Eunwoo mengetuk-ngetuk bolpoin yang ia genggam ke meja belajarnya, menumbulkan bunyi bertempo yang cukup nyaring dan menganggu. Satu tangannya lagi,ia mengigit kuku jari-jemarinya dengan kuat. Ia tampak berfikir keras sekarang.
"Argh!!"
Eunwoo melemparkan bolpoin yang ia genggam semula. Membanting semua peralatan tulisnya yang terletak diatas mejanya,bahkan ia juga melempar seluruh kertas tumpukannya dan juga tak sengaja melempar bingkai foto dirinya dengan kedua adik tersayangnya.
"Kenapa harus aku? Kenapa harus keluargaku?!" Eunwoo menangis meraung-raung. Keadaannya kacau,ia terlihat sangat frustasi.
Berpura-pura kuat dihadapan semua orang bukanlah hal yang mudah. Harus ada yang dikorbankan,yaitu kebahagiaan. Kuat diluar,rapuh didalam. Itu sangat menyakitkan,saat kita harus berdiri sendiri tanpa ada tumpuan. Akan lebih mudah jika menanggung diri sendiri,tapi masalahnya disini,ada dua kepala yang selalu bersanggah pada Eunwoo,ada dua kepala yang harus ia tanggung. Itu sangat tidak mudah.
"Appa,ini tidak mudah bagiku. Kau tahu itu,kan? Aku tidak sekuat dirimu,aku hanya lelaki lemah,appa" lirih Eunwoo masih menangis tersedu-sedu.
"Aku hancur,appa. Aku rapuh" kini Eunwoo membenturkan kepalanya pada tembok yang ia sandarinya. Menjadikan rasa sakit fisik sebagai pelampiasan kesakitan di ulu hatinya.
Ceklek!
"Yak! Eunwoo-ssi! Kau sangat mengg--" belum selesai Jennie menyelesaikan ucapannya,ia sudah dibuat terkejut dengan keadaan Eunwoo dan juga kamarnya yang sudah sangat berantakan.
Kamar Jennie dan Eunwoo memang bersebelahan,jadi suara bising yang Eunwoo buat sangat terdengar jelas oleh Jennie. Ia yang merasa waktu beristirahatnya terganggu akhirnya memilih untuk keluar dari kamarnya dan mendatangi kamar Eunwoo. Tak ada ketukan,gadis itu terlalu kesal dengan keributan dari kamar sebelahnya,akhirnya ia langsung saja membuka pintu kamar Eunwoo, walaupun ia tahu itu tidak sopan.
"Apa-apaan kau ini?! Kau sudah gila?!" Jennie menutup pintu kamar Eunwoo agar teriakannya tidak membuat satu rumah menjadi terganggu.
"Sebut saja begitu" jawab Eunwoo pasrah. Ia masih setia menyenderkan tubuhnya yang lemah itu ke dinding yang sekarang menjadi sanggahannya.
"Kau sangat mengangguku,kau tahu itu?" Geram Jennie. Lelaki dihadapannya ini sungguh tak tahu malu menurut Jennie. Sudah menganggu,tapi ia malah tidak menyadarinya.
"Aku...aku lelaki lemah,Jen" lirihan itu membuat Jennie iba. Tatapan tajam Jennie berubah menjadi tatapan sendu.
Lelaki dihadapannya ini, tampak sangat berbeda dari biasanya. Memang belum lama ia mengenal pria ini,tapi Jennie cukup tahu kalau Eunwoo selalu terlihat kuat,jadi Jennie cukup terkejut melihat Eunwoo sekarang. Ini bukanlah Eunwoo yang ia kenal,tapi dihadapannya sekarang hanyalah seorang remaja lelaki yang lemah dan butuh sanggahan.
"Kau sakit?" Kini Jennie melunak. Bahkan gadis itu sudah berlutut dihadaoan Eunwoo untuk menyamakan posisinya dengan lelaki itu.
Eunwoo meraih tangan Jennie dan meletakkannya pada dada bidangnya. "Disini,disini sangat sakit"
Jennie bingung dibuatnya. Ia tidak pernah berhadapan dengan orang seperti ini. Dirinya selalu menjadi orang cuek selama ini,ternyata itu adalah hal buruk.
"L-lalu? A-apa yang harus kulakukan? Aku tidak tahu bagaimana caranya menenagkanmu" uje Jennie terbata-bata. Jennie benar-benar seperti orang linglung sekarang. Melihat Eunwoo menangis seperti ini,ada rasa sakit di hati terdalam Jennie.
"Aku...aku terus bersikap kuat untuk adik-adikku. Aku hanya ingin membuat mereka bahagia, menggantikan sosok orangtua yabg tidak pernah ada di sisi kami semenjak kami kecil," ada rasa bersyukur di hati Jennie. Setidaknya ia dilahirkan dari keluarga yang berada dan lengkap dengan kedua orangtuanya. Walaupun hubungan mereka tidak akur,setidaknya Jennie memiliki orang-orang yang bisa menyanggahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY, ME? [E N D] ✔
FanfictionKenapa harus aku? Kenapa dari banyaknya manusia yang hidup di dunia ini, harus aku yang terus saja menderita?