Bab 19: Berhak bahagia

203 45 32
                                    

Selamat membaca kisah Bryan Alterio Fransisco dan Nastya Aldis Rachely!








Bab 19. Berhak bahagia



















"Saya bukan anak kecil. Anda tidak punya hak untuk memberitahu saya bagaimana menjalani hidup. Apalagi merebut hak-hak saya sebagai manusia, pelajar dan anak." ———Bryan Alterio Fransisco






















" ———Bryan Alterio Fransisco

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.









Wajah Bryan nampak pucat. Garis wajahnya terlihat sangat datar tanpa ekspresi. Raga dibuat bingung akan hal itu, tidak seperti biasanya. Apalagi Bryan datang tiba-tiba di sore seperti ini. Raga cukup tau bahwa Bryan selalu pulang malam. Sesuatu yang berbeda dari biasanya.

"Lo sakit?" tanya Raga bersender di tembok tangga, sekaligus menghalangi jalan Bryan yang ingin naik ke atas.

"Jawab pertanyaan gue dulu baru lo boleh naik."

Bryan berdecak, menahan emosi yang masih belum mereda sampai sekarang. Emosi yang diciptakan oleh kelakuan bajingan Om Anton. Bryan ingin menghindar dari Raga, ia tak mau Raga yang menjadi pelampiasan marahnya. Raga tidak tau apa-apa.

"Minggir." suara Bryan terdengar berat, seperti seseorang yang sedang di gandrung banyak masalah.

"Lo gak baik-baik aja. Ada apa?" Raga kekeuh pada pendiriannya.

Bryan mendengus, terpaksa ia menyenggol bahu Raga saat melewatinya. Naik satu undakan, Raga malah mencekal tangan Bryan. Bryan berusaha tidak terbawa emosi, ia menepis tangan Raga dengan kasar, lalu kembali menaiki tangga dengan cepat.

"Bryan." Raga memanggil, mengekori langkah Bryan sampai masuk ke dalam kamarnya. Raga bukan peduli, ia hanya penasaran saja.

Raga berdiri di tepi kasur, menatap Bryan cengo menyadari laki-laki itu mengemasi pakaiannya. "Lo mau pindah?"

Bryan tak membalas, biar kegiatannya sendiri yang menjawab. "Lo udah janji waktu itu."

"Lo pengecut, udah ngelanggar janji itu sendiri."

"Lo mau pindah ke mana?"

"Bukannya paman lo—," ucapan Raga terhenti. Kedua matanya tak sengaja menangkap sebuah mobil yang terparkir di depan mansionnya. Raga menyingkap tirai jendela, melihat lebih jelas. Dan disana, sudah ada Om Anton yang menunggu.

Menjawab semua pertanyaan Raga.

"Diancam apalagi lo sama dia?"

Rival ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang