Now playing : EXO - Love Shot
"Sudah berakhir bukan berarti harus lepas tanggung jawab, bukan?"
Sudah dari seminggu yang lalu, ujian pertengahan semester dimulai. Dan hari ini adalah awal kebebasan setelah berpusing ria dengan soal-soal dari seluruh materi pelajaran. Hanya tinggal menunggu remedial dan selebihnya dipakai untuk bersantai.
Sesuai tradisi yang ada di SMA Renjana, satu bulan lagi adalah perayaan festival seni yang diadakan tiap tahun. Karena perlu persiapan yang matang, sebagian murid yang ditugaskan mengisi acara sudah memulai sesi latihan. Dari mulai tari tradisional, band, musikalisasi puisi, teater, dan lain-lain.
Karena tak ada pelajaran yang diremedial hari ini, tak ada pula kerjaan yang harus mereka kerjakan, Dea dan Rara memilih untuk duduk lesehan di belakang kelas. Ditemani minuman dan makanan ringan di sebelah mereka. Memang, kelas 12 tidak diperkenankan untuk ikut terlibat dalam pengurusan acara. Mereka hanya boleh memeriahkan dan berpartisipasi jika terpilih menjadi perwakilan kelas atau keinginan sendiri. Mengingat mereka harus fokus pada ujian nasional yang tinggal beberapa bulan lagi.
"Kelas kita mau nampilin apa ya, De?" Di sela-sela mengunyah keripik singkong, Rara bertanya.
"Nggak tahu juga. Kita aja belum diskusi." Dea membalas. Sesekali dia ikut memasukkan keripik singkong ke dalam mulutnya.
"Ini 'kan acara terakhir kita sebelum keluar dari sini. Kira-kira anak OSIS ngundang siapa, ya?" tanya Rara lagi.
"Kayaknya sih band terkenal kayak tahun lalu. Kotak, mungkin?" jawab Dea. Tidak seperti sekolah pada umumnya yang mengundang musisi terkenal saat ulang tahun sekolah, Smanjana lebih memilih mengundang musisi saat festival seni. Karena bagi mereka, musik termasuk ke dalam seni yang banyak digemari. Jadi, mengundang musisi termasuk ke dalam tema festival setiap tahunnya.
"Ah, gue gak setuju kalo itu!" tentang Rara.
"Loh, kenapa? Kan kotak bagus-bagus lagunya," balas Dea.
"Gak mau. Semoga aja mereka undang HiVi. Gue suka lagu-lagunya!" Rara berseru girang. Selain penggemar K-Pop, dia juga menjadi penggemar HiVi garis keras.
"Ah itu mah mau lo aja!" cibir Dea.
"Bodo!" Rara membalas cibiran Dea dengan menjulurkan lidahnya. Membuat Dea langsung mencubit pipi gadis itu dengan gemas.
"Ih, Dea! Sakit, tauk!" keluh Rara.
Langkah kaki yang mendekat membuat Rara mengurungkan niatnya membalas cubitan Dea. Dari arah depan, terlihat Rion yang berjalan seraya mengusak rambutnya. Wajahnya menampilkan wajah kesal sekaligus frustasi. Dia mendudukkan dirinya tepat disamping Dea. Ikut menyelonjorkan kakinya dan memakan keripik singkong yang tersedia.
"Kenapa? Mukanya kusut amat," cibir Dea.
"Tumben pak bos keliatan kesel," timpal Rara.
Menarik napasnya, Rion berujar, "Nayra tiba-tiba mau pindah sekolah. Padahal perayaan seni sebentar lagi. Gue kasihan sama anak OSIS. Mereka gak tahu mau siapa yang mau gantiin Nayra sebagai bendahara. Apalagi keuangan adalah yang terpenting dalam jalannya acara." Rion berterus terang. Sejak tadi pikirannya berkelana mencari siapa kandidat yang cocok untuk menggantikan Nayra.
Dea mengerutkan dahinya. "Loh? Kan lo udah turun jabatan, Yon. Biarin aja Yuto yang urus semuanya," usul Dea. Yuto adalah ketua OSIS baru di Smanjana.
"Gue gak bisa lepas tanggung jawab gitu aja kali, De." Rion kembali mengusak rambutnya. Jelas saja, meski sudah turun jabatan sejak dua minggu lalu, Rion tidak mau lepas tangan begitu saja. Baginya, OSIS adalah keluarga keduanya. Ia tidak bisa menelantarkannya begitu saja--meski dia sudah tidak menjadi bagian di dalamnya.
"Trus lo mau cari ke mana penggantinya? Anak IPA atau anak IPS?" tanya Rara.
"Nah, itu yang gue gak tahu!" Rion mengerang pasrah.
✨✨✨
"Kenapa sih, nih perut gak bisa diajak kompromi! Bawaannya laper terus!" sungut Rara kesal. Padahal sebelum bel istirahat berbunyi, ia sudah banyak makan cemilan. Tapi tetap saja perutnya selalu minta diisi lagi dan lagi.
Rara berjalan menuju kedai Pak Jajang sendirian. Entah ke mana Dea yang selalu menemaninya ke mana pun. Sambil berjalan perlahan, mulutnya tak henti mengomel pada dirinya sendiri.
"Pak Jajang, siomaynya satu ya," pesan Rara. Ia duduk di salah satu bangku yang tersedia.
"Siap, Neng. Pedes nggak?" tanya pak Jajang.
"Sedeng aja, Pak," balas Rara.
Selama menunggu pesanannya jadi, Rara bernyanyi salah satu lagu dari BTS. Meski bahasa Koreanya amburadul, Rara tidak peduli. Toh, orang lain juga tidak mengerti apa yang sedang Rara nyanyikan.
"Fake love, fake love, na na na na na na ... Fake love, fake love ...."
Saat sedang asik menyanyi, sebuah suara menginterupsi Rara. "Boleh duduk di sini, kak?"
Rara berhenti menyanyi, ia mendongak, menatap sosok cewek berambut panjang yang berdiri di depan bangkunya. Lantas, ia mengalihkan tatapannya pada sekeliling, ternyata tidak ada bangku yang tersisa selain di tempatnya. "Oh, boleh-boleh," ucap Rara mempersilahkan.
Cewek itu mengangguk, lantas mendudukkan dirinya di samping Rara. "Mang, siomaynya satu ya," pesan cewek itu pada Mang Jajang.
Selama beberapa detik, netra Rara tak lepas dari gerak-gerik cewek itu. Dahinya ia kerutkan. Hingga satu pertanyaan lolos dari bibirnya. "Lo bukan anak Smanjana, ya? Kayaknya gue belum pernah liat lo di sini," tanya Rara.
Cewek itu tersenyum ramah. "Aku siswi baru, Kak."
"Ohh ... gitu ya. Lo kelas man-"
"Ini Neng siomaynya." Suara Mang Jajang menghentikan ucapan Rara yang belum selesai.
"Eh, makasih ya, Mang." Setelah mendapat anggukan dari Mang Jajang, Rara mulai melahap makanannya. Dia melupakan pertanyaan yang belum sempat ia tanyakan.
✨✨✨
Menikmati semilir angin sambil duduk di salah satu bangku di atas rooftop adalah hal paling disukai Rion setelah pagi itu. Angin-angin yang membelai wajahnya dan menerbangkan separuh rambutnya membuat Rion merasa damai.
Matahari sore yang mulai meredupkan sinarnya bergerak turun perlahan. Memunculkan warna jingga keemasan yang cukup indah. Rion mengambil ponsel di saku celananya, lalu mulai mengabadikan sunset yang cukup bagus hari ini.
Setelah selesai, Rion kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Ia berdiri, lalu melangkahkan kakinya menuju pembatas di sisi kiri. Dari atas sini terlihat lalu lalang orang yang mulai memadati jalanan. Entah itu siswa-siswi yang pulang sekolah, pekerja kantoran yang pulang ke rumah, atau suara bising kendaraan yang saling bersahutan.
Ting!
Suara notifikasi dari ponselnya membuat Rion mengambil benda pipih itu lalu melihat siapa yang mengirim pesan. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman tipis. Lantas ia kembali memasukkan ponselnya.
Rion mengalihkan tatapannya pada jalanan yang semakin ramai. Jakarta memang tetap sama. Tidak pernah ada yang berubah. Tetap menjadi kota yang tidak pernah terhenti aktifitasnya.
Beberapa menit kemudian, suara derap langkah mengalihkan atensi Rion. Pemuda itu berbalik menatap pintu rooftop yang mulai terbuka. Senyumnya mengembang sempurna. Saat sosok yang datang memberi informasi yang sangat ia nantikan sejak tadi.
"Bos, gue dapet pengganti Nayra!"
✨✨✨
Holla!
Gimana hari ini? Puasanya lancar? Semoga, ya!Maaf nih updatenya agak malem, hehe...
Komen yang banyak jangan lupa!
Vote, kritik dan saran juga aku tunggu!Semoga kalian suka, ya!
Terimakasih telah menyempatkan waktunya untuk membaca.See u next chap!
Salam Hangat,
FirdhaSN
[13 Maret 2020]
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever be a Friend [Completed]
Teen Fiction#Challenge30gp Note : Kuharap kalian membaca hingga akhir, tidak penasaran di awal saja. :) Sebuah kejadian klise membuat Rion dan Dea menjadi sahabat dekat. Keduanya dipertemukan semesta untuk saling melengkapi satu sama lain. Tak hanya itu, masala...