Bab 10. Konferensi tertutup

305 70 37
                                    

Selamat membaca kisah Bryan Alterio Fransisco dan Nastya Aldis Rachely!







Bab 10. Konferensi tertutup











"Dia bukan psikopat, namun sesosok laki laki itu adalah master dari tiga hal. Yaitu, manipulasi, defleksi dan tipuan."

   «  -Untukmu, Raga Aldebaran. »




Jangan lupa play music [Student X- Various Artist]
















*****



Nastya berlari secepat mungkin, menjauhi 3 orang preman yang sedang mengejarnya di belakang sana. Itu semua karena Yuri yang ngotot tidak mau memberikan uang kepada preman itu. Alhasil, Nastya, Nayya dan Yuri di kejar oleh binatang buas seperti mereka.

Ketiga gadis itu berlari menuruni aspal yang curam ke bawah. Saat sudah sampai di jalanan yang rata mereka langsung dihadapkan oleh perempatan jalan. Nastya menoleh ke belakang, dimana manik matanya mendapati preman bertumbuh gembul itu berhati hati saat menuruni aspal.

"Pencar-pencar," ucap Nayya.

Tanpa aba-aba lagi, Nastya langsung berlari ke arah kiri, bertolak belakang dengan Nayya yang mengambil jalan di sebelah kanan. Sementara Yuri? Gadis berbandana itu hanya berlari lurus.

Nastya menambah kecepatan larinya, salah satu dari tiga preman itu mengejarnya. Gadis cantik itu tak kunjung menoleh ke belakang, yang ia pikirkan saat ini adalah bagaimana caranya agar selamat dari bahaya. Nastya tidak mau kejadian malam itu berakhir sama dengan sore ini.

Tiba tiba saja kedua kaki Nastya tertahan, ia mengatur nafasnya sesaat. Lalu berbalik arah, belum mendapati kehadiran preman itu di belakangnya. Kemungkinan besar pria gemuk itu kehilangan jejaknya.

Saat Nastya ingin kembali berlari, kakinya langsung berhenti. Kepalanya menoleh ke arah gerbang sekolah yang terbuka lebar. Sebagai bentuk penjagaan, Nastya pun menerobos memasuki gerbang itu dan memilih untuk bersembunyi di sana selama beberapa menit. Sampai situasi yang dialaminya sekarang benar benar aman.





*****



"Deal?"

Raga pun membalas jabatan tangan Bryan yang sedang melukis senyum miring di bibirnya. Melihat hal itu, Raga hanya merotasikan mata malas. Cepat cepat ia menghempaskan uluran tangan itu.

Tidak ada keperluan lagi, Bryan pun melangkah mundur dengan pelan. Kegiatan untuk merundung seseorang terhenti begitu saja. Namun dia tidak akan mempermasalahkan hal itu. Menyadari posisi lawan terancam, sudah cukup untuk melepaskan semua beban pikirannya. Entahlah, Bryan bahagia ketika mendapati rivalnya hidup dengan tak damai.

Bryan pun menatap Cakra dan David bergantian. Kedua sahabatnya itu berdiri mematung di belakang. "Cabut." ujar Bryan dingin.

Ketiga siswa genius itu langsung pergi dari hadapan Raga. Meninggalkan Raga seorang diri di tengah lapangan sekolah yang tak seharusnya mereka masuki.

Seragam yang melekat di tubuh keempat pria itu, sudah cukup membuktikan bahwa mereka hanyalah orang asing yang menerobos masuk. Beruntung tidak ada siapapun di sekolah ini selain mereka. Tidak ada guru dan penjaga lainnya. Bahkan pos satpam pun kosong tidak ada orangnya.

Rival ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang