[Kalau bisa, bacanya sambil dengerin multimedia ya]
▪️▪️▪️
Setelah beberapa saat, Dokter keluar dari ruangan lalu menatap Mili seraya tersenyum parau. Ia menepuk pundak Mili.
“Maaf, Pak Rendra tidak bisa diselamatkan.”
Air mata Mili mengalir deras seketika, Mili menepis tangan Dokter yang berada di bahunya. Ia menggelengkan kepalanya. “Dokter pasti bohong, ‘kan?”
Dokter hanya menggeleng seraya menatap Mili.
“Dokter pasti bohong! Iya, ‘kan?”
Mili segera berlari menuju ruang rawat Papanya, Mili melihat beberapa perawat yang menutup raga Papanya dengan kain putih.
Dengan tangis yang terus berjatuhan, Mili menghampiri Papanya yang ada di atas ranjang rumah sakit. Beberapa perawat itu pergi meninggalkan Mili.
Mili membuka kain putih yang menutupi raga Papanya, ia menatap wajah pucat Papanya dengan hembusan napas yang sudah tak bisa ia rasakan lagi. Air mata Mili tak henti-hentinya mengalir.
“Pa, Papa cuma lagi tidur, ‘kan?”
“Papa cuma mau istirahat sebentar, ‘kan?”
“Papa bakal bangun lagi ‘kan, Pa? Papa bakal nemenin Mili buat jadi designer terkenal ‘kan?” tanya Mili dengan penuh penekanan. Ia menyentuh bahu Papanya.
“Pa, jawab! Papa pasti akan bangun lagi, ‘kan?”
Isak tangis Mili semakin terdengar jelas, ia terus mengajak Papanya bicara seolah Papanya bisa menanggapinya, padahal ia tahu jika kenyataannya Papanya tak akan bisa mendengarnya lagi.
“Papa nggak akan ninggalin Mili sendirian, ‘kan?”
“Papa nggak akan ninggalin Mili sendirian saat semua orang nggak ada yang percaya sama Mili, ‘kan?”
“Pa, jawab, Pa! Bangun!”
“Papa nggak akan tega buat tinggalin Mili, ‘kan?”
“Papa bisa denger Mili, ‘kan?”
Air mata Mili semakin deras mengalir. “Papa udah janji buat terus temenin Mili sampai Mili sukses nanti, Papa nggak boleh pergi.”
“Mili sayang sama Papa.”
“Kalau Papa pergi, siapa yang bakal percaya sama semua mimpi Mili?” Mili menatap wajah pucat Papanya lalu menggenggam tangan Papanya yang sangat terasa dingin dengan begitu erat.
Air mata lagi-lagi menetes di pipi Mili. “Kenapa harus Papa yang pergi?”
“Mili nggak akan pernah siap buat kehilangan Papa.”
Ponsel Mili berdering, Mili dapat melihat jika itu adalah panggilan masuk dari Mamanya, namun Mili mengabaikan panggilan tersebut. Mili kembali menggenggam erat tangan Papanya. Namun panggilan yang tak henti-hentinya membuat Mili mau tak mau mengangkat panggilan itu.
“Mili, ini udah malem. Kamu dimana sih? Kamu pasti keluyuran, ‘kan? Mama udah sering bilang sama kamu, kamu itu harus belajar buat perbaiki nilai kamu! Kamu pikir—”
“Mili lagi di rumah sakit.” Mili menjawab dengan suaranya yang terdengar parau.
“Tapi nggak harus semalem ini, ‘kan? Kamu punya otak nggak sih, Mil? Kamu—”
Mili memejamkan matanya lalu menarik napas dalam-dalam. “Papa meninggal, Ma.”
Setelah itu ia memutuskan panggilan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Memories [Telah Diserieskan]
Fiksi Remaja#1 Semesta [07/05/20] "Kenapa sih gue harus suka sama orang yang hatinya bukan buat gue?" "Ngapain juga gue masih nungguin dia buat suka sama gue?" "Salah sendiri lo nggak pernah buka hati buat orang yang suka sama lo." "Nggak usah sok tau deh lo. E...