Selamat membaca kisah Bryan Alterio Fransisco dan Nastya Aldis Rachely!
Bab 21. Rumah lama
“Kau tidak berpikir aku ingin menjadi siswa teladan? Aku berharap. Tapi, aku kelelahan setelah bekerja.” ———Romeo Gebaur.
*****
Oppa Sam menyeret semua wakil siswa ke dalam toilet. Kesabarannya sudah habis. Alarice dan Afrega tak hentinya beradu bacot dan otot sejak tadi. Padahal Oppa Sam sudah memberikan waktu selama 25 menit untuk mereka saling melepas amarah. Tapi Alarice dan Afrega malah keblablasan.Jika di biarkan lebih lanjut, bukan wajah saja yang bonyok, tapi nyawa juga bisa terlempar.
Mereka wajib di kasih pelajaran biar jera."Saatnya penalti." ucap Oppa Sam teguh.
"Bersihkan toilet ini sampai waktu istirahat!" Oppa Sam tidak mau di bantah.
"Putra, sini." Oppa Sam melambai ke Putra dengan telunjuknya. Putra menelan ludah ciut. Ada apa lagi ini? Dari sekian manusia yang hidup kenapa harus dia yang di sebut?
Putra pun keluar dari barisan, menghadapi Oppa Sam dengan kepala menunduk. "Iya pak?"
Oppa Sam menggertak ekstrim, mengamati Putra dari bawah sampai atas dengan tajam. Putra jadi kepanikan sendiri. Gue salah omong? Putra bermonolog dalam batin.
"Panggil saya dengan sebutan Oppa Sam. Lupa kamu!?"
Jantung Putra berhenti berdebar cepat. Putra merasa lega. Putra kira ia sudah melakukan dosa besar. Cowok itu mengangkat kepalanya lagi. Putra berani membalas tatapan Oppa Sam. Cuman karena salah sebut nama doang, kan?
Dengan PD-nya Putra mengulas senyum panjang, "Hehe maaf pak." Putra nyengir lebar. Di detik selanjutnya dia spontan menampar mulut sialan ini. Baru sadar kesalahannya masih sama.
Salah ngomong terus anjirr!
"Maaf....." Putra menjeda ucapannya. Oppa? Putra bergedik horror, sejujurnya dia ragu. Putra sadar kalau sebutan Oppa terbanting jauh sama wajah keriput Oppa Sam. Putra seketika geli. Dia rasa ini sangat aneh dan tak wajar.
Putra jadi bimbang. Alhasil Putra hanya pasrah dari pada dirinya kembali terkena semprotan pedas Oppa Sam. "Maaf oppa,"
Huek
KAMU SEDANG MEMBACA
Rival A
Teen Fiction'Karena tidak peduli seberapa genius muridnya, sebanyak apa mereka mencetak mimpi, pendidikan tidak berpihak pada murid, bahwa sistem tidak pernah memerdekakan, karena sekolah terkadang lupa memanusiakan' Bryan Alterio Fransisco, cowok genius sempur...