“Katanya kalo cewek ngomong nggak papa, itu tandanya lagi kenapa-kenapa. Bener nggak?”
▪️▪️▪️
Mili menatap langkah Arka sehingga tak dapat ia jangkau dengan matanya lagi. Mili menghela napas sejenak lalu berjalan memasuki rumahnya.
Sesampainya di rumah, Vena menatap Mili dengan tatapan tajam. Tatapan itu sangat mengintimidasi sehingga membuat Mili bingung mengapa tiba-tiba Mamanya seperti itu.
“Ma.” Mili mencium punggung tangan Vena.
“Mama kenapa sih jutek banget? Perasaan tadi nggak kenapa-napa?” tanya Mili bingung.
Vena menghela napas sejenak seraya menatap Mili dengan serius. “Mama kira kamu bisa berubah, Mil, ternyata enggak.”
Mili mengerutkan dahinya. “Maksud Mama gimana?”
“Tadi wali kelas kamu telepon Mama lagi, katanya nilai mata pelajaran umum kamu jatuh lagi di bawah rata-rata.”
“Besok kamu harus ikut remedial.”
“Kapan sih kamu mau berubah, Mil?”
“Kemarin nilai kamu udah membaik, terus kenapa sekarang kamu gini lagi? Karena kebanyakan ngurusin desain yang nggak penting itu?” sentak Vena, Mamanya itu memang selalu sensitif jika membahas masalah ini.
Mili menarik napas dalam-dalam. “Ma, Mili kan udah berusaha, kalo emang dasarnya Mili emang nggak bisa terus Mili harus gimana?”
“Nggak ada yang nggak bisa, Mil. Itu tergantung kamu mau usaha atau enggak! Kamu pikir Mama nggak malu sama wali kelas kamu?” sentak Vena lagi.
Mili menghela napas dengan gusar. “Ya, Mili minta maaf. Lagi juga, ini bukan karena desain juga kok, Ma. Kenapa sih Mama nggak pernah mau dukung Mili di bidang yang Mili bisa? Kenapa Mama selalu maksa Mili di suatu hal yang Mili nggak bisa?”
“Desain itu nggak penting, Mil. Udah berapa kali sih Mama bilang?”
Mili menatap Mamanya sendu. “Mili cuma mau buktiin sama Mama kalo Mili bisa hebat pake cara Mili sendiri. Niat Mili juga cuma mau banggain Mama sama Papa kok.”
Vena menajamkan tatapannya ke arah Mili. “Mama cuma mau nilai kamu bagus, itu aja. Nggak usah kamu mikirin yang lain!”
“Mama nggak akan bangga sama kamu sebelum kamu perbaikin semua nilai-nilai kamu!”
“Mama malu tau nggak punya anak bodoh kayak kamu?”
“Papa kamu juga nggak akan bangga sama kamu!”
Kata-kata itu sangat menohok perasaan Mili. Gadis itu menatap Mamanya dengan mata yang semakin berkaca-kaca.
“Mili emang bodoh dan nggak bisa banggain Mama kayak Melo.”
“Mili minta maaf.” Mili berjalan cepat menuju kamarnya.
Ia merebahkan tubuhnya di atas kasur, beriringan dengan itu air matanya mengalir di pipinya.
Tak lama kemudian, Mili menghampiri jendela kamarnya lalu membuka tirai jendelanya. Ia menatap kamar Arka yang ada di seberang sana.
Mungkin, kehadirannya memang hanya merepotkan banyak orang. Mungkin benar kata-kata Arka, jika Mili hanya cewek bodoh yang tidak punya otak.
Tapi ada satu sosok yang selalu percaya dengan mimpi-mimpinya, yaitu Papanya yang masih tertidur lelap dalam tidur panjangnya.
Mata Mili beralih menatap langit biru yang kini mulai berubah menjadi oranye. “Cepet sembuh, Pa.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Memories [Telah Diserieskan]
Teen Fiction#1 Semesta [07/05/20] "Kenapa sih gue harus suka sama orang yang hatinya bukan buat gue?" "Ngapain juga gue masih nungguin dia buat suka sama gue?" "Salah sendiri lo nggak pernah buka hati buat orang yang suka sama lo." "Nggak usah sok tau deh lo. E...