12. Different Side

31.6K 2.9K 132
                                    

Setelah pulang sekolah, Mili cepat-cepat bergegas meninggalkan sekolahnya dan secepat mungkin memesan ojek online agar ia tak perlu pulang bersama dengan Arka.

Gerimis halus perlahan membasahi ibu kota, mungkin sebentar lagi hujan akan turun. Namun Mili cepat-cepat berjalan memasuki suatu tempat.

Dan kini, Mili ada di suatu tempat yang sering dia kunjungi padahal sebenernya dia nggak suka. Iya, sekarang Mili ada di rumah sakit. Sebenernya Mili benci bau rumah sakit.

Perlahan, tangan mungil milik Mili membuka pintu ruangan rawat inap. Gadis itu duduk di kursi yang ada di sebelah ranjang pasien seraya tersenyum. Ia meletakkan tasnya di bawah lalu menatap sosok yang ada diatas ranjang itu lekat-lekat.

Ia menghela napas berat lalu meraih tangan sosok itu dan mencium punggung tangannya.

“Papa masih belum bangun?”

“Papa pasti masih mau istirahat ya?” tanya Mili. Padahal Mili tahu jika Papanya tak akan dapat mendengarnya sekarang, bahkan sejak hampir satu tahun yang lalu.

“Padahal Mili mau cerita banyak banget hal sama Papa.”

Mili menarik napas dalam-dalam. Matanya tampak berkaca-kaca. “Papa tau? Hari ini Mili kesel banget sama Mama, apalagi sama Kak Melo.”

“Masa Mili dituduh yang enggak-enggak terus sih, Pa? Masa Mili dituduh minum-minuman keras?”

Mili menatap langit-langit ruangan rumah sakit seraya tersenyum getir. “Salah nggak sih, Pa kalo Mili ngerasa capek banget dibanding-bandingin sama Melo terus?”

“Mili tau dia pinter, dia bisa banggain Mama, tapi ‘kan Papa bilang kalo setiap orang punya kelebihannya masing-masing.”

Mili kembali meraih tangan Papanya yang terasa begitu dingin.

“Papa cepet bangun ya.”

“Ada banyak banget hal yang belum sempet Mili bilang sama Papa. Ada banyak banget mimpi-mimpi Mili yang belum bisa Mili wujudin dan tunjukkin ke Papa sama Mama kalo Mili bisa jadi orang yang sukses.”

“Cuma Papa satu-satunya orang yang selalu ngedukung dan percaya sama mimpi-mimpi Mili.”

“Bahkan mimpi-mimpi konyol sekalipun.”

Mili memejamkan matanya sejenak lalu kembali berbicara, “Oh iya, Papa tau nggak kalo di sekolah Mili ada orang aneh?”

“Masa ada cowok aneh yang ngaku-ngaku jadi pacar Mili sih, Pa?”

“Mana dia itu ngeselin banget lagi, Pa. Pokoknya Mili nggak pernah nggak naik darah kalo lagi ngomong sama dia!” ujar Mili lagi.

“Terus tau nggak? Ternyata, dia jadi tetangga kita sekarang. Ternyata juga dia anaknya Tante Anggi—temen SMA Mama. Papa kenal nggak sama Tante Anggi?” tanya Mili lagi seraya menatap lekat Papanya seakan Papanya mendengar apa yang ia katakan.

“Tante Anggi baik sih, tapi sayang aja anaknya ngeselin banget. Mungkin Tante Anggi salah resep kali ya?” Mili tertawa parau.

“Terus abis itu Mama nyita mobil Mili dan nyuruh dia buat nganter jemput Mili. Tapi tadi Mili kabur karena males sama dia.”

Mili lagi-lagi menghela napas. “Kayaknya nanti Mama bakal marah sama Mili gara-gara nggak pulang sama Arka.”

“Mili pulang dulu ya, Pa?”

“Selamat istirahat, Papa.”

“Semoga Papa cepet sembuh ya.”

“Mili yakin Papa bakalan bangun.”

“Mili kangen banget sama Papa.”

Mili berdiri lalu mengecup kening Papanya. Seiringan itu juga air matanya mengalir di pipinya. “I love you, Pa.”

Mili menghapus air matanya lalu mengambil tas yang tadi ia letakkan dibawah. Setelah itu ia beranjak membuka pintu untuk segera pulang.

Namun mata Mili membulat ketika melihat sosok Arka yang tengah duduk di ruang tunggu rumah sakit. Ia berdiri menatap Mili.

Mili menatapnya lekat. “Ngapain sih lo disini?”

“Lo ngikutin gue ya?”

Arka membalas tatapan Mili dingin. “Iya.”

Mili menarik napas dalam-dalam. “Kenapa sih lo selalu ganggu gue?”

“Kenapa sih lo nggak bisa biarin sehari aja gue tenang?”

“Tujuan lo apa sih sebenernya?”

“Mau lo apa sih?” sentak Mili dengan mata yang membulat. Perasaanya yang kini sedang tak karuan membuat emosinya semakin sulit untuk diatur.

“Mau lo apa? Bilang!” sentak Mili lagi.

Arka kembali menatap Mili. “Gue cuma jalanin amanat nyokap lo.”

“Nggak dijalanin juga nggak papa kali, alay banget sih!” Mili menatap Arka malas lalu berjalan cepat keluar dari rumah sakit untuk segera pulang.

Arka berjalan mengikuti Mili dengan tetap memasang wajah datarnya. “Mau kemana? Sekarang diluar hujan.”

“Mau pulang!” Mili tetap berjalan sampai kini ia ada di depan koridor rumah sakit.

Arka menahan tangan Mili sehingga gadis itu menoleh kearahnya.

“Tapi diluar hujan!”

“Ya terus kenapa?” tanya Mili malas.

“Lo bisa sakit.” Arka menatap Mili dalam.

Mili tersenyum getir. “Ya terus urusan lo apa? Tanpa keujanan juga gue udah sering sakit hati!”

Sebenarnya ucapan Mili sudah tak menentu. Tapi Arka tahu jika gadis itu berlaku seperti ini karena ia sedang tak baik-baik saja.

“Terus lo mau bikin diri lo tambah sakit?” tanya Arka dingin tetapi tegas sehingga akhirnya Mili duduk di kursi yang ada di koridor depan rumah sakit.

Ia duduk seraya menatap rintik hujan yang perlahan turun.

Ia memejamkan matanya sejenak, mencoba mengerti apa yang kini sedang ia rasakan. Setelah itu, ia membuka matanya dan menatap Arka yang kini juga duduk di sampingnya.

“Kenapa sih lo harus peduli sama gue?”

“Kenapa lo mau ngaku-ngaku jadi pacar gue?”

“Lo ‘kan tau gue cuma cewek bego yang bisanya cuma bikin masalah. Lagi juga, kayaknya banyak juga cewek yang suka sama lo.”

“Mendingan udah ya? Nggak usah ngaku-ngaku jadi pacar gue lagi? Nggak usah ngikutin nyokap gue buat anterin gue kemana-mana?”

“Lagian mau ngapain sih lo? Mau nuntut gue buat jadi orang lain juga?”

Arka tak menjawab, namun justru membalas tatapan Mili sehingga mata mereka bertaut untuk beberapa saat. Setelah itu, Arka memalingkan wajahnya.

“Terserah gue lah.”

“Salah sendiri lo minta gue buat jadi pacar lo.”

Hanya itu jawaban yang Arka keluarkan dari mulutnya. Membuat Mili kembali memegangi kepalanya.

“Tapi gue ‘kan udah bilang kalo kita putus, Ka! Gue juga bilang kalo gue nggak beneran!”

“Emang kalo kayak gini kita tetep keitung pacaran beneran? Enggak, ‘kan?”

“Lagian apa untungnya coba kalo lo beneran pacaran sama gue?” tanya Mili dengan menatap Arka penuh tanda tanya.

TBC

Author Note:
Sebenernya berat juga ya kalo ada di posisi Mili. Oh iya, kira-kira apa yang bikin Arka terus-terusan bilang kalo Mili itu pacarnya ya? Thanks for reading ❤️

Alya Ranti

Broken Memories [Telah Diserieskan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang