EPILOG [2]

8.3K 414 136
                                    



Jeonel tersenyum teduh saat melihat gadis kecil berlarian dan melompat kesana-kemari. Di rambutnya terdapat bando kecil merah jambu yang ia kirimkan bulan lalu. Tak kuasa untuk menyudahi senyumannya, ia sangat bahagia walau hanya menatap gadis yang di cintainya dari kejauhan saja. Tangannya bergetar ingin sekali merengkuh malaikat kecilnya, namun saat melihat sosok lain di sekitar gadis itu, Jeonel memilih mundur.

Berkali-kali ia mengusap sudut matanya, rindu. Ia baru paham arti rindu yang teramat menyiksa. Ia merindukan sesuatu yang bahkan tak bisa ia miliki, tak bisa ia sentuh. Ini terasa berlipat-lipat lebih menyakitkan dari kerinduan pada sosok yang pergi. Karena dari awal, yang ia rindukan bahkan tak pernah datang sekalipun.

Ia ikut tersenyum lebar saat putrinya bersenda gurau di makam calon mertuanya, bahkan ia ikut menyendu saat malaikatnya merengut. Satu hal yang Jeonel pahami, ia sangat mencintai putrinya, walau sekalipun belum pernah memeluk ataupun menyentuhnya. Mikhayla adalah segalanya, namun ia memilih diam daripada menyakiti wanitanya.

Hari ini ia sengaja meninggalkan pekerjaannya, memilih mengintip dari balik semak belukar, seperti seekor kucing yang sedang mengintai pasangannya. Beruntung ia memiliki Doni, yang dengan mudah memberinya informasi jika wanita yang masih ia cintai walau sudah 5 tahun lebih berlalu, serta putrinya datang ke Jakarta. Jika biasanya ia hanya datang setahun sekali saat ulang tahun putrinya, kali ini ia bisa menemui mereka walau dari kejauhan.

Bahkan dengan bodohnya Jeonel ikut terbang bersama ketiganya untuk ikut mengantar dua wanita yang ia cintai itu pulang. Saat ini, ia menatap rumah itu dalam gelapnya malam, duduk di mobil tanpa sedikitpun berani beranjak. Itu yang selalu ia lakukan semenjak 3 tahun belakangan, saat putrinya merayakan ulang tahunnya. Datang, duduk di mobil untuk menatap rumah itu, lalu pergi saat teman-teman Mikhayla bubar pulang.

Ia memang pecundang, untuk menemui Rose pun ia sama sekali tak berani. Alasannya tak mau menyakiti, saat mengetahui wanita itu mendapat perawatan untuk trauma yang dialami akibat kehilangan untuk kesekian kalinya, Jeonel benar-benar mundur dan menjauh. Sebab utama Rose sering tersakiti adalah dirinya, dan jika ia datang, bukankah akan kembali membuka luka yang coba Rose tutupi?

"Selamat malam malaikat Papa, selamat malam Rose," lirihnya begitu melihat lampu rumah itu dimatikan.

Ia melajukan mobilnya dengan senyuman, pergi sejauh-jauhnya, itulah tujuannya saat ini, hanya agar mereka hidup dengan bahagia.

Ponselnya berdenting, membuat senyumannya sedikit lebih lebar, pengirimnya adalah Doni, lelaki yang selama ini selalu membantunya dengan baik. Hanya ia saja yang tak berani bertindak lebih untuk meraih miliknya yang sudah jauh.

Tangannya terulur menyentuh dadanya, bekas luka di sana masihlah ada, membekas dengan guratan yang tidak sempurna, memberikannya kecacatan yang permanen. Bisa saja ia menghilangkannya, dengan segala kekayaan yang ia miliki. Namun jika luka ini hilang, bagaimana ia mengingat cinta, kejahatan, rasa sakit dan penyesalan itu?

Jeonel menyentuh gantungan berupa foto di kaca tengah mobil, di sana terdapat foto Mikhayla dan Rose yang tersenyum kearah kamera, itulah pemberian Doni yang amat berharga. Melihat itu, Jeonel merasa amat bahagia, namun pesan yang masuk berikutnya kedalam ponselnya, membuat kaki Jeonel menginjak rem dengan amat dalam.

'Rose memutuskan akan menikah dengan lelaki lain. Apa mendengar kabar ini pun kau tidak akan melakukan apapun?'

Lehernya terasa tercekat, membuatnya kesusahan untuk bernafas hanya karena sebuah pesan. Ia terima harus menjadi penonton tak bernyawa dalam menyaksikan tumbuh kembang dan kehidupan bahagia kedua wanitanya. Namun, jika kebahagiaan itu bersama lelaki lain, apa ia mampu?

𝔸𝔽𝔽𝔸𝕀ℝ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang