Ada Apa

2 0 0
                                    

"Makasih ya sayang, Ibu sangat beruntung sekali karena memiliki kalian berdua di hidup Ibu"

"Kita lebih bersyukur memiliki Ibu"

"Iya benar, Semesta baik sekali ya, telah memberikan kita malaikat yang begitu cantik, paras dan hati nya"

"Iya, Malaikat tanpa Sayap"

"Dari dulu, kalian memang paling jago membuat hati Ibu berbunga-bunga. Dan salah satu alasan Ibu tersenyum sampai detik ini adalah kalian. Kalian permata hati Ibu"

Mereka berpelukan, hangat.

Dalam pelukan itu ada sebuah harapan,

"Semesta tolong jaga keluarga ku."

"Pelita sama Ibu ke kamar ya kak"

"Iya, istirahat sana"

"Kak Arka juga istirahat, ya"

"Iya sayang"

*****

Pagi yang cerah, ketika sang mentari memancarkan sinar nya, dari timur dunia. Pohon rindang dengan daun hijau nya masih basah oleh hujan semalam, di tambah embun pagi ini.
Sama hal nya dengan mereka,
air mata itu tidak bisa berhenti menetes dan terus mengalir dari kelopak matanya, seakan seperti kran air yang lupa tidak dimatikan.

Iya, memang benar. Mereka ibarat kran air, mereka tidak bisa mematikan nya kalau tidak si pemilik nya sendiri yang mematikan.
Dan tentunya, mereka juga seperti itu, mereka tidak bisa berhenti menangis, karena masalah mereka belum selesai.
Jadi mereka harus menyelesaikan masalah itu dulu baru baik-baik saja.

Sekarang, jika mereka keluar rumah dan berkata baik-baik saja pasti orang-orang tidak akan percaya, karena mata mereka sudah menjawab semua nya. Mata memang tidak punya mulut jadi tidak bisa berbicara dengan kata-kata. Tapi mata bisa berkata lewat hati, karena mata punya hati.

"Bu"

"Iya sayang, ada apa?"

"Ibu mau masak?"

"Iya, memang kenapa?"

"Hari ini kita makan diluar aja ya"

"Memang kenapa? Terus nanti Ayah makan apa kalau Ibu tidak masak? Apa Ayah makan diluar juga sama kita?"

"Ibu masih mikirin Ayah? Setelah apa yang Ayah perbuat sama Ibu kemarin?"

"Tidak baik menyimpan amarah sayang, lagipula Ayah itu kan suami Ibu, sudah sepatutnya Ibu sebagai seorang istri harus berbakti dan hormat kepada suami"

"Pelita kagum sama Ibu. Kalau nanti Pelita sudah besar, Pelita mau seperti Ibu. Menjadi seorang Istri dan Ibu yang baik untuk keluarga kecil nya"

"Aamiin ya Allah, Ibu berdoa semoga anak-anak Ibu mendapatkan pendamping hidup yang baik, seiman, dan takut kepada Allah"

"Aamiin ya Allah"

"Kalau begitu Pelita pergi keluar sebentar ya Bu"

"Mau pergi kemana?"

"Ke sekolah, mengerjakan tugas"

"Perlu gua antar?"

"Ngga perlu kak, gua bisa sendiri.
Lu jagain Ibu aja ya, jangan pergi kemana-mana"

"Siap 86"

"Pelita berangkat, assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

"Hati-hati"

"Iya"

*****

Sepanjang perjalanan, semua orang menatap Pelita dengan penuh misteri, ada yang menatap sendu, kesal,  bahkan amarah. Pelita yang melihat nya heran, ada tanda tanya besar di fikiran nya,

"Ada Apa?"

Jelas saja Pelita ditatap dengan penuh misteri seperti itu, karena pipi nya merah, dan dengan mata bengkak. Iya, seperti penculikan, lalu dianya dan dia menangis. Dan orang-orang pun beranggapan jika sedang diculik, siapa penculik nya? Tentu saja Abang ojek online, ada-ada saja.

"Neng merasa tidak kalau kita sedang diperhatikan?"

"Iya bang"

"Kenapa ya neng? Apa ada yang salah dengan pakaian saya?"

"Tidak tahu, saya rasa tidak ada yang aneh dari pakaian yang abang kenakan"

"Sekarang abang tahu, kenapa mereka melihat kita terus"

"Kenapa bang?"

"Mereka pasti iri melihat abang membonceng bidadari dari langit, hehehe"

"Abang lucu juga. Kenapa tidak mendaftar stand up comedy saja? Pasti menang, hahaha"

"Si neng bisa saja, hahaha"

Sepanjang perjalanan diwarnai dengan canda tawa, jadi perjalanan yang jauh pun tak terasa, tiba-tiba sudah sampai saja.

"Sudah sampai neng"

"Iya bang, ini helm dan uang nya"

"Makasih neng, senang bertemu dengan neng, udah cantik, ramah lagi"

"Sama-sama bang, abang ini bisa saja"

Bersambung

Tentang DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang