"Apa lagi sih?!!"
Rose menepis kasar tangan Jeffrey yang sedari tadi terus-terusan menahannya. Saat ini Rose sedang terburu-buru untuk segera berangkat bekerja, bekerja untuk yang terakhir kalinya. Memang Doni sangatlah kurang ajar, detik-detik terakhir Rose hendak pergi dan menimba ilmu pun, tidak lelaki itu sia-siakan. Sudah jelas ia menyerahkan surat pengunduran diri, namun masih saja dipanggil untuk menangani pasien. Memang sangat tidak bermoral si Doni.
"Bagaimana? Kekasihmu memakai cincin?"
"Tidak! Dia tak memakai cincin barang sebiji pun! Apa sih tujuanmu? Kau mau apa?!" kesal Rose bukan main. Pasalnya Jeffrey ini sekarang sudah macam kutu yang sangat menganggu. Untuk apa pula ia mengurusi hidup Rose? Bahkan mereka tidak mengenal sedekat itu.
"Ah, sudah pasti ia meninggalkannya dirumahnya. Mintalah diajak kerumah utamanya, apa kalian pernah kesana? Alih-alih bermesraan diApartmen?"
Sial! Habis sudah kesabaran Rose, dikibaskan rambutnya dengan sengaja hingga mengenai wajah Jeffrey. Setelahnya ia pergi begitu saja, walau ujung-ujungnya Jeffrey kembali mengikutinya.
"Pergi sialan!!! Atau aku teriak!"
Mata Rose membelalak saat badannya ditarik paksa, bahkan untuk berteriak pun ia tak mampu. Mulutnya benar-benar disumpal, hanya geraman saja yang terdengar penuh amarah.
"Brengsek!"
Suara tamparan menggema begitu kencangnya, basement yang begitu hening membuat suara itu terdengar menyakitkan. Dengan seringaian, Jeffrey kembali menoleh kearah Rose dengan tangan menangkup pipinya yang terasa memanas. Bukan karena malu, namun buah atas perbutan kurang ajarnya, sebuah tamparan.
"Kau lelaki brengsek dan menjijikkan! Bukankah ini pelecehan huh!"
Rose semakin mengeratkan ketupan mulutnya, bahkan suara gemeretak terdengar dari giginya yang beradu. Tangannya terkepal erat, siap untuk melayangkan tinjuan, kala Jeffrey malah kembali menyeringai tanpa dosa. Seakan ciumam sialan yang sangat syarat akan paksaan itu bukanlah sebuah kesalahan. Berkali-kali Rose mengusap kasar bibirnya, berharap bekas dari ciuman panas yang Jeffrey lakukan padanya akan hilang.
"Tidak cantik, aku hanya mencoba membuatmu diam, tapi..."
Jeffrey melangkah semakin mendekat, membuat radar pengendalian diri Rose seketika berdering kencang. Menoleh kesana-sini, Rose terus memundurkan langkahnya, namun tangannya terlebih dahulu diraih oleh Jeffrey, dan badannya didekap erat oleh lelaki itu.
"...kau malah semakin berisik saat diberi ciuman. Bagaimana? Kau lebih suka ciumanku atau Jeon?"
Memejamkan matanya dengan pasrah, Rose menarik nafasnya pelan-pelan. Sabar, menghadapi lelaki gila, haruslah selalu sabar.
Setelah dirasa amarahnya mulai reda, Rose membuka matanya dan menatap Jeffrey yang kini tersenyum kearahnya. Lelaki itu tampan, Rose akui ciuman paksaan yang barusan ia rasakan juga cukup menggugah—walau Rose tak akan sudi melakukannya lagi. Namun, setiap ucapan yang begitu menyakitkan dari lelaki itu, melunturkan segala sifat baiknya. Bagi Rose, Jeffrey adalah lelaki brengsek.
"Jangan kira setelah kau pergi ke Singapura aku akan berhenti. Karena, mencarimu adalah hal paling mudah, seakan kau memiliki radar disini" ucap Jeffrey dengan senyuman, bahkan lelaki itu menepuk puncuk kepala Rose dengan wajah gemas.
Lagi-lagi Rose merasa terkhianati. Dari mana Jeffrey tahu jika ia akan pergi ke Singapura? Bukankah jelas jika pelakunya adalah Doni?
Ya Tuhan, katakanlah siapa manusia dibumi ini yang paling bisa Rose andalkan? Apakah ada? Rasanya tidak. Semua yang ada disekitarnya seakan mendorongnya menuju jurang permasalahan. Cukup ia merasa gila karena Jeon, dan kini... ditambah oleh Jeffrey? Kenapa Rose tak bisa hidup tenang dan biasa saja? Ia ingin hidup normal layaknya manusia biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝔸𝔽𝔽𝔸𝕀ℝ ✔
Romance⚠️ Konten Dewasa * Pernikahan Rose gagal, bukan karena orang ketiga ataupun perubahan rasa, namun Tuhan lah yang tiba-tiba memberikannya cobaan. Calon suaminya meninggal sebelum mereka terikat janji suci, membuat Rose terpukul dan jatuh hingga dasar...