{8} Eccentric

7.2K 938 147
                                    

Interior kamar Edward sangat nyaman dan mewah. Ranjangnya telah disusun dengan rapi. Ia membereskan barang-barangnya yang masih tersisa lalu memanggil pelayan untuk membawanya ke kereta kudanya. Saat ia membuka pintu kamarnya, ia dikejutkan oleh sosok Camilla yang sedang berdiri dihadapannya. "Kita harus bicara," gumam Camilla.

Seperti biasanya, Camilla tampil cantik dengan gaun lavendel pucatnya. Rambutnya digulung dengan rapi dibelakang kepalanya dengan jepit berhiaskan mutiara kecil. Edward memandangnya dengan gusar, nada bicaranya terdengar dingin. "Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi." Camilla memandangnya dengan sabar. "Ada kesalahpahaman diantara kita," ucap Camilla. "Sebaiknya kita menyelesaikannya layaknya sebagai orang dewasa. Setelah itu, kau boleh pergi." Mendengar sindiran halus itu, Edward pun membiarkan Camilla untuk mengatakan isi kepalanya.

Pagi terasa sepi bagi Marianne. Ia tidak menginginkan adiknya pergi secepat ini. Namun ia juga menyadari, bahaya apa yang akan melukai adiknya itu. "Inilah yang terbaik," gumamnya tanpa suara. Ia melirik Rose yang berjalan menuju ruang makan dengan masygul. Marianne merasa iba melihatnya. Ia yakin bahwa Rose  juga merasa kehilangan sama seperti dirinya.

Mata Marianne terbelalak saat melihat pasangan yang berjalan tidak jauh di belakang Rose. Setelah mereka duduk, ia semakin dikejutkan oleh perubahan adiknya bagaikan burung yang menukik dengan tajam. "Aku tidak jadi meninggalkan Hamsphire," ucap Edward. Marianne pun mempertanyakan alasan perubahan adiknya. "Terjadi kesalahpahaman diantara kami," kata Edward. "Sekarang kami sudah berbaikan."

Bibir Marianne berkedut menatap pasangan itu. Baginya, alasan Edward sama sekali tidak masuk akal. Sebelum ia membuka mulut, kedua putrinya memekik gembira karena pamannya akan tinggal lebih lama lagi. Lord Brackley memandang istrinya dengan tatapan penuh arti. Ia merasakan kekhawatiran istrinya kembali lagi.

Lord Brackley memutuskan untuk tidak ikut campur mengenai urusan adiknya. Baginya, apakah Edward akan menikahi Camilla atau tidak adalah keputusan adiknya sendiri. Ia tidak ingin merepotkan dirinya memikirkan hal seperti itu. Kedua putrinya sudah cukup membuatnya kerepotan selama liburan musim panas ini—terutama Frederica.

Setelah mereka selesai sarapan. Marianne menuntut Edward untuk memberikan penjelasan di perpustakaan. Marianne berkata dengan gusar, "Kau telah ditipu olehnya, Ed. Aku tidak menyutujui hubunganmu dengan wanita itu. Lebih baik kau menikahi putrinya daripada ibunya!"

"Rose dan aku hanya berteman. Selama ini aku menganggapnya sebagai gadis yang cerdas. Dan ia memang cerdas menipuku melalui surat ini," ujarnya sambil menarik sebuah amplop kecil dari sakunya lalu meletakannya dengan gusar dihadapan Marianne. "Ia hanyalah gadis manja yang suka memberontak, yang aku yakini ia dapatkan dari ayahnya," tambahnya dengan nada tajam.

"Ed, kuharap kau segera menyesali perkataanmu," kata Marianne memandang adiknya dengan getir. "Rose tidak akan menipumu. Ia terlalu polos untuk melakukannya."

"Terserah kau menilainya seperti apa. Yang jelas, aku tidak menyukai gadis itu. Namun aku sudah berjanji dengan Camilla— yang masih bermurah hati memaafkan putrinya— agar tetap memperlakukan putrinya dengan baik." Edward pun melangkah pergi meninggalkan kakaknya yang sibuk membuka amplop yang ditinggalkan adiknya itu.

Setelah memastikan pasangan itu pergi, Marianne mengetuk pintu kamar Rose. Rose mengintip dari balik pintu lalu membiarkan bibinya masuk tanpa mengatakan apapun. Pandangan Marianne tertuju pada mata kuning tembaga Rose yang bening bagaikan kristal. Marianne mendekap keponakannya sambil mengelus rambutnya yang diikat seperti sanggul sederhana namun agak berantakan. "Menangislah, Sayang," ucap Marianne.

Seketika itu juga, cangkang yang selama ini dibangun oleh Rose hancur berkeping-keping. Anak itu menangis seperti anak remaja umumnya. Ia menangis sepuasnya didalam kehangatan bibinya. Tidak ada yang sanggup menggetarkan Marianne saat ini selain tangisan gadis di dalam dekapannya.

Beyond Fate [𝓗𝓲𝓼𝓽𝓸𝓻𝓲𝓬𝓪𝓵 𝓡𝓸𝓶𝓪𝓷𝓬𝓮]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang