47. Andai Dia Tahu

21.8K 2.7K 530
                                    

[Kalau bisa, bacanya sambil dengerin multimedia ya]

Aku tak mau lagi berharap lebih, karena berharap akan berujung pada rasa sakit nantinya.

▪️▪️▪️

Akhirnya, Vena mengetahui apa yang terjadi sore tadi pada Mili, putri kecilnya. Ia segera menghampiri rumah Arka dan berterima kasih kepada lelaki itu. Jika dirasa, sepertinya Arka sangat tulus kepada Mili. Lelaki itu rela membantu Mili agar gadis itu selamat dari bahaya, lelaki itu juga yang mengurus semua administrasi di rumah sakit.

Sedangkan Mili, kini mencoba menarik napas secara perlahan seraya menatap langit-langit kamarnya. Entah mengapa, perkataan Arka seketika terlintas di dalam benaknya. Perasaannya semakin tidak karuan ketika melihat tatapan sendu yang Arka pancarkan serta kata-kata Arka yang membuatnya berpikir.

“Lo marah dan kecewa sama gue, Mil. Kalo lo mau bales, sakitin gue aja. Enggak usah nyakitin dan bahayain diri lo sendiri, karena itu jauh lebih menyakitkan buat gue.”

Apa mungkin Arka menyayanginya? Apa mungkin jika semua ini memang lebih dari sekadar hutang budi?

Mili menarik napas lagi, ia mencoba untuk membuang jauh-jauh semua pikirannya tentang Arka lagi. Ia tak mau lagi berharap lebih, karena berharap akan berujung pada rasa sakit nantinya.

Mili mencoba memejamkan matanya, mencoba untuk mengistirahatkan tubuhnya yang terasa lelah dan sakit. Akan tetapi, semua tentang Arka rasanya semakin tak bisa hilang.

“Tu me manques.” Seketika ucapan Arka kembali terngiang di dalam otaknya. Membuat dirinya semakin tidak bisa untuk mengistirahatkan otaknya.

Mili membalikkan tubuhnya secara perlahan lalu menutupi kepalanya dengan bantal agar ia bisa cepat terlelap, tetapi Arka rasanya seperti tidak pergi juga dari otaknya.

Arka tidak mungkin menyayanginya, Arka tidak mungkin merindukannya. Semua yang ada di surat itu sudah memperjelas semuanya, semuanya sudah jelas jika Arka hanya mencintai Rana.

Lamunannya buyar ketika seseorang memasuki kamarnya, benar, sosok itu adalah Vena. Ia tersenyum menatap Mili. “Mil, gimana? Masih sakit ya badannya?”

Mili mengangguk. “Iya, tapi cuma butuh istirahat aja kok, Ma.”

Vena duduk di tepi kasur Mili lalu mengelus lembut rambut putrinya. Setelah itu, ia merangkul putrinya itu ke dalam dekapannya. “Lain kali hati-hati ya sayang, jangan sampai terulang lagi.”

“Mama takut kehilangan kamu seperti kita kehilangan Papa.” Suara lirih Vena membuat Mili tertegun sekaligus terenyuh.

Jika diingat-ingat, Arka berperan besar untuk memperbaiki hubungan dirinya dengan Vena, Mamanya. Hati Vena yang sekeras batu kini bisa menjadi luluh dan lembut seperti kapas.

Mili memejamkan matanya, mengapa Arka dan Arka lagi sih yang hadir di dalam benaknya? Harusnya ia melupakan Arka, tetapi mengapa ia justru terus mengingat Arka seperti ini?

Vena melepaskan tangannya dari bahu Mili, lalu mengambil sekotak kue dan surat yang ada di sampingnya. Barang itu Vena berikan kepada Mili.

“Ini, dari Arka.” Vena tersenyum, “mama ke kamar ya, kamu jangan tidur malam-malam. Istirahat yang cukup ya.”

Mili mengangguk seraya melemparkan senyuman hangat ke arah Vena. “Thanks, Ma.”

Setelah itu, Vena menutup pintu kamar Mili. Jemari mungil Mili perlahan membuka kotak kue itu, itu kue coklat kesukaan Mili yang biasanya ia pesan di Blurry Café. Setelah itu, tangannya beralih pada surat yang ada di samping kotak tersebut.

Broken Memories [Telah Diserieskan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang