26.Terungkap?

217 56 525
                                    

Terlalu berharap pada seseorang yang baru memang sebuah kesalahan besar.

***
Happy reading
~
~

"L-lo mau apa?" tanya Sani takut karena Bara terus melangkah ke arahnya. Tatapannya tajam membuatnya tidak berani menatap.

Jalanan terlihat sepi karena sudah malam juga. Aura mencekam sangat terasa bagi Sani. Ditambah lagi rasa penasaran dengan sosok Bara sekarang. Sebenarnya tadi ia salah bicara apa? Sampai-sampai Bara bisa semarah ini padanya.

"Siapa mantan lo itu?" tanya Bara dingin. Sangat dingin membuat Sani menimang-nimang untuk menjawab pertanyaannya. Takut akan sikapnya dan juga apakah ia akan menceritakan tentang masa lalunya?

"Al-alfin. Emang kenapa?" tanya Sani takut.

"Lo tau?" tanya Bara sambil terus mendekat ke arah Sani. Sampai Sani tidak bisa untuk mundur lagi karena menabrak pohon di belakangnya.

Setelah tadi Bara memerintahkan untuk turun tanpa ada alasan, ia langsung menarik kasar tangan Sani. Membawanya ke tempat yang gelap. Banyak pepohonan besar membuatnya merinding takut, tapi untuk sekarang yang lebih ditakutkan adalah sikap Bara. Sikap Bara yang langsung berubah tanpa ia tahu apa penyebabnya.

"Tau apa, Tang?" tanya Sani gemetar. Kedua tangan Bara berada di antara kepalanya. Mengurung dirinya agar tidak bisa kabur dari kungkungannya.

Sani terkejut saat Bara memukul keras batang pohon di belakangnya membuatnya langsung terpejam takut. Sebenarnya apa yang ia mau? Apa yang tidak ia ketahui?

"Lo tau?" tanya Bara dengan menekan setiap katanya. "ALFIN ITU ABANG GUE! ORANG YANG UDAH LO BUNUH!" teriak Bara emosi tepat di depan wajah Sani. Moodnya sekarang sudah benar-benar rusak. Tadi kekasihnya bilang kalau Sani dan Alfin yang sudah melukainya. Sani bilang kepadanya kalau si Alfin itu datang kembali.

"Arghhh!" geram Bara frustasi. Dirinya benar-benar bingung dengan apa yang terjadi. Sebenarnya siapa yang benar di sini? Tangan kanannya kembali menonjok keras batang pohon di depannya. Sani yang berada di sampingnya langsung bergeser karena terasa bergetar setelah Bara menonjoknya.

Sani masih terkaget akan ucapan Bara barusan. Otaknya masih bekerja untuk mencerna arti ucapannya. Saat suasana genting begini otaknya malah lambat untuk bekerja. Sungguh tidak bisa diajak berkompromi.

"Jadi, Kak Alfin itu abang lo?" tanya Sani kaget. Benar firasatnya. Saat dirinya melihat bingkai foto Bara dengan seseorang di rumahnya dan itu tidak terasa asing baginya. "Terus tadi lo bilang gue bunuh dia?" tanyanya lagi dan hanya mendapat tatapan datar dari Bara.

"Ma-maksud lo, Kak Alfin itu udah meninggal?" tanya Sani tidak percaya.

"Dan lo pembunuhnya!" ujar Bara marah. Wajahnya terus mendekat ke wajah Sani membuat mata keduanya saling menatap satu sama lain. Bara menatapnya dengan tajam dan Sani dengan tatapan sendunya.

"Apa maksud lo?" tanya Sani tidak percaya. Dirinya tidak pernah sekalipun membunuh seseorang. Apalagi seseorang yang sangat disayanginya. Pernah disayangi lebih tepatnya.

"GAK USAH BEGO!" desis Bara tajam. Sedetik kemudian ia memajukan wajahnya berniat untuk menciumnya, tapi Sani langsung menghindarkan wajahnya membuat Bara tersenyum ke arahnya. Sani yang melihatnya langsung takut. Itu bukan senyuman manis untuk memikat hatinya, tapi itu senyuman seorang devil yang mengerikan.

Sani benar-benar takut sekarang. Wajah Bara benar-benar menyeramkan di matanya.

"Lo mau ngehindar, hah?" tanya Bara sambil menaik turunkan alisnya.

Melihatnya membuat Sani was-was. Itu bukan sebuah tantangan yang biasanya membuat dirinya tersenyum aneh. Melainkan, sesuatu yang membuatnya harus lebih berhati-hati.

Sekali SajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang