Now playing : Alan Walker - Alone
"Tidak perlu menjelaskan panjang lebar. Aku sudah tahu semuanya dari awal."
Sembari duduk di kursi depan rumah Rara, Deni terus merutuk dalam hati. Jika bukan terpaksa, dirinya tidak mau mengikuti semua kemauan gadis itu. Sudah capek, tidak digaji, keluar banyak duit pula. Menyebalkan.
"Bunda ... Rara berangkat dulu ya!" Suara teriakan dari dalam rumah membuat Deni terkesiap. Pemuda itu bangkit dari duduknya. Menunggu Rara keluar.
"Yuk, pembokat!" ucap Rara mengundang dengusan kesal dari Deni. Enak saja youtuber ganteng itu disebut pembantu. Keduanya berjalan menuju halaman depan, tempat motor Deni diparkirkan.
"Mari naik tuan Puteri," ucap Deni mencoba bersikap manis. Bagai prajurit pada tuan puterinya . Padahal dalam hati, dia sudah menyiapkan sumpah serapah untuk Rara.
Deni menjalankan motornya sesuai dengan keinginan Rara malam ini untuk berkeliling Kota Jakarta. Ia menaiki motor CBR merah hasil dari pendapatannya menjadi youtuber.
Selama perjalanan, Rara tidak bisa diam. Dia terus bernyanyi dengan suara sedikit keras. Detik itu juga, ingin rasanya Deni menendang Rara untuk turun dari motornya. Karena suaranya mengundang kekehan geli dari pengendara lain. Rara ini, bikin malu aja!
Deni menghentikan motornya di taman kota yang terlihat ramai. Buru-buru Rara turun dari motor lalu menghampiri penjual permen kapas kesukaannya. Ia berlari kecil, bagai anak balita yang menemukan mainan barunya.
Setelah mengunci helm pada stang motor, Deni berjalan menyusul Rara yang sudah makan permen kapas dengan lahap. Sampai tak sadar permen itu belepotan hingga mengenai pipinya. Melihat itu, Deni terkekeh pelan. Ternyata Rara bisa bersikap menggemaskan. Eits tunggu, apa yang dipikirkan Deni barusan? Ia tidak salah bicara bukan?
"Kalo makan tuh yang bener. Tuh belepotan," cibir Deni.
Rara menghentikan gerakan mengunyahnya. Ia menatap Deni galak. "Bodo!" balasnya.
Deni menarik napasnya, berusaha tidak terbawa emosi seperti Rara. Tanpa sadar, tangannya bergerak menghapus permen kapas yang ada di pipi Rara. Sontak, gerakan itu membuat Rara terpaku. Deni pun sama terkejutnya saat menyadari apa yang ia lakukan. Buru-buru Deni menjauhkan tangannya dari pipi Rara.
"Maaf," ucap Deni.
Rara tersenyum kikuk. Mengapa auranya jadi canggung begini. "Eh, iya gapapa kok," kata Rara menjawab permintaan maaf Deni.
Setelahnya, tak ada yang berbicara. Hanya semilir angin malam dan suara mesin pembuat permen kapas yang mengiringi kecanggungan keduanya. Sampai permen kapas yang dibelinya habis, Rara memecahkan kecanggungan diantara keduanya.
"Den," panggilnya pada Deni.
Deni mengalihkan tatapannya mengahadap wajah Rara. "Apa?"
Rara tersenyum lebar. Netranya berbinar senang. "Sebelum pulang, mampir ke kafe dulu, dong. Kangen, udah lama gak minum ekspresso."
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever be a Friend [Completed]
Fiksi Remaja#Challenge30gp Note : Kuharap kalian membaca hingga akhir, tidak penasaran di awal saja. :) Sebuah kejadian klise membuat Rion dan Dea menjadi sahabat dekat. Keduanya dipertemukan semesta untuk saling melengkapi satu sama lain. Tak hanya itu, masala...