PART 15

126 4 0
                                    

: sudah waktunya

Setelah beberapa jam berlalu. Perasaan tidak karu-karuan. Kini sampai akhirnya semua berjalan dengan lancar.

Selamat membaca!
______________________

"Sakit? " Pertanyaan itu keluar dari mulutnya Riko. Pertanyaan yang bodoh.

Aku menggelengkan kapala sambil menundukkan kepala. "Riko lo kan udah gede! Lo kan juga udah ngerasain sakit dan di bawa di rumah sakit. Rasanya sakit kan? " Dia menggukkan kepala. "Sakit kan? Terus ngapain lo tanya dan jawabannya sudah pati lo tau? " Aku merasa jengkel dengan saudara kembarnya itu.

Dia menahan malu. Jelas malu disana ada ayah, Rahul dan sella. Mereka juga menahan tawa. Tapi, sampai akhirnya tawa itu meledak seketika. Riko menahan malu sekaligus dengan tawa.

"Ayah pulang dulu ya! Ayah mau ngambil baju buat kamu! " Aku mengangguk. Sebelum pergi dia mengacak rambutku pelan.

"Gue mau keluar juga! Mau cari cewek buat gue jadiin bini nanti! " Tawaku meledak seketika.

"Gue juga mau ke Amir dulu ya! Cepet sembuh! " Sella juga mengikuti jejak mereka berdua. Kini tinggal aku dan Rahul.

Dia tersenyum dan mengacak rambutku pelan. "Cepet sembuh ya! Makan yang banyak sama minum obat nya dengan teratur jangan sampai telat! " Aku tersenyum dan mengangguk singkat.

"Lo mau lihat kevin? " Aku menggeleng singkat.

"Lo nggak boleh bohongin hati lo sendiri! Ikuti kata hati lo. Gue tau lo pasti mau lihat dia tersenyum kan? " Rahul berbalik badan dan mengambil kursi roda.

Kursi roda itu telah siapa. Kedua tengahnya memeluk dan menggendong tubuhku untuk duduk di kursi roda. Setelah itu Rahul mendorong kursi roda itu. Tak butuh waktu lama kami sudah sampai. Semua berkumpul semua. Mereka menunggu kevin bangun. Tante kina, ayah, bang Vino, sella, Amir dan Laura. Mereka tersenyum menyambut kami.

"Cepet sembuh ya! " Bang Vino berlutut kepadaku. Aku tersenyum dan mengangguk.

Saat kami berbincang-bincang tante kina tersenyum bahagia. Kevin sudah membuka mata. Aku menangis dan memeluk Rahul. Aku memeluknya dengan erat. Dia juga memelukku.

"Lo nggak akan ninggalin gue kan? " Aku bertanya dengan isak tangis. Semua memandang kami berdua.

Rahul mengambil nafas panjang. "Gue? Gue _gue nggak bisa! " Air mataku semakin deras.

"Gue udah ngelakuin semuanya buat hubungan kita!lo nggak akan pergi kan? " Aku merasa kalau air matanya juga menetes di kedua pundakku.

"Terima kasih buat semua yang lo kasih buat hubungan ki_kita! " Dia mengmbil nafas panjang. "Tapi gue nggak bisa untuk ngelanjutin hubungan ini! " Dia melepaskan pelukannya. Dia berdiri dan berbalik badan. Tanpa berkata apapun dia langsung melangkahkan kaki keluar. Dia meninggalkan kami.

Aku menahan tangis. Semua air mataku aku hapus. Semua hanya terdiam. Aku berdiri sekuat tenaga. Melepas infus yang masih menempel di tanganku. Darah langsung menyambut dari kulitku. Sekuat tenaga aku berlari dan mengejarnya.

"RAHUL! " Aku berteriak. Dia berhenti dan menungguku. Aku berjalan sambil memegang bagian perutku yang masih sangat terasa sakit.

"Lo mau ninggalin gue? " Aku memeluknya dengan erat dari arah belakang. Dia mengeluarkan kedua tangannya yang tenggelam di kedua sakunya.

"Lo beneran mau ninggalin gue? Setelah apa yang gu_" Dia langsung menyahut.

"Gue sadar akan kehadiran diri gue ke elo! Gue hanya ingin lihat lo bahagia!" Aku semakin memeluknya erat.

"Gue nggak mau lihat lo sedih! Gue sayang sama lo. Gue nggak mau ngelihat lo sedih! " Aku melepaskan pelukannya. Aku berjalan dan berdiri sekuat tenaga di depannya.

"Lo nggak kasihan sama gue? Gue udah bela-belain donor internasional ginjal gue_" Jari telunjuk nya mengulur di depan mulutku. Aku langsung terdiam.

"Makasih buat buat semua pengorbanan lo! Makasih juga lo pertahanin hubungan ini. Tapi, ini jalan yang terbaik buat lo. Lo akan lebih bahagia sama dia daripada sama gue! " Air matanya juga menetes. Dia menyelipkan rambut ku ke belakang telinga.

"Gue nggak mau lihat lo selalu nangis! Gue lebih suka lihat lo saat lo ketawa meskipun nggak sama gue. Gue lebih seneng lihat lo bahagia sama kevin! Sekali lagi gue Terima kasih lo! " Dia tersenyum dan mengacak rambutku pelan.

"Cha! " Seseorang membuat suasana ini berubah. Aku dan Rahul memutar tubuh.

"Gue minta maaf atas semua yang gue lakuin ke elo dan kevin! Cepet sembuh ya. Gue kesini cuma mau ngasih undangan buat kalian! " Apa undangan?

Aku menerima undangan itu. Dia juga ngasih undangan itu ke seluruh angkatannya. Nggak nyangka Vani akan bertunangan sama Nino hanya dalam waktu beberapa bulan ke depan.

Dia tersenyum dan memelukku pelan. "Gue minta maaf! Doain supaya pertunangan kami lancar! " Aku tersenyum dan mengelus pundaknya.

"Gue udah maafin lo! Semoga kalian bahagia sampai punya cucu! " Dia tersenyum. Aku menghapus air matanya perlahan.

"Gue pergi dulu ya! " Dia tersenyum dan membalikkan badan. Kini dia melangkahkan kaki dengan santai.

"Lo nggak mau kita sampai nyebar undangan? Bahkan sampai kita punya cucu? " Aku membabarkan undangan itu di depan wajahnya. Dia menahan tangis dan menggeleng cepat.

                         ***
                   👋👋👋👋

Hay semua!

Kesan untuk bab ini!

Jangan lupa vote dan comment sebanyak-banyaknya!

Menulis sambil melihat tv

ACHA[selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang