Kalau boleh memilih, kamu lebih memilih benci menjadi cinta atau cinta jadi benci?Lantas, apa yang harus Sani lakukan ketika cinta Bara menjadi benci?
Apakah harus bertahan dengan sakit atau meninggalkan yang juga membuatnya sakit?
Happy reading
~~
“Sani pacar gue, tapi ... Agin juga pacar gue.”
Sani menatap Bara tidak percaya akan ucapannya barusan. Tolong siapa pun beritahu Bara kalau apa yang dikatakan adalah salah.
“Kamu bohong, 'kan? Bilang, Ra kalo ini semua gak bener,” ucap Sani dengan gemetar. Air matanya tanpa bisa dibendung akhirnya turun melewati pipinya.
“Gak percaya ya udah,” serobot Agin. Tangannya masih setia di genggaman Bara sambil terus digoyang-goyangkan. Memperlihatkan miliknya pada Sani.
Sani menatap Agin tajam. “Gue gak tanya sama lo! Dasar adik kelas gak tau diri!”
Agin mendorong bahu Sani dengan tangan kirinya membuatnya mundur beberapa langkah. “Yang enggak tau diri itu lo! Bara itu udah jadi pacar gue sejak belum pindah ke sini! Terus siapa yang enggak tau diri, huh?”
“Satu lagi. Pacar gue pindah ke sini itu mau bales dendam sama lo. Ya, walaupun ternyata semuanya gak bener dan sekarang tugas jadi pacar lo udah selesai. Jadi, jangan salahin pacar gue ini, oke?” Agin tersenyum tipis sambil mengusap bahu Sani pelan.
Sani menatap Agin penuh. Apa yang barusan ia katakan semuanya benar? Bara hanya ingin membalas dendamnya itu? Apakah selama ini juga Bara tidak ada perasaan pasti untuknya?
Kemudian, Sani menatap Bara yang juga tengah menatapnya. Namun, Bara langsung mengalihkan pandangan. Kenapa Bara selalu menghindar dari matanya? Padahal Sani sangat merindukan tatapan hangat darinya seperti dulu.
Wajah peluh Bara karena sehabis bermain basket terlihat menambah kadar ketampanannya. Tetesan keringat melewati dahinya masih terus merembes.
Fai yang berdiri di samping Sani, hanya diam. Tidak tahu harus berkata apa. Tiba-tiba matanya menangkap sosok Jojo yang tengah berjalan menuju arahnya. Bara seperti ini. Otaknya berpikir jika Jojo pasti tidak jauh berbeda. Mulai saat ini dirinya tidak akan melayani orang itu lagi. Dirinya tidak mau kejadian Sani akan menimpanya juga.
“Mending lo pergi dari sini. Lo itu udah gak ada urusan lagi,” usir Agin membuat Sani maju satu langkah ke arahnya.
“San, mending kita pergi dari sini. Gak ada orang yang punya otak di sini. Manusia gak berperasaan semua,” cegah Fai.
“Gue yakin Bara merasakan nyaman saat deket sama gue,” ujar Sani yakin. “Bara pasti udah terbiasa akan keberadaan gue,” lanjutnya.
Sani meraih tangan Bara, tapi sebelumnya melepas genggamannya dengan Agin. Senyumnya tercipta saat tidak ada penolakan darinya. Sedangkan Agin mencebik kesal melihatnya.
“Jawab iya, Ra. Aku bisa liat sorot mata sayangmu itu. Aku bisa ngerasain itu, Ra. Aku yakin. Aku sangat yakin sorot matamu itu berbeda untukku,” ujar Sani sedikit mendongak. Bara yang memang memiliki tubuh lebih tinggi membuatnya mengangkat kepala jika akan berbicara dengannya.
Bara menatap Sani sebentar, lalu melepas genggamannya. “Semua yang dibiilang Agin emang bener,” ujarnya membuat Sani melebarkan matanya.
“Gue mau ganti baju dulu, Gin,” pamitnya pada Agin membuat Sani mengerjapkan matanya tidak percaya. Detik berikutnya, Bara melangkah pergi menuju lokernya untuk mengambil bajunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekali Saja
Teen FictionSebuah benci yang kemudian menyatukan dua hati Segenggam rasa yang kian menambah tiap hembusan nafasnya Hingga ... Sesuatu membuat keduanya untuk sejenak merelakan perasaan antara sesama Akankah semesta memihak kembali untuk keduanya? Ikutilah kisah...