#Challenge30gp
Note : Kuharap kalian membaca hingga akhir, tidak penasaran di awal saja. :)
Sebuah kejadian klise membuat Rion dan Dea menjadi sahabat dekat. Keduanya dipertemukan semesta untuk saling melengkapi satu sama lain.
Tak hanya itu, masala...
"Tidak ada yang salah dari suatu perasaan. Yang salah adalah datangnya perasaan itu di waktu yang tidak tepat."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rion menarik tangan Dea agar dia mengikutinya. Pemuda itu berjalan menuju rooftop--tempat yang kini menjadi favoritnya. Semilir angin pagi menyambut mereka berdua saat sampai di atas sana.
"Mau ngapain, sih?" tanya Dea bingung. Tidak biasanya pemuda itu mengajak Dea ke tempat-tempat seperti ini. Tapi tidak bisa dipungkiri juga bahwa Dea merasa senang. Satu Minggu kebelakang Rion seperti orang asing yang tidak mengenal Dea. Benar-benar terasa jauh.
"Ya nggak papa. Pengen aja ngajak lo ke sini," jawab Rion. Pemuda itu bergerak menuju pembatas di sisi kanan. Matanya menerawang pada gedung-gedung dan lalu lalang kendaraan di bawahnya.
"Tumben," cibir Dea. Gadis itu mengikuti Rion dan berdiri di sebelahnya.
"Yakin nggak ada yang mau diomongin?" Dea bertanya lagi. Aneh sekali rasanya jika Rion membawanya ke sini namun tidak ada maksud apa-apa.
"Hm ... Sebenernya ada, sih." Rion menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Dia bingung harus memulainya dari mana. Sebenarnya bukan bingung sih, lebih tepatnya malu untuk mengatakannya.
"Apa?" tanya Dea antusias. "Ngomong aja gapapa kok. Gausah sungkan kali. Kayak kenal gue beberapa hari aja," sambungnya seraya terkekeh.
Rion ikut terkekeh. Benar kata Dea. Mengapa juga dirinya harus merasa malu?
"Lo jadi orang pertama yang gue kasih tahu. Dan mungkin lo bakal kaget." Rion menjeda ucapannya seraya tersenyum simpul. Membuat Dea mengerutkan dahinya, penasaran. "Paan tuh?"
"Gue udah jadian sama Ana."
Deg!
Jawaban dari Rion membuat Dea terpaku beberapa saat. Jadi, dia diajak ke sini hanya untuk mendengar kalimat seperti itu?
Dea buru-buru mengubah ekspresi terkejutnya dengan tampang biasa. Gadis itu tidak mau Rion salah paham. Toh, untuk apa juga dia harus marah saat mendengar Rion sudah menjadi milik orang lain? Dirinya tidak berhak untuk hal itu.
"Wah, selamat! Akhirnya sahabat gue punya pacar juga," ledek Dea seraya mencolek lengan kiri Rion. Berusaha tetap terlihat biasa saja. Padahal sejak Rion mengatakan sudah berpacaran, tidak ada yang biasa-biasa saja.
"Iya, dong. Lo nggak bakal gue susahin lagi nanti." Rion berucap dengan santai. Tanpa tahu ucapannya membuat Dea meringis dalam hati. Andai Rion tahu, dirinya tidak pernah kesal direpotkan oleh Rion. Dea senang bisa menjadi pendengar yang baik. Meski tidak bisa merubah keadaan.
"Ah, iya. Gue jadi bebas berduaan sama oppa-oppa gue tanpa diganggu sama curhatan lo." Dea terkekeh kecil.
"Oh, jadi selama ini lo keganggu sama curhatan gue?" tuding rion dengan tatapan mengintimidasi.