Now playing : Fiersa Besari - Garis Waktu
"Rasanya resah. Namun, jika tetap dibiarkan hanya akan mengundang amarah yang semakin membuncah.""Dea ... sini bantu Mama!"
Dari arah dapur, Keri memanggil sambil meletakkan ayam goreng ke piring yang besar. Dea yang baru selesai mandi menghampiri mamanya dengan handuk yang masih menempel di kepala.
"Apa, Ma?" tanya Dea malas.
Keri menatap Dea lalu berdecak pelan. "Tolong buatkan Ayahmu kopi. Dia baru pulang. Tuh lihat," Keri menunjuk suaminya yang sedang duduk di sofa.
Melihat ayahnya yang baru pulang bekerja, Dea tak kuasa untuk menolak. Bagaimana pun juga ayahnya yang telah bersusah payah untuk mencari nafkah keluarganya. Hanya dengan membuatkan ayahnya kopi, itu sama saja membantu meringankan beban sang ayah.
Selesai membuat kopi, Dea segera menghampiri Hardi-ayahnya-lalu duduk di sebelahnya. Hardi tersenyum, lantas mengambil cangkir tersebut dan meneguknya sedikit.
"Bagaimana sekolahmu, De?" tanya Hardi.
"Baik-baik aja kok, Yah," ucap Dea jujur. "Catnya masih warna biru. Kepala sekolahnya masih Pak Miskum. Gurunya itu-itu aja. Penjual kantinnya pun sama," imbuhnya.
Hardi terkekeh. Dea kadang tidak tertebak. "Bukan itu maksud Ayah."
Dea mengerutkan keningnya. "Lah, terus?"
"Bagaimana dirimu di sekolah. Apakah belajarnya baik?" tanya ayahnya sambil mengulum senyum.
"Oh ... itu, toh." Dea manggut-manggut. "Baik kok, Yah. Dea belajar kayak biasa. Masih banyak tugas, pelajaran tambahan, dan masih guru yang sama."
"Syukur kalo begitu. Sekarang sudah dekat dengan ujian akhir 'kan?" Hardi menyimpan cangkir yang ia pegang lalu memusatkan perhatian pada putrinya.
"Iya, Yah. Kenapa?"
"Ayah akan mendaftarkanmu ke tempat les. Atau kamu mau pilih sendiri?" tawar Hardi.
Dea tampak berpikir sebelum mengutarakan pendapatnya, "Dea pilih sendiri aja, Yah. Sekalian nanti bareng Rara sama Rion," kata Dea.
Hardi menganggukkan kepalanya. "Ya sudah, urusan biaya nanti Ayah yang tanggung. Sekarang kamu ke kamar sana, belajar."
"Siap, komandan!" Dea menyimpan tangannya di samping alis, membentuk tanda hormat.
Kemudian, Dea melangkahkan kakinya menuju kamar. Tepat ketika membuka pintu, dirinya melotot melihat kamarnya sudah berantakan. Benar-benar seperti kapal pecah. Dea menghidu oksigen sebanyak yang dia bisa, lalu menghembuskannya perlahan, menahan marah. Sudah bisa dipastikan siapa dalang dibalik semua ini.
Kakinya ia langkahkan menuju kamar yang terletak di samping kamarnya. Dea menaruh tangannya di pinggang, lantas membuka pintu kamar itu dengan dobrakkan keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever be a Friend [Completed]
Teen Fiction#Challenge30gp Note : Kuharap kalian membaca hingga akhir, tidak penasaran di awal saja. :) Sebuah kejadian klise membuat Rion dan Dea menjadi sahabat dekat. Keduanya dipertemukan semesta untuk saling melengkapi satu sama lain. Tak hanya itu, masala...