37.Kita Putus, Ra!

140 28 437
                                    


Buat apa dipertahankan kalau membuat kita sakit?

***

Dua lelaki dengan jas yang melekat rapi di tubuhnya, berjalan dengan santai menaiki setiap undakan menuju sebuah gedung. Petugas yang berjaga segera membukakan pintu saat keduanya melewatinya.

Pemandangan dalam gedung tersebut segera menyapa dua orang itu. Banyak pasang mata melihat dengan tatapan memuja mengarah padanya. Tangan yang bertengger manis di saku celananya dilakukan oleh salah satunya. Sedangkan, yang satunya berjalan biasa dengan tangan bersedekap di depan dada.

“Cih! Mata kurang asupan makanan!” umpat salah satunya.

“Kita ke sini bukan bahas itu,” peringat yang satunya.

Keduanya mulai memasuki lift menuju lantai yang ditujunya. Tidak berselang lama, mereka sudah sampai. Dengan segera salah satunya langsung melangkah.

Brakk

“Ini yang lo mau! Kita gak ada urusan lagi! Dasar cinta dunia! Omongin adek lo buat gak macem-macem sama cewek gue!” bentaknya pada orang yang tengah duduk santai di atas kursinya.

“Oh, lo udah punya duit buat bayar nyawa ibu gue? Kerja berapa tahun?” tanyanya mengejek. “Kasian punya saudara, tapi gak sayang sama keluarga. Terkejut setelah tau saudara lo itu masih hidup?”

“Diem lo! Sekarang balikin aset orang tua gue! Kalo enggak, gue bakal laporin sisi gelap lo!”

Lelaki yang di sampingnya menarik tangan temannya yang tersulut emosi. “Ra, jangan gegabah,” bisiknya. “Kita pulang,” ajaknya.

“Sekali lagi bilangin adek lo itu buat gak macem-macem sama cewek gue!”

Dua lelaki tadi akhirnya keluar dari ruangannya itu setelah menatap tajam pada sang pemiliknya.

Tidak berselang lama, seseorang masuk ke ruangan itu dengan wajah datarnya. Tadi dirinya pun berpapasan dengan dua orang yang baru saja keluar. Namun, mereka sepertinya belum saling mengenal.

“Hai, Bang,” sapa orang yang di dalam ruangan itu.

“Dua orang tadi dari sini?” tanya orang yang baru masuk ke ruangan itu.

“Hm. Gimana kabar adek tiri lo itu?”

“Perempuan parasit itu maksudnya?” sahutnya sembari mengambil duduk di depannya.

“Ya, mungkin,” balasnya dengan mengangkat bahunya acuh. “Gue pengen tau ekspresi lucu bocah itu kalo lagi nangis.”

**

“Minggir, Jo gue mau ke kelas!” hardik Fai pada Jojo yang terus menghalangi langkahnya. Saat kakinya melangkah ke kanan, Jojo ikutan dan begitu juga sebaliknya. Gadis itu mendengus kesal akan perbuatannya.

“Jo, lo budeg?”

Jojo tidak mendengarkan perkataan Fai. Tubuhnya terus menghalangi jalannya. Matanya melirik Sera dan Flari mengisyaratkan sesuatu. Seakan tau, keduanya mengangguk paham.

“Kita ke kelas dulu, Fai,” pamit Sera, lalu tanpa persetujuan Fai keduanya melangkah terlebih dulu.

Fai menatap tajam pada seseorang di depannya. Sebenarnya apa, sih maunya? Kakinya memaksa untuk melangkah. Akan tetapi, kembali dihadang olehnya.

“Apa, Jo?” tanya Fai geram. “Eh, ngapain tarik-tarik?” ujarnya panik saat Jojo menarik tangannya untuk menjauh.

Jojo terus menarik tangan Fai hingga sampai di bawah tangga, lelaki itu menghentikan langkahnya. Tangannya membawa tubuh gadis itu agar merapat dengan dinding pembatas tangga.

Sekali SajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang