|✨|28. Putus

129 38 16
                                    

Now playing : Fiersa Besari - Waktu yang salah

"Jangan pernah berpikir yang macam-macam. Sampai kapan pun, selamanya kita menjadi teman."

Rion menunggu Ana di parkiran. Keduanya berniat pulang bareng hari ini. Sambil membenarkan rambutnya lewat kaca spion, Rion bergumam, "Kok gue makin ganteng ya?"

"Yuk, Kak!" Ana tersenyum lebar. Entah sejak kapan gadis itu sudah berada di sebelah Rion.

Rion melirik Ana yang tengah tersenyum lebar. Sudut bibirnya ikut naik membentuk senyuman yang sama. "Yuk!" ujarnya. Saat hendak memakai helm, gerakannya terhenti karena suara Deni yang memanggilnya dari kejauhan.

"Yon!" Deni mendekat. Napasnya ngos-ngosan seperti sudah berlari beratus-ratus meter. Padahal jarak dari tempat Deni memanggil dan parkiran tidak cukup jauh.

"Kenapa?" tanya Rion. Dia meletakkan kembali helmnya pada stang motor. Netranya menatap Deni dengan tatapan bertanya.

"Ikut gue dulu. Ada yang mau dijelasin." Deni menyuruh Rion untuk turun dari motor. Lalu tatapannya ia alihkan pada Ana yang menampilkan raut datar. "Lo juga ikut!" ucap Deni sarkas. Membuat Rion makin mengerutkan keningnya tak paham.

Deni menarik tangan Rion dan menyeretnya menuju rooftop. Dibelakangnya, Ana mengekor seraya tersenyum pasrah.

Sesampainya di rooftop, ketiganya langsung disambut oleh Dea, Rara, dan Putra. Mereka duduk di salah satu bangku yang sediakan. Lagi-lagi Rion mengernyitkan dahi. Sejak tadi dirinya tidak tahu tujuan dibawa ke sini.

"Kalian kenapa sih?" tanya Rion bingung. Semuanya hanya diam. Lalu Deni mengeluarkan ponselnya dan memutar rekaman suara Ana. Persis seperti yang dilakukannya pagi tadi di perpustakaan.

Sejenak, Rion menyimak. Saat suara Ana mulai terdengar, dadanya bergemuruh hebat. Semua yang dikatakan And menghantam hatinya dengan keras. Ia tak pernah menyangka orang yang sangat ia cintai mengkhianatinya dengan begitu keji.

Rion menatap Ana dengan nanar. "Apa salah gue sama lo?" tanya Rion. Auranya dingin. Tidak seperti Rion biasanya yang terlihat ceria.

"A-aku ...." Ana menjeda ucapannya. "Aku bisa jelasin Kak!" belanya.

Rion tersenyum miris. Hatinya hancur berkeping-keping. Setelah dihancurkan oleh ayahnya sendiri, kini hatinya kembali dihancurkan oleh orang yang ia cintai.

Satu bulir air mata lolos dari pelupuk Rion. Tangannya mengepal menahan marah. "Apa maksud lo nggak cinta sama gue?" ujar Rion tersenyum miring.

Dea menggenggam tangan Rion dengan erat. Matanya ikut berkaca-kaca melihat Rion yang kini hancur. Tanpa bisa dicegah, isakan tangis mulai terdengar dari Dea.

"Aku bisa jelasin." Ana kembali membela. Ekspresi yang ia tunjukkan sangat berbeda dengan ekspresi saat bertemu Rara dan Deni di kafe. Kini ekspresinya seperti korban yang dituduh melakukan suatu hal.

"Mau jelasin apa? Mau jelasin kalo Lo nggak pernah cinta sama gue? Mau jelasin bahwa gue cuma pelampiasan amarah lo?" Rion terkekeh pelan. "Mau Lo apa sih?!" tanpa sadar, suaranya meninggi. Netranya menatap Ana dengan tatapan nyalang.

Mendengar itu membuat hati Ana tersentil. Amarahnya ikut tersulut. Matanya memerah. "SEMUANYA KARENA AYAH KAK RION! KALO AYAH KAK RION GAK NGEDEKETIN IBUKU, AKU GAK BAKAL NGELAKUIN HAL INI!" Ana berucap dengan suara tinggi dan sisa-sisa tenaganya yang mulai terkuras. Sungguh, Ana hanya ingin melindungi ibunya. Ia tidak mau ibunya terluka oleh lelaki yang Ana tidak kenal asal-usulnya. Ia hanya takut ibunya dimanfaatkan.

Semua yang ada di sana bungkam, termasuk Rion. Pemuda itu mencerna baik-baik ucapan Ana. Jika yang Ana katakan benar, itu berarti selama ini dia mencintai anak dari orang yang sangat ia benci? Yang menjauhkan Rion dari ayahnya sendiri?

Shit! Semesta, apa salah Rion hingga diberi cobaan seperti ini?

Rion kembali menatap Ana dengan nanar. Dia berdiri, lalu mendekati Ana yang duduk di seberangnya. Mulutnya ia dekatkan pada telinga Ana.

"Kita putus!"

Setelah mengatakan kalimat itu, Rion berlalu meninggalkan kelima orang yang menatapnya dengan ekspresi yang berbeda-beda.

✨✨✨

Setelah pulang dari sekolah, Rion mengurung dirinya di kamar. Beberapa kali Vayren menyuruhnya untuk makan namun tidak dihiraukan oleh pemuda itu.

Pikirannya terus berkelana ke mana-mana. Ia tak menyangka Ana akan melakukan hal seperti itu pada dirinya. Apalagi saat perkataan Ana melintas di benaknya.

Rion mengacak-acak rambutnya frustasi. Hingga suara ketukan pintu kamarnya membuat dia berhenti mengacak-ngacak rambutnya.

"Yon, ini gue." Suara lembut khas Dea membuat Rion beringsut dari kasur. Pemuda itu membukakan pintu dan membiarkan Dea masuk ke dalam kamarnya.

Rion duduk di bibir kasur sedangkan Dea duduk di meja belajarnya. Beberapa menit, tak ada yang bersuara. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Maaf ...." Rion berujar pelan. Kepalanya menunduk. Tidak mau menatap netra coklat milik Dea.

"Untuk?" tanya Dea bingung.

"Maaf gue udah nyakitin lo." Rion kembali berujar dengan pelan. Kepalanya tetap menunduk. Dia sudah tahu Dea memendam perasaan untuknya. Sore tadi Zein memberi tahu semuanya. Tentang Dea yang selama ini selalu memperhatikannya, memilih untuk memendam egonya demi membuat Rion bahagia. Dan bodohnya, Rion malah memilih perempuan yang memecahkan hatinya berkeping-keping.

Dea tersenyum simpul. Dia menarik dagu Rion agar pemuda itu menatapnya. Netra mereka bertemu. Sepersekian detik, keduanya saling berpandangan. Hingga tak sadar senyum mereka terkembang dengan sempurna.

"Gue gak pernah ngerasa di sakiti sama lo. Ini perasaan gue, dan gue yang milih untuk gak ngomong sama lo. Tapi karena lo udah tahu, i'ts okay. Gue gapapa," papar Dea menjelaskan.

Rion mengangguk. "Maaf gue ngecewain lo," ujar Rion kembali meminta maaf.

Dea mendengus geli. "Udah, gak usah minta maaf. Gue udah maafin lo kok. Jangan melow gini, deh. Gak pantes tahu!"

Rion terkekeh mendengar ucapan Dea. Gadis itu selalu bisa membuatnya kembali bahagia hanya dengan hal-hal sederhana. Bodoh jika kali ini Rion melepas genggaman tangan Dea lagi.

"Lo nggak bakal ninggalin gue 'kan, De?" tanya Rion hati-hati.

Dea tersenyum jahil. "Tergantung," ucapnya.

"Kok gitu?" tanya Rion seraya mengerutkan dahinya bingung.

Melihat ekspresi Rion seperti anak kecil yang tidak mau ditinggalkan membuat Dea tertawa. Baginya ekspresi Rion sangat lucu.

"Kok ketawa, sih!" Rion mendengus. Tidak ada yang lucu.

"Jangan pernah mikir yang aneh-aneh. Sampai kapan pun, gue gak bakal ninggalin lo. Mau gimana pun keadaan lo, lo tetep sahabat gue," kata Dea usai meredakan tawanya.

Rion menarik sudut bibirnya lebar. "Makasih, De."

Malam itu, kerenggangan yang sempat terjadi diantara keduanya sirna begitu saja. Seolah-olah tak pernah terjadi apa pun pada keduanya.

Malam itu Rion bersyukur. Dari rasa sakit yang menghantamnya bertubi-tubi, semesta masih mengirimkan orang-orang baik yang selalu mendukungnya tanpa syarat. Membuat dunianya yang Kela menjadi lebih berwarna. Bahkan tanpa Rion duga sebelumnya.

✨✨✨

Gak mau banyak omong, pokoknya komen yang banyak!
Aku butuh asupan semangat untuk tulis 2 part lagi!

Semoga kalian suka, ya!
Tuh Dea udah baikan sama Rion, ehehe

See u next chap!

Salam Hangat,
Firdha SN
[23 Mei 2020]

Forever be a Friend [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang