Bab 18: Anak laki-laki yang letih

241 50 14
                                    

Selamat membaca kisah Bryan Alterio Fransisco dan Nastya Aldis Rachely!














Bab 18. Anak laki-laki yang letih













❝Bahkan ketika anda tahu nilai saya gagal, seharusnya anda menyemangati saya, tapi anda memberi saya pukulan. Itu sangat menyakitkan❞ —Bryan Alterio Fransisco






Happy Reading!

—o0o—

Bryan terduduk lesu di bangku taman sekolah, hanya ada dirinya di sini. Sementara semua siswa sudah pulang ke rumah masing-masing.

Sesuatu paling di khawatirkannya kini terjadi. Bryan baru saja mendapat panggilan dari Pak Danu—guru matematikanya. Kata Pak Danu nilai matematika Bryan menurun drastis. Guru tersebut juga bertanya, Bryan mempunyai masalah apa? Adakah sesuatu yang mengusik benaknya?

Pasalnya, baru kali ini Pak Danu menjumpai nilai Bryan selain 100. Pak Danu merasa aneh dan heran. Namun dia tidak mempermasalahkan hal tersebut. Pak Danu malah memberi pesan kepada Bryan agar mengutamakan kondisi kesehatannya.

Bryan menarik nafas, menundukkan kepala menatap lantai taman dengan kedua tangan menumpu di atas lutut. Bryan takut. Kedua tangannya tak kunjung berhenti bergetar. Bibirnya mulai memucat. Jantungnya berdebar tak karuan. Bahkan keringat dingin membanjiri area pelipisnya.

Apa yang harus Bryan lakukan? Apa Om Anton akan kembali memukulnya? Apa Om Anton akan menampar pipinya berulang kali? Semurka apa nanti pria paruh baya itu?

Bryan menggelengkan kepala. Membuyarkan ingatan-ingatan masa lalu dimana Om Anton memukulnya, dimana tua bangka itu menamparnya ribuan kali hanya karena salah menjawab soal, dimana pria berhati keras itu selalu membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain.

Bryan berhenti membayangkannya. Mengingat kenyataan pahit itu hanya akan membuatnya semakin takut. Bryan harus mencari cara lain. Dari pada memikirkan apakah Om Anton akan memukulnya karena mengetahui nilainya menurun, akan lebih baik bagi Bryan untuk memikirkan bagaimana Om Anton tidak tahu nilainya.

Lantas Bryan pun meraih tas ransel yang terpasang di punggung. Bryan membuka resletingnya. Keyakinan Bryan sudah bulat penuh. Perlahan, Bryan mulai menarik lembaran lembaran kertas hasil ulangan dan latihan.

Tertera nilai seperti 95, 95, 95 dan 95 di ujung kertas. Skor terendah yang Bryan dapatkan seumur hidup. Bryan mengumpulkan lembaran kertas itu menjadi satu, lalu menurunkannya ke permukaan lantai taman.

Bryan merogoh pemantik dari saku celananya, menghidupkan pemantik itu kemudian mulai menyulut ujung kertas dengan api.

Begitu mendapati kertas kertas tersebut di makan oleh api secara perlahan, Bryan bergegas pergi dari taman. Setidaknya dia lega sekarang.

Namun, saat tiba di gerbang sekolah, setitik cairan jatuh menghempas aspal. Cairan merah yang bersumber dari hidungnya. Bryan sadar, bahwa dia mimisan saat ini.

Kenapa harus sekarang?

—o0o—

Saat semua siswa telah pulang, komite sekolah bersama beberapa guru lainnya mengadakan rapat untuk membahas secara spesifik kompetisi yang akan berlangsung 3 bulan lagi. Student Games. Mereka semua berkumpul di ruang rapat.

Rival ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang