“Gue ngerti kalo semua orang pasti bakalan pergi pada waktunya, gue tahu semua orang nggak akan ada yang selamanya bertahan.”
▪️▪️▪️
Arka menatap Mili bingung, sorot mata gadis itu menunjukkan kesedihan dan seperti menunjukkan beribu pertanyaan yang belum terjawab.
Arka terkekeh kecil. “Ya enggak lah, Mil. Apa yang harus gue kasihanin dari lo? Lo cantik, terkenal, berbakat. Apa coba yang harus dikasihanin?”
Tatapan Mili masih belum juga berubah, ia masih menatap Arka dengan sorot mata yang sama. “Terus bener kalo gue cuma jadi beban buat lo?”
“Beban apa sih, Mil? Lo berapa kilogram emangnya?” tanya Arka seraya terkekeh.
Mili berdecak kesal seraya mendorong bahu Arka. “Arka, gue serius!”
“Jangan bercanda!”
Arka mengangguk. “Iya, gue juga serius. Kenapa gue harus kasihan sama lo? Dan kenapa juga gue harus anggap lo beban buat gue?”
Mili kini menatap Arka dengan tatapan yang sungguh tak dapat ia jelaskan.
Harusnya ia merasa lega karena bisa saja yang Ditto katakan tadi hanya kebohongan. Bisa saja itu hanya akal-akalan Ditto untuk menjelekkan nama Arka di mata Mili.
Tetapi Mili tetap takut, jika semua yang dikatakan Ditto berubah menjadi kenyataan.
Ia takut, jika berita yang menyakitkan itu kelak akan menjadi kenyataan pahit yang harus ia terima.
Mungkin akan terdengar berlebihan, tetapi ia belum siap untuk kehilangan sosok Arka.
Kini mata Mili tampak berkaca-kaca, ia masih tak melepaskan tatapannya pada sosok lelaki yang ada di hadapannya.
Arka menatap Mili bingung. Ia menyentuh punggung tangan Mili. “Hei, lo kenapa sih?”
Entah mengapa mata Mili rasanya semakin lama semakin memanas.
“Ka, lo enggak akan pergi, ‘kan?” tanya Mili dengan napasnya yang mulai terdengar tersengal.
“Kenapa gue harus pergi?” tanya Arka balik.
Entah mengapa, air mata justru mengalir membasahi pipi Mili. Ia keluar dari mobil Arka lalu segera berjalan cepat masuk ke dalam rumahnya.
Vena tersenyum menatap putrinya yang berjalan memasuki rumah. “Mil, udah pulang?”
“Mili ke kamar ya, Ma?” ujar Mili dengan suara parau, membuat Vena terbingung dengan apa yang terjadi pada putrinya.
▪️▪️▪️
Sekarang jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Mili kini tengah berkutat dengan kanvasnya, namun kali ini ia bukan menggambar desain baju seperti biasanya.
Ia tengah menggambar sosok lelaki dengan wajah yang kata orang-orang tergolong tampan. Dengan rahang kokoh, kulit putih, serta tatapan tajam namun seringkali menjadi mata yang paling bisa untuk menenangkan Mili.
Ia menatap lukisannya dengan tatapan sendu, sesaat kemudian ia menarik napas dalam-dalam seraya memejamkan matanya.
Namun lamunannya terbuyarkan ketika suara di depan rumahnya terdengar dengan cukup keras.
“Permisi, ojek online!”
Mili berdecak kesal. Ia membuka pintu kamarnya lalu berteriak. “Melo, ojek online lo tuh!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Memories [Telah Diserieskan]
Teen Fiction#1 Semesta [07/05/20] "Kenapa sih gue harus suka sama orang yang hatinya bukan buat gue?" "Ngapain juga gue masih nungguin dia buat suka sama gue?" "Salah sendiri lo nggak pernah buka hati buat orang yang suka sama lo." "Nggak usah sok tau deh lo. E...