|✨|08. Penasaran

204 46 46
                                    

Now playing : Charlie Puth - Attention

Tidak ada quotes yang menggambarkan kisah ini.
Aku cuma ingin bilang, jadilah diri sendiri. Bagaimanapun keadaannya, bagaimanapun situasinya, kalian pantas bahagia.

 Bagaimanapun keadaannya, bagaimanapun situasinya, kalian pantas bahagia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sinar matahari pagi menyambut Dea yang baru keluar dari rumahnya.

Tidak seperti biasanya, pagi ini Zein-kakaknya berinisiatif untuk mengantarkan Dea ke sekolah. Kebetulan, hari ini tidak ada jadwal kuliah dan ingin mengenang masa SMA, katanya.

"Abang, ayo cepetan!" Dea berteriak memanggil Zein yang tak kunjung keluar.

Dari balik pintu, Zein berjalan tergesa seraya memakan roti coklat yang dibuatkan mamanya. "Sabar ngapa, De!" ketusnya.

"Abang lelet, sih!" hardik Dea sambil menjulurkan lidahnya.

Belum sempat Zein membalas, Keri sudah menengahi anaknya dan menyuruh mereka segera berangkat. Takut Dea kesiangan.

Daripada membuat mamanya kembali mengomel, Dea dan Zein menurut untuk segera berangkat.

Selama perjalanan menuju sekolah, Dea tak henti-hentinya mengoceh. Hal apa pun yang ditemuinya selalu ia komentari. Berbanding terbalik saat dirinya bersama dengan Rion. Gadis itu akan sedikit lebih diam.

Zein yang mengemudi hanya membalas ocehan Dea sesekali. Lagi pula, Dea seperti tidak pekerjaan saja mengurusi orang lain.

"Bang, kok Abang gak pernah ngenalin Dea ke pacar Abang, sih?" tanya Dea tiba-tiba.

Zein mengerem motornya secara mendadak. Dea yang terantuk punggung abangnya menggerutu. Untung saja jalanan tidak terlalu ramai sehingga tidak terlalu mengganggu pengemudi lain.

"Kenapa sih, Bang?" tanya Dea bingung.

Zein yang ditanya seperti itu gelagapan untuk menjawab. Beruntung, seekor kucing melintas di depan sepeda motor miliknya. "Eng-enggak, itu tadi kucing lewat."

Setelah mengontrol emosinya, Zein kembali menjalankan motornya dengan biasa. Pertanyaan Dea mengenai pacarnya sangat mengganggu Zein. Apalagi sebabnya karena Zein tak punya pacar. Sungguh malang nasib Zein.

Sekitar 15 menit berkendara, akhirnya Zein dan Dea tiba di SMA Renjana. Zein mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Sekolahnya masih sama seperti terakhir kali Zein di sini. Hanya saja catnya yang sedikit diubah agar tetap terlihat asri.

"Dea sekolah dulu ya, Bang," pamit Dea sambil menyalami kakaknya.

Zein mengangguk lalu tersenyum. "Belajar yang bener, jangan cinta-cintaan mulu!" ujarnya seraya mencubit pelan hidung mancung Dea.

Forever be a Friend [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang