Jangan buat orang sedih kalau ingin bahagia.—Anggara
>>
"Lan? Jika bahagia akan menyapa setelah rasa sakit dulu, aku akan sanggup asalkan kamu tetap di sisiku."
Sani mendongakkan kepalanya menatap Bara. Kemudian tersenyum simpul. "Aku akan menemanimu, Tang."
"Kamu makan roti aja sampai kayak gini," ujar Bara sambil mengelap sudut bibir Sani.
Sesaat Sani terhenti dari mengunyah rotinya. Dirinya menatap Bara yang sedang mengusap noda cokelat di sudut bibirnya. "Udah sore nih aku buru-buru," ujarnya kembali melahap rotinya dengan cepat menutupi rasa gugupnya.
Mendengarnya, Bara menarik kembali tangannya. "Nanti malem liat aku, 'kan?"
"Udah dibilangin liat semua bukan kamu aja. Dasar pede."
"Kalau gak pede gak bakal kita jadian."
"Gak ada hubungannya kali," sahut Sani jengah.
"Ada dong. Mau tau?"
"Gak! Kamu kalo jawab gak pernah nyambung sama pertanyaannya."
"Itu namanya jenius. Gak ikut-ikutan sama jawaban orang lain," sahut Bara membuat Sani tertawa mendengarnya. "Kenapa tertawa?"
Sani menggelengkan kepalanya. "Gak kenapa-napa," ujarnya sambil terus tertawa.
Di lain tempat ada seseorang yang sedari tadi melihat keduanya. Tawa keduanya membuat matanya memanas.
"Sebentar lagi kamu akan jadi milikku, Lan," ucapnya dengan seringai menghiasi bibirnya. Orang yang melihatnya pasti akan takut melihat seringainya.
"Dan lo akan tau sebenarnya," lanjutnya. Matanya mengarah ke Bara dengan tajam.
"Bang, ini uangnya," ujar Bara sambil menyerahkan selembar uang biru pada penjual roti bakar. "Kembaliannya ambil aja," tambahnya.
"Makasih, Mas. Sering-sering kesini yah," ujar penjual roti bakar.
Bara hanya bergumam menanggapinya lalu menarik tangan Sani untuk mengikutinya.
"Pulang dulu, Mas. Makasih rotinya," ujar Sani sambil menoleh ke belakang sekilas. Kakinya sedikit berlari karena tangannya ditarik oleh Bara.
**
Sepeninggalnya Bara, Sani langsung melangkah masuk. Namun, baru beberapa langkah sebuah suara menghentikan langkahnya.
"Lan?"
Sani sangat mengenal suara itu. Siapa pemilik suara itu. Dirinya sangat hafal suaranya walaupun mukanya sudah tidak seperti dulu.
Sani menengok ke belakang dengan malas. "Ada apa sih, Kak?"
"Kamu jadian sama Bin-bara?" tanyanya. Hatinya merutuk mulutnya yang terkadang tidak bisa dikontrol.
"Sebenarnya Kak Alfin siapanya Bara sih? Ngurusin banget urusan gue sama Bara. Terus tadi bilang apa, Kak? Bin? Maksud Kak Alfin Bintang?" tanya Sani. Pasalnya telinganya seringkali mendengar Alfin mengucapnya demikian. Dirinya jadi sedikit curiga.
"Bukan siapa-siapanya. Lupakan saja. Aku hanya ingin kamu baik-baik saja, Lan."
"Lo liat 'kan kalo gue baik-baik aja?"
"Bukan sekarang, tapi nanti."
"Aneh! Udahlah gue mau masuk. Lo keluar," ujar Sani sambil membuka gerbang lebar-lebar. Memberikan akses untuk Alfin keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekali Saja
Teen FictionSebuah benci yang kemudian menyatukan dua hati Segenggam rasa yang kian menambah tiap hembusan nafasnya Hingga ... Sesuatu membuat keduanya untuk sejenak merelakan perasaan antara sesama Akankah semesta memihak kembali untuk keduanya? Ikutilah kisah...