Brylian pov
Haih, susahnya bujuk seorang Chalondra, gue harus pulang hari ini. Ayah udah wanti wanti, karna besok, bakal ada acara keluarga besar dirumah, nggak mungkin gue sama Mas Kevin absen dan malah gabung sama keluarga orang disini.
Setelah dia keluar dari ruang samping, gue langsung jalan ngikutin dia, sampai di .
"Itu Chalnya kenapa bry?" tanya Tante Lia, gue liat gerak Chal itu grusak grusuk, penuh emosi.
"Itu tan, ngambek, Bry balik nanti malem." jelas gue, kan kalau udah ditanya gini, jawab nggak jawab musti jawab.
"Loh, nggak nginep toh?" tanya Omanya, tadi sempat kenalan.
"Enggak oma, besok ada acara keluarga." jawab gue, gue liat dia udah keluar dari rumah dan masih gerimis.
"Tante Chal nya ujan ujan!" teriak Kia, Tante Lia langsung lari ke pintu yang hubungin ke lapangan serba bisa, sampai teriakan tante Lia yang suruh Chal neduh hancurin lamunan gue.
"Anak itu, biarin aja, cuma gerimis nggak bakal buat dia sakit." ucap tenang, Opa.
"Tapi ini dingin ayah, dia nggak bisa dingin kalau ayah lupa." omel Tante Lia ke ayahnya, Opa langsung tepok jidat .
"Ah iya, Ayah lupa, Bian mana? Suruh gendong adeknya!" seru opa, tapi kayanya mas Bian lagi nggak disini .
"Brylian aja kek." setelah dapat persetujuan dari kakek, gue langsung jalan dan berdiri tepat dibelakang dia yang lagi salurin emosinya. Bola dibanting pake nafsu nggak pake perasaan, tapi gue akui dia keren basketnya.
"Iya, terusin aja, kalau perlu sampai bolanya rusak." tegur gue kedia, dia sempet diem bentar, tapi tanpa basa basi langsung lempar bolanya. Dan three point, Wow.
Dia bukan lempar, tapi kesannya banting, bola nggak terarah aja dia masih bisa kendaliin. Mungkin, ini puncaknya dia marah, bola meleset kena dinding dan gelinding menjauh dari lapangan. Dia baru mau kejar, sebelum gue tahan tangannya erat.
Tanpa gue duga, dia langsung hempas tangan gue kasar.
"Nggak usah pegang pegang!" serunya, dengan mata berkilat marah, dia nangis?
"Dengerin dulu." sela gue, gue pegang balik tangan dia, tapi dia tetap berontak. Gue lirik ke pintu yang hubungin sama lapangan, bersyukurnya udah pada pergi.
Grep!
Gue tarik dia kepelukan, dia pelan pelan peluk erat punggung gue. Nangis.
"Kamu harus terbiasa byy, nggak selamanya waktu luang aku bener bener luang. Setelah sedikit ada kebebasan dari dunia bola, aku juga harus sedikit mikir sekolah. Harus selalu pantau Bry's walaupun aku nggak terjun langsung, karna ada mas Kevin. Aku juga harus sempetin waktu buat keluarga, itu yang jadi prioritas, dan sisanya bakal ke kamu. Tapi jangan nuntut aku lebih, aku masih terikat dengan lambang seorang pelajar." jelas gue pelan dengan bahasa gue cari selembut mungkin, dia makin terisak.
"Maaf.. maaf." gumamnya.
"Tenang.. " dia langsung pelan pelan lepasin pelukan, tapi tangan dia masih pegang pelan ujung baju gue.
"Ak-aku minta maaf, aku nggak paham posisi kamu disini. Aku terlalu egois nuntut banyak waktu kamu buat aku, aku terlalu pemaksa dengan maksa kamu tetap stay disini, sedangkan disana ada hal yang lebih penting. Maaf." jelasnya, dengan suara serak.
"Hei, kan sama sama belajar, kamu belajar tentang aku, aku nyari tau tentang kamu. Impas?" bujuk gue, dia langsung ngangguk ngangguk.
"Jadi mumpung masih jam segini, aku masih ada waktu 2 jam, mau apa?" tanya gue kedia, dia langsung natap gue berbinar, beneran dia seneng.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Athlete [Brylian Aldama] ✔
Teen Fiction[Athlete Series] [COMPLETED] 'just one more chapter' • Brylian Negietha Dwiki Aldama Highest rank #1 in Sepakbola Highest rank #1 in Timnas Highest rank #1 in Athlete Highest rank #1 in Atlet Highest rank #1 in TimnasU16 Highest rank #1 in Soccer Hi...