Ibu Kecewa

1 1 0
                                    

"Ibu sedih, karena besok adalah hari aniversarry pernikahan Ibu dan Ayah yang ke-25 tahun"

"Kenapa sedih? Harusnya Ibu senang"

"Ibu takut Ayah lupa"

"Hahaha Ibu ini lucu. Ibu sama Ayah nikah bukan setahun dua tahun, tapi udah 25 tahun, Ayah ngga mungkin lupa sama hari spesial kalian"

"Maka dari itu, karena sudah 25 tahun pernikahan, Ibu takut Ayah lupa dan menganggap biasa saja"

"Tidak akan Bu. Ayah pasti mengingat nya dan mengucapkan nya untuk Ibu"

"Kalau tidak bagaimana?"

Tiba-tiba dari belakang Ayah datang dengan membawa bunga ditangan nya dan cake yang dibawa Arka

"Happy anniversary ke-25 tahun sayang"

"Ayah"

"Semoga dipernikahan kita yang sudah 25 tahun ini menambah rasa percaya satu sama lain, menambah rasa cinta dan sayang. Terutama saling memahami dan menjaga. Amin..
Maaf kalau akhir-akhir ini Ayah jarang sekali ada waktu untuk kalian, jarang sekali bertukar cerita.
Tapi percayalah kalian selalu ada dalam setiap langkah kaki Ayah didalam hati dan pikiran Ayah.
Ayah sayang kalian ❤"

"Kita juga sayang Ayah"

"Pelita ambilkan piring sama pisau dulu, dan nanti kita bisa sama-sama menikmati cake nya"

"Iya, cepetan. Hitungan 10 harus sudah sampai, satu dua tiga empat sembilan sepuluh"

"Ribet"

"Kalian ini terus saja ribut"

"Abang tuh Bu"

"Pelita nya lelet Bu"

"Bawel! Kalau ngga mau lama ya bantuin!!! Bisa nya cuma ngemandorin doang!!"

"Sudah! Kalian ini merusak acara Ayah sama Ibu saja"

"Astaghfirullah Ayah"

"Ayah sudah tua, mau seperti remaja"

"Setidaknya Ayah pernah muda, kalian tidak tahu akan tua atau tidak"

"Ayah ini tega sekali"

"Ucapan itu doa Ayah. Memang Ayah ingin kita lebih dulu dipanggil semesta dari Ayah"

"Jika sudah takdir Ayah bisa apa"

"Baiklah, nikmati kebahagiaan ini tanpa kita"

Arka dan Pelita menjauh dari tempat itu, dan memilih pergi

"Abang ngga nyangka Ayah bisa-bisa nya bicara seperti itu"

"Pelita juga bang, ngga habis pikir"

"Lebih baik kita pergi"

"Pergi? Kalau kita pergi bagaimana dengan Ibu dan Ayah?"

"Kita pergi sebentar, refreshing. Bukan pergi meninggalkan rumah"

"Pelita kira bang Arka semarah itu"

"Tidak. Abang hanya sedikit kesal"

"Lalu kita pergi kemana?"

"Bagaimana jika ke dunia fantasi?"

"Tapi barang-barang kita semua ada didalam. Termasuk handphone, uang"

"Tenang, gue bawa"

"Terus barang-barang gue gimana?"

"Tinggalin aja"

"Kalau mau foto-foto? Beli makanan?"

"Ada gue"

"Alhamdulillah"

"Kenapa lu?"

"Ternyata lo royal juga"

"Dihitung sebagai hutang. Ingat hutang! Besok harus dibayar"

"Astaghfirullah mimpi apa gue punya Abang hitung-hitungan begini"

"Bukan hitung-hitungan"

"Lalu apa?"

"Nama nya berhemat. Kalau gue bayarin lo terus uang gue habis gimana?"

"Kerja lah"

"Sial lo"

"Minta Ayah saja"

"Ngga"

"Kenapa?"

"Gue laki-laki"

"Siapa bilang lo perempuan?"

"Lo barusan"

"Haha"

"Sebagai laki-laki itu jangan selalu meminta tanpa memberi. Memalukan"

"Dasar gengsi"

"Bukan gengsi, tapi ini soal harga diri"

"Apa bedanya?"

"Kalau gengsi malu tapi mau. Kalau harga diri itu sebagai penilaian kita terhadap hasil yang telah kita capai"

"Oh begitu, terus kapan kita jalan nya?"

"Oh iya lupa"

"Udah tua jadi pikun"

"Soal lo"

"Let's go"

***

"Ayah ini bagaimana"

"Apa yang bagaimana Bu?"

"Lihat sekarang. Anak-anak kita sudah pergi"

"Mereka sudah besar Bu, mereka bisa menjaga diri mereka sendiri"

"Sebesar apapun mereka. Mereka akan tetap terlihat kecil dimata seorang Ibu"

"Lalu Ibu mau apa?"

"Ayah minta maaf sama mereka. Dan ajak mereka pulang"

"Ayah minta maaf?"

"Iya"

"Memang Ayah salah apa?"

"Ayah bahkan tidak tahu salah Ayah apa sampai anak kita pergi"

"Memang"

"Ayah ini keterlaluan"

Bersambung

Tentang DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang