[Kalo bisa, bacanya sambil dengerin multimedia ya]
Segala sesuatu akan indah dan berlabuh di rumah yang tepat.
️▪️▪️▪️
Mili masih menatap Arka pada posisi yang sama. “Tapi kalau misalnya emang kesempatan itu udah enggak ada, gue akan pergi, Ka. Gue enggak akan maksa. Mungkin ini emang yang terbaik buat kita.”
“Gue enggak akan maksa, Ka. Gue akan ikutin apa pun keputusan yang enggak akan ngelukain kita lagi.”
“Sekalipun kalau keputusan itu adalah kita emang enggak bisa ada di jalan yang sama lagi.”
Arka menarik napas berat lalu membulatkan pandangannya ke arah Mili. “Mil, ikut gue yuk?”
“Ke mana?” tanya Mili.
“Ikut aja, enggak enak malem-malem kita ngobrol di rumah sakit,” jawab Arka. Mili menganggukan kepalanya lalu mengikuti langkah Arka yang perlahan berjalan ke luar dari koridor rumah sakit. Benar juga yang Arka katakan, tidak baik malam-malam mereka berbincang di dalam rumah sakit.
Langkah Arka terhenti di depan motornya, motor yang sudah lama sekali tidak Mili naikki. Arka naik ke atas motornya dan memakai helm di kepalanya. Ia menatap Mili lalu menganggukan kepalanya, mengisyaratkan Mili untuk naik ke atas motornya.
“Tapi gue bawa mobil ke sini, Ka. Mobil gue gimana?” ujar Mili yang mencoba untuk merespons isyarat Arka.
“Enggak papa, mobil lo pasti aman di sini,” jawab Arka.
Tanpa berpikir lebih lama lagi, Mili segera menaikki motor Arka. Rasanya, sudah dua tahun ia tidak berada di atas sini. Motor Arka perlahan bergegas meninggalkan kawasan rumah sakit dan menyusuri jalanan Bandung pada malam hari.
Mereka berdua hanya saling diam, tidak ada yang berbicara satu patah kata pun, mata Mili perlahan mengamati keadaan Kota Bandung pada malam hari.
Perasaan Mili sekarang sangat sukar untuk dijelaskan. Di satu sisi, ia merasa sangat bersyukur karena Tuhan tidak membiarkan Arka meninggalkannya sekarang. Namun, di sisi yang lainnya Mili masih begitu merasa bersalah kepada lelaki yang ada di hadapannya.
Berada di atas motor ini, mengingatkan Mili pada semua hal yang ia lakukan bersama Arka. Semua canda tawa yang pernah tercipta, semua duka lara yang pernah terbagi bersama, semuanya seakan kembali saat ini juga ke dalam pikirannya.
Tanpa Mili sadari, lelaki yang ada di hadapannya diam-diam menatap dirinya dari kaca spion selama beberapa saat. Setelahnya, ia kembali memfokuskan pandangannya ke arah jalanan dan mengendarai motornya.
Tak lama, motor Arka berhenti di depan sebuah kafe sederhana, tetapi terasa begitu menenangkan. Mili turun dari motor Arka. Tidak lama setelahnya, Arka pun ikut turun dan melepas helm yang ia kenakan, lalu meletakkan helm itu di sanggahan kaca spionnya.
Arka mulai berjalan memasuki kafe itu, Mili pun mengikutinya dan menatap desain kafe itu yang begitu menarik. Kafe ini terlihat dipenuhi dengan warna coklat terang. Tema seperti ini memang begitu menenangkan dan sangat menggambarkan Arka.
Mili masih mengikuti Arka yang kini menaikki tangga. Kini, mereka berada di rooftop milik kafe ini. Di sana, hanya terdapat beberapa meja dan kursi. Suasananya lebih sepi dan menenangkan dibandingkan di bawah. Yang lebih uniknya lagi, dari sini, ia bisa melihat suasana malam Kota Bandung dari atas.
Arka memilih untuk duduk di kursi yang berada agak di tepi rooftop, sehingga pemandangan terlihat lebih jelas. Setelah Mili dan Arka duduk, seorang pelayan datang menghampiri mereka. “Selamat malam, Kak. Mau pesan apa?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Memories [Telah Diserieskan]
Fiksi Remaja#1 Semesta [07/05/20] "Kenapa sih gue harus suka sama orang yang hatinya bukan buat gue?" "Ngapain juga gue masih nungguin dia buat suka sama gue?" "Salah sendiri lo nggak pernah buka hati buat orang yang suka sama lo." "Nggak usah sok tau deh lo. E...