|✨|21. Pengirim

123 33 14
                                    

Now playing : Tulus - Monokrom

"Tak ada yang datang secara tiba-tiba. Semuanya sudah digariskan oleh semesta."

Rion mendudukkan dirinya di kursi balkon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rion mendudukkan dirinya di kursi balkon. Setelah meminum obat dan merasa tenang, ia membuka ponselnya. Ingatannya tertuju pada Ana. Apa dia harus menyelesaikan ucapannya lewat chat? Tidak, tidak! Jelas hanya lelaki pengecut yang melakukan hal itu.

Rion menengadahkan tatapannya pada bintang di langit. Malam ini tidak terlalu banyak, namun sinarnya tetap cantik dipandang. Membuat tenang.

Seketika, kepalanya memikirkan banyak hal. Andai keluarganya seperti bintang yang bersinar terang. Apa mungkin rasa sesak yang dirasakannya berganti dengan kebahagiaan? Andai ayahnya tidak bertemu dengan wanita itu. Apa mungkin kebahagiaan keluarganya akan tetap baik-baik saja seperti dulu?

Makin dipikirkan semua itu makin membuat dadanya sesak. Setelah cukup lama memandangi bintang, Rion mengalihkan tatapannya pada sudut balkon. Netranya menangkap satu pot kecil bunga aster milik mamanya.

Seketika, ide cemerlang terlintas di benaknya.

✨✨✨

Suara alarm dari ponselnya membuat Ana bangun dari tidurnya. Ia menyibak selimut lantas berlalu menuju kamar mandi. Berniat membersihkan diri. Setelah selesai, ia segera memakai seragam dan bersiap untuk berangkat sekolah.

Ana menyibak gorden kamarnya. Matahari pagi mulai menyusup lewat pentilasi udara. Setelahnya ia mengambil tas yang tergantung di balik pintu lalu menutupnya dan keluar menuju pintu depan.

"Udah siap, An?" Suara wanita paruh baya membuat Ana tersenyum. Itu Vini--ibunya yang sedang duduk di sofa ruang tamu.

"Iya, Bu. Ana mau berangkat sekolah." Ana mendekat lalu duduk di samping ibunya. Seketika keningnya berkerut saat melihat setangkai bunga mawar di meja tamu.

"Ini bunga dari siapa, Bu?" tanya Ana. Pagi-pagi sekali sudah ada yang mengirimkan bunga.

Ibunya tersenyum simpul, matanya menatap lurus ke arah depan. "Ibu nggak tahu siapa pengirimnya. Tapi tadi mas kurirnya bilang untuk kamu," jawab Vini.

"Oh ... yaudah. Ana bawa ya Bu, bunganya. Ana berangkat dulu," pamit Ana. Ia mengambil bunga itu seraya bangkit dari duduknya.

"Kamu nggak sarapan dulu?" Vini bertanya. Biasanya Ana selalu memasak sebelum berangkat sekolah.

"Ana sarapan di sekolah aja, Bu. Nanti makan siang Ana beli aja di warung depan," jawab Ana.

"Ya sudah, sana berangkat," balas Vini.

Setelah mencium punggung tangan ibunya, Ana berangkat dengan angkot seperti biasanya.

✨✨✨

Forever be a Friend [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang