

"Kita sudah berpisah"

"HAH?!!!!"

Dijauhkan ponsel dari telinganya, demi Tuhan, saat lelaki Korea itu kembali ke Indonesia, Jeon akan memberinya pembelajaran tentang bela diri. Berani-beraninya lelaki itu membuat telinga Jeon berdengung?

"Semudah itu kau berpisah darinya? Bukannya belakangan kau sedang merancang rencana agar bisa mengikat Rose?"

"Ya, sudah kulakukan"

"Caranya? Kalau sudah kenapa kalian berpisah? Kukira kau akan meninggalkan Liana. Demi neptunus, uranus, pluto! Rose jauh lebih baik dari Liana, Jeon! Apa kau tak salah pilih?"

Mendengar ocehan Hoseok, rasanya penyesalan semakin besar ia rasakan. Tanpa diberi tahu pun Jeon tahu jika Rose jelas lebih baik dari Liana. Wanita berpendidikan tinggi, cerdas, sangat paham sopan santun, segala yang ada pada dirinya adalah tipe wanita idaman Jeon. Jelas saja Jeon lebih memilih Rose, namun..

"Hentikan ocehanmu dan lakukan pekerjaanmu!" dengus Jeon seraya menjauhkan ponselnya hendak mematikan sambungan mereka.

Namun lengkingan panjang dari hoseok membuat Jeon kian menjauhkan diri dari ponsel itu. Saat suara bak lumba-lumba itu terhenti, barulah Jeon kembali menempelkan ponsel itu ke telinganya.

"Kau mau bertemu dokter bedah dan kehilangan suaramu hah?!"

"Tidak! Tentu tidak! Tapi katakan, bagaimana nasib Rose, mengapa aku harus terus mengikutinya kalau kalian sudah berpisah?"

Benar, mengapa setelah tindakan kejamnya yang membuat Rose menangis, Jeon masih tak bisa melepas Rose?

Ia ingin Rose bahagia, sangat ingin, namun ia sangat ingin jika Rose bahagia bersama dirinya. Mana bisa Jeon rela membiarkan Rose bahagia bersama lelaki lain? Terlebih ia sudah mengikat Rose, dalam hubungan tak kasat mata yang Jeon harapkan dapat menarik Rose kembali.

𝔸𝔽𝔽𝔸𝕀ℝ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang