— Angin yang datang —
Sagara bertekuk di atas Rooftop bersama sebatang rokok di tangannya yang belum ia nyalakan sama sekali. Setelah mengambil nilai bola Basket tadi ia langsung melangkah ke sini. Tiba tiba saja ia berpikir untuk pergi dan mengikuti kata hatinya.
Bunyi langkah kaki menapaki tangga mengalihkan pandangan Sagara. Angin itu datang bersama dengan bunyi sepatunya. Melihat itu ia berhenti. Langkahnya menjadi lambat.
"Lo masih ngerokok di sekolah?" Tanya Anggi saat ia duduk di sudut lain menjauhi Sagara.
"Lo masih peduli, Gi?"
Anggi mengangkat bahu, "Nggak tuh, jangan Pede, Rokok itu nggak sehat"
Sagara tersenyum miring, "Lo Itu masih peduli, cuma gengsi"
"Gue nggak pernah bertekuk sama masalalu" Ujar Anggi, "Cuma gue nggak mau musuhan aja sama lo"
"Tapi sikap lo itu bilang kalau kita musuhan," ujar Sagara.
Anggi terdiam, seharusnya ia tidak ke sini tadi. Dan membiarkan dirinya dan Sagara bernostalgia. Anggi bangkit berdiri hendak melangkah pergi. Terdengar derap langkah menghampiri mereka.
"Ga, Gue cariin ternyata di sini" Suara cempreng Eva membuat Sagara mendengus kesal.
"Lo berdua ngapain di sini?" Tanya Eva saat menyadari Anggi ada di situ.
"Biasa aja tatapan lo, Va. Gue nggak akan rebut Sagara dari lo." Ujar Anggi dalam sambil menatap Eva.
"Oh, syukur deh kalo lo tau tempat." Ujar Eva, lalu mendekati Sagara bergelut mesra di lengannya tanpa Sagara protes.
See? Gimana bilang kalau nggak ada hubungan apa apa.
"Siapa yang ngerebut, Gi?" Tanya Sagara, jelas jelas Eva ada di samping nya tapi memilih berbicara kepada Anggi.
"Kenapa lo tanya gue?" Ujar Anggi, "Tanya tu cewek lo."
Anggi berlalu begitu saja menuruni tangga tanpa kata setelahnya. Sagara melepaskan genggaman tangan Eva.
"Lo kenapa sih, Va?" Tanya Sagara heran. " Ada masalah lo sama Anggi?"
Eva menggeleng cepat, "Nggak ada. Dia yang sensi sama Gue."
Sagara terdiam lagi, saat matanya menatap ke arah lapangan. Dirinya melihat Anggi tengah tertawa bersama dengan Rangga dan Shasa.
♥♥♥
Andai saja Anggi tidak sekelas dengan Sagara, mungkin ia tidak akan berakhir di kelas hingga malam. Karena mendadak ada penilaian tentang kelas terbaik hingga di sukai para guru. Karena wali kelas mereka Pak Burhan sangat ingin mendapati kelas terbaik makanya malam ini mereka tetap mendekor kelas. Anggi bahkan belum ada pulang. Sementara ada teman temannya yang sudah pulang dulu karena ada urusan dan ada juga yang bekerja.
Anggi mengusap perutnya pelan, cacingnya sudah meronta dari tadi. Tapi ia tidak mungkin meninggalkan gambarannya yang telah ia gambar di tembok dengan jiplakan papan.
Karena Sagara ini sangat tau perawakan Anggi, sedikit saja ia bergerak mata Sagara langsung menangkap. Cowok itu berjalan keluar kelas, lalu tak lama kembali lagi dengan sebungkus nasi dan air mineral.
Ia mendekati Anggi, dan menyodorkannya. Tepat di depan mata cewek itu membuat Anggi terlonjak kaget.
"Makan dulu," ujar Sagara. "Lo belum ada makan dari tadi"
Anggi menerima nasi itu, karena ia sudah sangat lapar, ia menyerahkan kayu yang di pegangnya kepada Sagara. Dan langsung duduk di lantai. Melihat kebiasaan Anggi yang sangat di kenalinya itu membuat Sagara mendengus kesal. Ia berjalan ke arah bangkunya sambil membawa sakit.
Mendekati Anggi kembali dengan menaruh Jaket itu di pangkuan Anggi. "Tutup, nanti keliatan" Ujar Sagara lalu melanjutkan pekerjaan Anggi.
Tanpa sadar Anggi mengangkat sedikit sudut bibirnya membentuk senyum kecil.
"Enak bener yang makan" Ujar Rangga dari samping, "Bagi dong Gi gue laper"
"Lo belum makan juga Ga?" Tanya Anggi
Rangga menggeleng, "Belum, mana sempat lagi Gi." Rangga memberi wajah memelas.
"Modus minta makanan lo si Rangga, Gi" Ujar Lemos yang masih mengecat dinding.
"Gue beneran lapar, Mos kagak di buat buat" ujar Rangga sambil memegang bagian dadanya. "Kayaknya Maag gue kambuh deh"
"lo punya maag, Rang?" Tanya Anggi, ia tidak tau kalau Rangga punya penyakit Maag.
Rangga mengangguk.
Anggi memberikan nasinya yang masih banyak kepada Rangga, kelihatan sekali cowok itu menahan sakit. Anggi merogoh ponselnya di saku Roknya.
"Sa, lo dimana?"
"Di luar ni Gi, masih beli pinta jepang. Kenapa?"
"Titip beli obat Maag, Rangga maagnya kambuh"
"Oh ya udah, gue beli dulu. Bentar Gi nggak lama"
Telpon ditutup, Anggi menyimpan lagi ponsel itu di saku rok abuabunya. Sagara yang melihat betapa pedulinya Anggi tersenyum kecil. Walau hubungan mereka telah berakhir, tetapi teman temannya tetap memperlakukan Anggi layaknya Pacar Sagara. Begitu pula Anggi. Walau hubungan mereka kandas, Mereka tetap harus menjalin hubungan baik.
"Thanks Bu Bos" Ujar Rangga di sela sela makannya.
"Santai aja, udah kayak siapa lagi sih" ujar Anggi, "Dan... Gue bukan bu bos lo"
"Nggak peduli kita, Gi" Ujar Akbar, "Lo tetap nomor satu sampai kapanpun"
Anggi tertawa, ia tau mereka sedang bercanda. Anggi bangkit berdiri mendekati Sagara hendak mengambil alih kerjaannya lagi.
"Sini, Gue lanjutin" Ujar Anggi sambil mengambil kayu itu di tangan Sagara. Tapi Sagara mengangkat kayu itu tinggi.
"Duduk aja istirahat, ini bentar lagi selesai" Ujar Sagara datar.
"Nggak bisa gitu" Protes Anggi. "Itu kerjaan gue"
"Bawel banget si lo" Ujar Sagara. "Diam aja nggak susah."
"Ih nggak, sini!" Paksa Anggi ingin merebut Kayu di tangan Sagara. Kejadian itu menarik seluruh pasang mata, hanya kelas mereka yang tau bagaimana dua mantan kekasih itu berubah menjadi tom and jerry. Dan tontonan itu menjadi penghibur di saat lelah menghampiri.
Anggi berusaha untuk merebut, dan Sagara semakin meninggikan tangannya.
"Saga! Ih balikin!" Seru Anggi keras.
"Lo diem aja di situ, cerewet amat" Ujar Sagara Ketus.
"Sagara!" Teriak Anggi tepat di kuping Sagara membuat Cowok itu jengah bukan kepala.
"Diem atau lo gue cium!?" ancam Sagara.
Anggi langsung terdiam, seperti patung. Matanya melototi Sagara. Cowok itu malah menjulurkan lidahnya, mengolok.
"Rese!"
Love Reades...
Satu kata untuk part ini 💕
Masih kesel keselan ya wkwk sabar. Nanti yang gregetnya uwu hihi...
Ada yang mau di tanyain ?
Jangan lupa VOTE! KOMEN! FOLLOW! 🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA 2 ✓
Teen FictionSEKUEL SAGARA Cowok berbadan atletis, berkulit putih dengan pandangan tajam. Kalau dahulu masih bisa tersentuh kini mustahil teraih. Sosok liar dan pemberontak. Tiada hari tanpa berkelahi, cara melampiaskan amarah yang sangat kejam. Siapa yang tidak...