SMA Brawijaya :
"tempat masa masa indah tercipta juga masa masa pahit yang di rasa"
Tongkat Besi yang di hentak hentakan dengan keras di semen lapangan Basket itu terdengar sangat bising, apalagi sang pemilik itu tampak sangat bersemangat menimbulkan bunyi yang sangat nyaring. Jam kosong saat itu memberi kesempatan pada Sagara untuk kembali menampilkan aksi garangnya. Pada Baju yang telah di keluarkan dari dalam Celana juga Kancing atas baju yang telah terbuka. Sagara menunduk dalam."Coba ngomong sekali lagi" Ujar Sagara. "Persis yang lo bilang sama anak anak kelas sepuluh"
Cowok yang ia tarik paksa dari dalam kelas itu menunduk dalam, tubuhnya gemetar tak tertahan.
Sagara menghentakan Tongkat Besinya dengan kuat bersama gretakan giginya yang mengeras. "Gagu lo!?" Tanyanya.
"Udahlah, Ga. Ini cowok emang bisanya ngomong di belakang" Rangga melipat kedua tangannya.
"Mulut dia udah pindah ke belakang makanya nggak bisa lagi ngomong di depan" Ujar Lemos menusuk.
Sagara makin menundukkan Kepalanya hingga sejajar dengan Cowok itu. "Gue nggak peduli lo siapa, tapi sekali lagi gue denger lo jelek jelekin temen gue. Abis lo!"
Sagara Mengangkat kepalanya, "Paham?"
Cowok itu mengangguk dengan semangat, peluh nya telah membasahi sergama putihnya. Sagara mengusirnya dengan mengerakan tongkatnya hingga mengenai kaki cowok itu. Buru buru ia bangkit dan berlari menjauh dari kerumunan Sagara dan teman temannya.
"Gue heran. Kenapa tu anak doyan banget ngebacot di belakang" Omel Rangga saat mereka tengah berada di dalam kelas.
"Mulut udah kayak cewek aja, padahal Shasa kagak kayak begitu modelnya." Ujar Rangga.
"Shasa mulu lo!" Ujar Lucas, "Hargai yang jomblo napa!"
"Makanya punya pacar, jangan sama Lemos mulu lo mainnya" Ujar Rangga meledek.
"Lah kok gue?" Tanya Lemos, "Gue nggak ikut perdebatan lo berdua ya!"
"Udahlah, Gue pengen bully lo nih" Ujar Rangga semangat. "Lagian kemana mana lo sama Lucars, homo lo?"
"Itu namanya setia kawan! Kemana mana berdua" Ujar Lemos membela. "Nggak kayak lo, pdkt mulu jadian kagak!"
"Sialan lo" Maki Rangga, "Ngomong kadang suka bener" Rangga dan Lemos Tertawa.
"Gimana lo tau kalau anak itu yang sebarin gosip itu, Ga?" Tanya Lucas yang penasaran dari tadi.
"Iya, lo kok bisa tau?" Tanya Rangga.
Sagara menatap ketiga cowok itu dengan tatapan datar, seolah fokusnya tidak ada di situ. "Apa yang nggak bisa gue dapetin, hitungan detik juga apa yang gue mau selalu datang" Ujarnya santai.
"Sombong amat lu!" Ujar Rangga kesal.
"Siapa bilang lo bisa dapetin apa yang lo mau" Ujar Lemos, "Ada Hati yang nggak bisa lo raih, Ga. Jangan kepedan" ledeknya.
Sagara mendegus dengan kesal, bertepatan dengan Anggi yang baru saja memasuki kelas bersama dengan Shasa dan Ghea. Keduanya sempat bertemu pandang tetapi hanya sesaat. Karena Anggi langsung memalingkan wajahnya.
"Kalau masih sayang perjuangin, jangan cuma di liatin doang" Akbar menyentak lamunan Sagara yang masih menatap punggung Anggi.
"Nggak bisa, Bar" Ujar Rangga membela. "Nggak semua rasa harus dimiliki"
"Kayak lo kan contohnya" ujar Lucas.
"Lo ngajak gelud apa gimana, Cas. Dendam lo sama gue?"
Lucas tertawa, "Sok sokan bijak lo padahal otak lo nggak gitu"
"Tau aja lo otak gue kegeser" Rangga tertawa, "Apalagi kalau udah pelajaran Pak Titek, bisa bisa ilang kecerdasan gue"
"Bagian apa yang lo nggak paham?" Tanya Lemos sok pintar, "Nanti gue ajarin"
"Bagian Titek titek padahal asilnya kan titik titik" Keempatnya tergelak tawa.
"bininya ngajar bahasa indonesia, kenapa nggak dia ajarin lakinya berbahasa indonesia yang baik dan benar?" ujar Rangga masih dengan tawanya.
"Kagak mau pasti lakinya di ajar bininya, Mendok banget kayak puisi, ngantuk" ujar Akbar.
"Nggak boleh gibahin Dua guru itu, ntar kualat lo" Ujar Lemos, "Tau tau ntar mata pelajaran bu Yati lo kena giliran bacain puisi dia"
"Kayak Sagara, buat onar langsung kena semprot" Ujar Lucas mengingat kejadian tempo lalu.
"Wanjay, gue bener bener nggak paham arti puisinya" ujar Sagara, "Masa judul puisinya Aspal depan Rumahku, gue mana paham"
Lagi lagi mereka tertawa bahkan sangat kencang, kelas yang tadinya ribut makin tambah ribut. Apalagi Lemos yang bila tertawa selalu memukul meja.
♥♥♥
Anggi berjalan menuju kantor guru dengan tangan yang telah penuh akibat membawa tumpukan tugas teman temannya. Langkahnya sedikit melambat saat menuruni tangga, buku yang menumpuk membuat pandangan matanya terhalang.
Karena memang hari ini pelajaran kosong karena guru sedang rapat, tangga sampai lorongpun penuh oleh penghuni masing masing. Dari jauh dua orang cowok berlari menuruni tangga, salah satunya tak sengaja menyenggol lengan Anggi membuat buku itu jatuh bebas di lantai.
Anggi dengan cepat menuruni tangga hingga mendekati buku buku yang berserakan. Dengan cepat ia memunguti buku itu.
Sambil mengomel Anggi menyusun buku buku itu hingga tersusun rapi, saat ingin mengangkatnya tiba tiba dari arah belakang sebuah tangan terulur dengan cepat mengambil sebagian buku itu.
"Lo tu cewek, kenapa nggak suruh yang lain aja nganterin ni tugas" Ujar Sagara, tapi cowok itu tidak menunggu jawaban Anggi hingga berjalan lebih dulu.
Begitu tugas itu di serahkan baik Anggi maupun Sagara langsung keluar dari kantor guru, tanpa sapa seperti biasa. Lalu memilih arah yang berbeda, menjauh dari satu sama lain. Seperti tidak pernah mengukir cerita indah bersama.
Love Reades...
Satu kata untuk part awalan ini!
Ada yang mau di tanyain?
💕
Spam next!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA 2 ✓
Teen FictionSEKUEL SAGARA Cowok berbadan atletis, berkulit putih dengan pandangan tajam. Kalau dahulu masih bisa tersentuh kini mustahil teraih. Sosok liar dan pemberontak. Tiada hari tanpa berkelahi, cara melampiaskan amarah yang sangat kejam. Siapa yang tidak...