Happy reading
***
“Hei?” panggil Bara memecah lamunan Sani. Kakinya dia berhentikan sejenak, menatapnya yang tengah melihat depan dengan kosong.
Saat mendengar suara Bara, Sani segera mengerjapkan matanya beberapa kali. Kemudian, menatap Bara yang tengah melihatnya dengan raut wajah penasaran.
Dengan perlahan, Bara meraih kedua tangan Sani. Digenggamnya erat membuat Sani menatapnya. Tidak sampai situ, lalu dibawa ke depan muka dan dikecupnya lembut.
“Percayalah. Kalau kita saja tidak percaya, gimana semesta akan ngedukung kita yang pesimis gini? Semua itu terjadi karena rasa percaya kita. Karena kekuatan yang dibangun dari diri kita.” Bara meyakinkan lewat kata-kata itu dengan tangan masih menggenggamnya.
Dengan tatapan penuh ke arahnya, Sani semakin terdiam. Tidak tahu harus merespon apa. Perkataan Alfin beberapa menit yang lalu masih terputar jelas di kepala. Bukan apa-apa, dirinya hanya tidak mau kehilangan Bara untuk yang kedua kali.
Genggaman dari Bara seolah belum sepenuhnya meyakinkan gadis itu. Masih ada sedikit rasa cemas di hatinya. “Ra?” panggilnya lirih.
“Kenapa?” balas Bara lembut membuat Sani menggigit bibir bawahnya gemas. Bara yang melihatnya pun langsung mencolek hidung mungilnya—hal yang sering dilakukan sedari dulu. Dirinya tahu kalau perempuan itu sedang tergugup dan dia yang semakin panas dingin melihat aksinya.
Sempat berpikir, kenapa kalau perempuan sedang gugup dia akan menggigit bibir? Sebagai lelaki normal, bukannya Bara tidak suka melihat itu. Hanya saja, dirinya takut khilaf.
“Kamu bener-bener yakin itu rasa sayang?” tanya Sani ragu.
Bara menaikkan alis mendengar pertanyaannya. Apakah gadis itu masih meragukannya? “Kenapa tanya gitu?” tanyanya dengan tangan yang semakin mempererat genggamannya dan diusap perlahan.
“Ya, aku jadi inget kalau kamu deketin aku karena apa. Aku takut kamu masih dendam,” ungkap Sani sesuai apa yang mengganjal hatinya. Bisa saja karena dendamnya itu sudah terjawab, laki-laki itu berpura-pura menyayanginya, 'kan?
“Apa kamu deket karena merasa kasian? Merasa berhutang karena telah membuat hatiku berlabuh di situ?” tanya Sani seraya membawa genggamannya ke depan dada Bara.
Bara yang diperlakukan seperti itu hanya diam di tempat. Memilah-milah kata yang pas untuk ia jawab. Apa benar yang dikatakan Sani? Tapi, perlu disadari hatinya tidak pernah sebahagia ini selain dengan gadis itu.
“Bagaimana ngeyakinin kalau rasa ini bukan seperti apa yang kamu katakan?” tanya Bara dengan terus menatap matanya. Menyalurkan semua rasanya yang tidak bisa ia ungkapkan saat ini. Genggaman yang berada di depan dada, ia lepas sejenak. Lantas, menangkup pipinya lembut.
Sani memejamkan mata, menikmati sentuhan Bara padanya. “Sikap kamu,” ujarnya sambil membuka mata perlahan.
Bara menaikkan alis bingung. Tangannya menjauh dari pipi Sani, lalu turun meraih kembali tangannya.
“Enggak, enggak. Semua ini udah cukup, ko.” Sani tersenyum setelah mengatakan demikian. Hatinya tidak mungkin salah memilih kali ini.
Bara pun ikutan tersenyum mendengarnya. Senyuman yang baru kali ini ia tunjukkan dan itu untuk Sani seorang. Tangan kanannya melepas sebentar genggamannya, lalu merogoh saku jaket membuat Sani melihat dengan penasaran.
Setelah didapat, Bara segera memasangkan pada pergelangan tangan Sani. Sani yang melihatnya hanya tersenyum bahagia dengan degup jantung tidak seperti biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekali Saja
Teen FictionSebuah benci yang kemudian menyatukan dua hati Segenggam rasa yang kian menambah tiap hembusan nafasnya Hingga ... Sesuatu membuat keduanya untuk sejenak merelakan perasaan antara sesama Akankah semesta memihak kembali untuk keduanya? Ikutilah kisah...