Ayah Berubah

1 1 0
                                    

Ibu marah dan berkata

"Kalau Ayah sayang sama Ibu, kenapa sifat Ayah seperti ini terus terhadap Arka dan Pelita. Kenapa tidak Ayah menahan emosi Ayah terhadap anak-anak. Dan tidak membuat anak-anak seperti kehilangan seorang Ayah nya. Kenapa Ayah? Kenapa!"

"Ayah khilaf Bu. Mereka selalu saja membuat Ayah merasa kesal"

"Apapun yang kita lakukan pasti salah di mata Ayah"

"Benar, percuma saja kita melakukan sesuatu yang Ayah suka pasti di mata Ayah tetap saja kita itu salah, akhirnya sia-sia"

Plak!
Tamparan mendarat di pipi Arka.

"Jaga ucapan kamu! Di sekolah kan tinggi-tinggi tapi tidak tahu sopan santun. Sudah besar malah semakin kurang ajar!"

Ibu dan Pelita terkejut, dengan apa yang terjadi di hadapan mereka.

"Ayah, cukup. Ayah sadar apa yang sudah Ayah lakukan tadi"

"Untuk apa menghalangi aku, anak ini memang harus di kasih pelajaran"

"Ayah, cukup. Kasian ka Arka"

"Kamu diam, kamu itu masih anak kecil jadi ngga tau apa-apa"

"Ayah selalu bilang Aku anak kecil karena usia Aku yang masih belasan tahun ini, masih mending aku bisa lalu bagaimana dengan Ayah yang usia nya sudah kepala 4 namun tidak bisa menahan emosi nya"

"Dasar anak tidak tahu diri!"
Plak! Satu tamparan mendarat di pipi Pelita.

"Ayah cukup! Ayah keterlaluan!
Kalau Ayah ingin melampiaskan emosi Ayah, lampiaskan saja sama Arka, jangan Pelita!"

"Mau jadi pahlawan kesiangan ya kamu sekarang"

"Iya Yah, Arka akan jadi pahlawan untuk Pelita dan juga Ibu. Arka ngga akan biarin Ayah lukain mereka sedikitpun. Karena mereka adalah harta yang paling terpenting dihidup Arka. Arka yakin, suatu saat nanti Ayah pasti akan menyesal karena telah menyia-nyiakan mereka, harta yang paling berharga di dunia ini, yaitu keluarga. Dan karena sifat arogan Ayah ini akan membuat Ayah kehilangan kami"

"Sudah pintar berbicara dan menasehati orangtua ya kamu.
Tapi kamu harus ingat, Ayah lebih dulu lahir daripada kamu, jadi Ayah tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Jadi kamu tidak usah manasehati Ayah!" ucap laki-laki tua itu dengan tegas.

"Bukan maksud Arka untuk sok menasehati Ayah, tapi Arka tidak ingin Ayah seperti ini terus"

"Diam kamu! Ayah capek" pergi berlalu begitu saja.

"Ayah aneh, dinasehati bukan nya terima dan bilang makasih, malah pergi begitu saja"

"Mungkin Ayah lagi capek sama pekerjaan nya, jadi begitu"

"Tapi Bu, kalau Ayah capek dengan pekerjaan nya, apa harus melampiaskan amarah dan emosi kepada keluarga nya?"

"Pelita benar Bu, dan tidak biasa nya juga Ayah seperti ini. Pasti ada yang sedang Ayah sembunyikan dari kita"

"Sudah, tidak baik membicarakan Ayah kalian sendiri seperti itu, ini sudah malam, kalian masuk kamar dan istirahat sana"

"Iya Bu, kita minta maaf"

"Malam ini Ibu tidur sama Pelita ya. Pelita ngga mau Ayah memarahi Ibu lagi, apalagi sampai menyakiti Ibu"

"Ayah tidak menyakiti Ibu sayang"

"Ibu tidak bisa membohongi kita. Mulut Ibu memang berbicara tidak apa-apa, tapi mata Ibu menjelaskan kalau sedang tidak baik-baik saja"

Ibu hanya bisa terdiam.

"Pelita benar Bu. Arka juga tidak mau Ibu tersakiti nanti jika sekarang tidur satu kamar dengan Ayah. Karena sifat Ayah sekarang sedang tidak bisa dikendalikan"

"Tidak usah, nanti kasur Pelita jadi sempit karena harus berbagi dengan Ibu"

"MasyaAllah Bu, kasur Pelita cukup kok untuk kita berdua. Jadi Pelita juga tidak kesempitan. Ibu mau ya tidur sama Pelita"

"Tapi"

"Atau Ibu mau tidur di kamar Arka? Biar nanti Arka tidur di sofa"

"Engga, Ibu ngga mau kalau kamu tidur di sofa. Nanti kamu sakit"

"Arka rela sakit demi Ibu"

"Tapi Ibu mana yang tega melihat anak nya sakit. Semua Ibu di dunia ini juga pasti memilih untuk dirinya sendiri saja yang sakit daripada anak nya yang sakit"

"Kalau Ibu tidak ingin Arka sakit, dan Arka pun juga tidak ingin Ibu sakit, kalau begitu. Malam ini Ibu tidur sama Pelita dulu ya dikamar nya"

"Iya, Ibu malam ini tidur sama Pelita. Gapapa kan sayang?"

"Ya gapapa dong Bu. Masa iya aku keberatan tidur dengan Ibu ku sendiri. Ayo, kita ke kamar"

"Makasih ya sayang, Ibu sangat beruntung sekali karena memiliki kalian berdua di hidup Ibu"

"Kita lebih bersyukur memiliki Ibu"

Bersambung

Tentang DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang